Pengaruh penerapan model pembelajaran van hiele terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada konsep geometri bangun datar dalam mata pelajaran Matematika siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta.

(1)

ABSTRAK

Damayanti, P, D. (2016). Pengaruh penerapan model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada konsep geometri bangun datar dalam pelajaran matematika siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

Kata Kunci : model pembelajaran van Hiele, kemampuan mengingat, kemampuan memahami, konsep geometri bangun datar pelajaran Matematika.

Latar belakang penelitian ini adalah keprihatinan terhadap semakin rendahnya peringkat Indonesia pada penelitian PISA tahun 2009 dan 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada konsep geometri bangun datar dalam pelajaran Matematika siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta pada semester gasal tahun ajaran 2015/2016.

Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen jenis quasi

experimental tipe non-equivalent control group design. Populasi penelitian ini

adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta sebanyak 50 siswa. Sampel penelitian ini adalah kelas VA sebanyak 25 siswa sebagai kelompok kontrol dan kelas VB sebanyak 25 siswa sebagai kelompok eksperimen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) model pembelajaran van Hiele tidak berpengaruh terhadap kemampuan mengingat. Hal tersebut ditunjukkan dengan harga Sig (2-tailed) sebesar 0,48 (p > 0,05); df = 48 dan t = 0,70. Gain score kelompok eksperimen sebesar 1,44, SD = 0,80 dan SE = 0,18. Gain score kelompok kontrol sebesar 1,58, SD = 0,62 dan SE = 0,12. Effect size model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan mengingat adalah 0,10 (1%) termasuk kategori efek kecil. (2) Model pembelajaran van Hiele berpengaruh terhadap kemampuan memahami. Hal tersebut ditunjukkan dengan harga Sig (2-tailed) sebesar 0,00 (p < 0,05); df = 48 dan t = (-2,9). Gain score kelompok eksperimen sebesar 1,35, SD = 0,80 dan SE = 0,15. Gain score kelompok kontrol sebesar 0,75, SD = 0,62 dan SE = 0,12. Effect size model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan memahani adalah 0,38 (14%) yang termasuk kategori efek kecil.


(2)

ABSTRACT

Damayanti, P, D. (2016). The effect of applying van Hiele learning model on memorizing and understanding in Mathematics Plane Geometry concept for 5th grade of SD Negeri Demangan Yogyakarta. Thesis. Yogyakarta: Elementary Teaching Training Study Program, Sanata Dharma University.

Keywords: van Hiele learning model, memorizing, understanding, Mathematics Plane Geometry concept.

The background of this study is concern about Indonesia rank of PISA research which is getting low in 2009 and 2012. The aim of this study is to know the influence of applying van Hiele learning technique towards memorizing and understanding in Mathematics Plane Geometry concept for 5th grade of SD Negeri Demangan Yogyakarta in odd semester of 2015/2016 school year.

This study is use quasi experimental type non-equivalent control group design which is kind of experimental research design. This research population is all of the 5th grade students of SD Negeri Demangan Yogyakarta, which are 50 students. The sample of this research is 25 students as a control group from 5A class, and the other 25 students as an experimental group come from 5B class.

The result of this study are; First, van Hiele learning model doesn’t take an effect towards memorizing ability. It’s shown in Sig (2-tailed) value which is in the amount of 0.48 (p > 0.05); d f = 48 and t = 0.70. The gain score of experimental group is in the amount of 1.44, SD = 0.80 and SE = 0.18. Moreover, the gain score of control group is 1.58, SD = 0.62 and SE = 0.12. The effect size of van Hiele learning model towards memorizing ability is 0.10 (1%) which is categorize as small effect.

Second, understanding ability is influenced by van Hiele learning model. Furthermore, it’s shown in Sig (2-tailed) value which is in the amount of 0.00 (p < 0.05); df = 48 and t = (-2.9). The gain score of experimental group is 1.35, SD = 0.80 and SE = 0.15. Besides, the gain score of control group is 0.75, SD = 0.62 and SE = 0.12. Therefore, the effect size of van Hiele learning model towards understanding ability is in the amount of 0.38 (14%) which is categorize as small effect.


(3)

i PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN VAN HIELE TERHADAP KEMAMPUAN MENGINGAT DAN MEMAHAMI PADA

KONSEP GEOMETRI BANGUN DATAR DALAM PELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS V SD NEGERI DEMANGAN

YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Puspa Dewi Damayanti NIM: 121134171

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

-

SKRIPSI

PENGARUH PEI{ERAPAII MODEL PEMBEI,AIARAN VA}i HTELE

TERIIADAP KEIIIAMPUAN MENGINGAT DAN MEMAHAITf,I PADA

KONSEP GEOMETnI BANGIJN DATAR DALAM MATA PEII\JARAN

MATEMAmq

SrSWA KErl\S V SD NEGERT DEMANGAI\I

YOGYAKARTA

-.7'ru

G. AriNugratrmta

Peilftimbingtr

W


(5)

SKRIPSI

PENGABUH PENERAPA}I MOI}EL PEIVIBEI,A.IARAN VAITI HIELE

TERIIADAP KEMAMPUAN MENGINGAT DA}I MEMAIIAMI TAI}A KONSEP GEOIT{ETBI BANGUN DATAR I}ALAM MATA PEI,ITJARANI

MATEMATIKA SISWA KEI"AS V SD Nf,GERI DEMAIT{GAhI YOGYAKARTA

Dipersiapkan dar ditulis oleh: Puspa ltcmri llaoaym{i

Nama

Ketua

:

Sekretaris : Anggotal:

Anggotatr:

AnggotatrI:Eny

bgyakartq 14 I wruwi 2O16 Fakuttm Kogtrrum dan Ilmu Pendidikan

Universitas San*a Dharma

Il

ugralrantffi.J., S. S., BSTFJM

inastuti" sffi.,

u.Pa

ff

,4

ffiv'preftqffi@^

/ffi


(6)

iv

Halaman Persembahan

Karya ilmiah sederhana ini penulis persembahkan kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria sahabat hidupku yang selalu memberkati dan menyertai setiap langkahku.

2. Ayah dan Ibu tercinta, yang selalu menantikan keberhasilanku. 3. Kakakku yang selalu memberikan dukungan.

4. Semua sahabat yang selalu menemani dalam setiap proses dan memberikan dukungan serta bantuan.


(7)

v MOTTO

Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya sebab Ia yang memelihara kamu

-1 Petrus 5:7-

In this life we can’t do great things. We can only do small things

with great love -Mother Theresa-

Hard work beat talent when talent fails to work hard -Kevin Durant-


(8)

vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar referensi sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 14 Januari 2016 Penulis


(9)

vii LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Puspa Dewi Damayanti

Nomor Mahasiswa : 121134171

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN VAN HIELE TERHADAP KEMAMPUAN MENGINGAT DAN MEMAHAMI PADA

KONSEP GEOMETRI BANGUN DATAR DALAM PELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS V SD NEGERI DEMANGAN

YOGYAKARTA

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tidak perlu meminta ijin dari saya maupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 14 Januari 2016 Yang menyatakan


(10)

viii ABSTRAK

Damayanti, P, D. (2016). Pengaruh penerapan model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada konsep geometri bangun datar dalam pelajaran matematika siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

Kata Kunci : model pembelajaran van Hiele, kemampuan mengingat, kemampuan memahami, konsep geometri bangun datar pelajaran Matematika.

Latar belakang penelitian ini adalah keprihatinan terhadap semakin rendahnya peringkat Indonesia pada penelitian PISA tahun 2009 dan 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada konsep geometri bangun datar dalam pelajaran Matematika siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta pada semester gasal tahun ajaran 2015/2016.

Penelitian ini menggunakan desain penelitian eksperimen jenis quasi

experimental tipe non-equivalent control group design. Populasi penelitian ini

adalah seluruh siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta sebanyak 50 siswa. Sampel penelitian ini adalah kelas VA sebanyak 25 siswa sebagai kelompok kontrol dan kelas VB sebanyak 25 siswa sebagai kelompok eksperimen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) model pembelajaran van Hiele tidak berpengaruh terhadap kemampuan mengingat. Hal tersebut ditunjukkan dengan harga Sig (2-tailed) sebesar 0,48 (p > 0,05); df = 48 dan t = 0,70. Gain

score kelompok eksperimen sebesar 1,44, SD = 0,80 dan SE = 0,18. Gain score

kelompok kontrol sebesar 1,58, SD = 0,62 dan SE = 0,12. Effect size model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan mengingat adalah 0,10 (1%) termasuk kategori efek kecil. (2) Model pembelajaran van Hiele berpengaruh terhadap kemampuan memahami. Hal tersebut ditunjukkan dengan harga Sig

(2-tailed) sebesar 0,00 (p < 0,05); df = 48 dan t = (-2,9). Gain score kelompok

eksperimen sebesar 1,35, SD = 0,80 dan SE = 0,15. Gain score kelompok kontrol sebesar 0,75, SD = 0,62 dan SE = 0,12. Effect size model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan memahani adalah 0,38 (14%) yang termasuk kategori efek kecil.


(11)

ix ABSTRACT

Damayanti, P, D. (2016). The effect of applying van Hiele learning model on memorizing and understanding in Mathematics Plane Geometry concept for 5th grade of SD Negeri Demangan Yogyakarta. Thesis. Yogyakarta: Elementary Teaching Training Study Program, Sanata Dharma University.

Keywords: van Hiele learning model, memorizing, understanding, Mathematics Plane Geometry concept.

The background of this study is concern about Indonesia rank of PISA research which is getting low in 2009 and 2012. The aim of this study is to know the influence of applying van Hiele learning technique towards memorizing and understanding in Mathematics Plane Geometry concept for 5th grade of SD Negeri Demangan Yogyakarta in odd semester of 2015/2016 school year.

This study is use quasi experimental type non-equivalent control group design which is kind of experimental research design. This research population is all of the 5th grade students of SD Negeri Demangan Yogyakarta, which are 50 students. The sample of this research is 25 students as a control group from 5A class, and the other 25 students as an experimental group come from 5B class.

The result of this study are; First, van Hiele learning model doesn’t take an effect towards memorizing ability. It’s shown in Sig (2-tailed) value which is in the amount of 0.48 (p > 0.05); d f = 48 and t = 0.70. The gain score of experimental group is in the amount of 1.44, SD = 0.80 and SE = 0.18. Moreover, the gain score of control group is 1.58, SD = 0.62 and SE = 0.12. The effect size of van Hiele learning model towards memorizing ability is 0.10 (1%) which is categorize as small effect.

Second, understanding ability is influenced by van Hiele learning model. Furthermore, it’s shown in Sig (2-tailed) value which is in the amount of 0.00 (p < 0.05); df = 48 and t = (-2.9). The gain score of experimental group is 1.35, SD = 0.80 and SE = 0.15. Besides, the gain score of control group is 0.75, SD = 0.62 and SE = 0.12. Therefore, the effect size of van Hiele learning model towards understanding ability is in the amount of 0.38 (14%) which is categorize as small effect.


(12)

x PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, kasih, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan tepat waktu. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran van Hiele terhadap Kemampuan Mengingat dan Memahami pada Konsep Geometri Bangun Datar dalam Mata Pelajaran Matematika Siswa Kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta” ditulis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Karena itu, dengan segenap hati dan rasa syukur penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

2. G. Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A. Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma, sekaligus dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan motivasi dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan dari awal penyusunan hingga selesai.

3. Christiyanti Aprinastuti, S.Si, M.Pd. Wakil Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Sanata Dharma, sekaligus dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan motivasi dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan dari awal penyusunan hingga selesai.

4. Eny Winarti, Ph.D. dosen penguji yang telah memberikan masukan demi hasil skripsi yang lebih baik.

5. Muryanto, S.Pd. Kepala Sekolah SD Negeri Demangan Yogyakarta yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian di SD Negeri Demangan Yogyakarta.

6. Titisari, S.Pd. guru kelas VA SD Negeri Demangan Yogyakarta yang sudah banyak membantu peneliti sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar.


(13)

xi 7. Siti Supriyanti, S.Pd. guru kelas VB SD Negeri Demangan Yogyakarta yang sudah banyak membantu peneliti sehingga penelitian dapat berjalan dengan lancar.

8. Siswa kelas VA dan VB SD Negeri Demangan Yogyakarta yang telah bekerjasama dan bersedia menjadi subjek penelitian sehingga penelitian ini berjalan lancar.

9. Sekretariat PGSD Universitas Sanata Dharma yang telah membantu proses perijinan penelitian sampai skripsi ini selesai.

10.Kedua orang tua terkasih, A. Agus Siswanto dan M.Y Mudjiati yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis.

11.Kakakku terkasih, Septina Damayanti dan Ignatius Krismanto yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis.

12.Sahabatku Benny Setyawan dan Helena Vita Devina Puspitasari yang selalu memberikan banyak dukungan dan bantuan kepada penulis.

13.Teman-teman penelitian kolaboratif payung Matematika Gizela Ovdelita Yunika dan Cicilia Novenstya Edytawati yang memberikan banyak masukan dan bantuan kepada penulis dalam melakukan penelitian dan menyelesaikan skripsi ini.

14.Teman-teman kelas D PGSD 2012 yang telah memberikan semangat selama kuliah. Terima kasih atas kebersamaannya selama ini sehingga penulis menemukan keluarga baru di Yogyakarta.

15.Teman-teman kost Argulo 11 yang telah memberikan semangat dan dukungan selama kuliah.

16.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas semuanya.

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Peneliti juga berharap semoga karya ilmiah ini berguna bagi semua pihak yang membacanya.


(14)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

PRAKATA ... x

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Definisi Operasional ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

2.1 Tinjauan Pustaka ... 9

2.1.1 Teori-teori yang mendukung ... 9

2.1.1.1 Teori Belajar Jean Piaget ... 9

2.1.1.2 Teori Belajar Vygotsky ... 11

2.1.1.3 Model Pembelajaran ... 12

2.1.1.4 Model Pembelajran van Hiele ... 13

2.1.1.5 Proses Kognitif ... 19

2.1.1.6 Mengingat dan Memahami ... 19

2.1.1.7 Kurikulum 2006 ... 22

2.1.1.8 Matematika ... 23

2.1.1.9 Geometri ... 24

2.1.1.10 Materri Pembelajaran ... 25


(15)

xiii

2.2.1 Literature Map ... 31

2.3 Kerangka Berpikir ... 32

2.4. Hipotesis ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1 Jenis Penelitian ... 34

3.2 Setting Penelitian ... 35

3.3 Populasi dan Sampel ... 37

3.4 Variabel Penelitian ... 38

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 39

3.6 Instrumen Penelitian ... 40

3.7 Teknik Pengujian Instrumen... 46

3.7.1 Validitas ... 46

3.7.2 Reliabilitas ... 47

3.8 Teknik Analisis Data ... 48

3.8.1 Uji Normalitas Distribusi Data ... 49

3.8.2 Uji Pengaruh Perlakuan ... 49

3.8.2.1 Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 49

3.8.2.2 Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 50

3.8.2.2 Uji Besar Pengaruh Perlakuan ... 51

3.8.3 Analisis lebih lanjut ... 52

3.8.3.1 Uji Peningkatan Skor Pretest ke Posttest... 52

3.8.3.3 Uji Korelasi ... 53

3.8.3.4 Uji Retensi Pengaruh Perlakuan... 54

3.8.3.5 Dampak Perlakuan pada Siswa ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

4.1 Implementasi Pembelajaran... 57

4.1.1 Kelompok kontrol ... 57

4.1.2 Kelompok eksperimen ... 58

4.2 Uji Hipotesis Penelitian 1 ... 60

4.2.1 Uji Normalitas Data ... 60

4.2..2 Uji Perbedaan Kemampuan Awal... 61

4.2.3 Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 63

4.2.4 Uji Besar Pengaruh Perlakuan ... 65

4.3 Analisis Lebih Lanjut... 66

4.3.1 Uji Peningkatan Skor Pretest ke Posttest ... 66


(16)

xiv

4.2 Uji Hipotesis Penelitian 2 ... 71

4.2.3.1 Uji Normalitas Distribusi Data... 71

4.2.3.2 Uji Perbedaan Kemampuan Awal ... 73

4.2.3.3 Uji Signifikansi Pengaruh Perlakuan ... 75

4.2.3.4 Uji Besar Pengaruh Perlakuan ... 77

4.2.4 Analisis Lebih Lanjut... 78

4.2.4.1 Uji Peningkatan Skor Pretest ke Posttest... 78

4.2.4.2 Uji Korelasi ... 80

4.2.4.3 Uji Retensi Pengaruh Perlakuan... 81

4.3 Pembahasan ... 83

4.3.1 Hipotesis Penelitian 1 ... 83

4.3.2 Hipotesis Penelitian 2 ... 85

4.3.3 Dampak Perlakuan terhadap Siswa... 87

4.3.4 Hasil Wawancara Guru ... 88

4.3.4 Hasil Wawancara Siswa... 89

4.3.5 Pembahasan Lebih Lanjut ... 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 92

5.1 Kesimpulan ... 92

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 93

5.3 Saran ... 94

DAFTAR REFERENSI ... 95


(17)

xv DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Pengambilan Data ... 37

Tabel 3.2 Matriks Pengembangan Instrumen... 42

Tabel 3.3 Rubrik Penilaian ... 43

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas ... 47

Tabel 3.5 Uji Reliabilitas ... 48

Tabel 3.6 Pedoman Wawancara Siswa ... 56

Tabel 3.7 Pedoman Wawancara Guru ... 56

Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas Kemampuan Mengingat... 60

Tabel 4.2 Hasil Uji Homogenitas varian menggunakan Levene’s test... 62

Tabel 4.3 Hasil Uji Perbedaan Rerata Skor Pretest Kemampuan mengingat ... 62

Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas varian menggunakan Levene’s test... 63

Tabel 4.5 Uji Selisih Skor Pretest dan Posttest I Kemampuan mengingat ... 64

Tabel 4.6 Uji Besar Pengaruh Perlakuan (Effect Size) Keseluruhan Kemampuan mengingat(Independent Samples t-test) ... 66

Tabel 4.7 Uji Besar Pengaruh Perlakuan (Effect Size) Keseluruhan Kemampuan mengingat (Paired Samples t-test) ... 67

Tabel 4.8 Uji Penigkatan Skor Pretest-Posttest I Kemampuan mengingat ... 67

Tabel 4.9 Uji Korelasi Pretest-Posttest I ... 68

Tabel 4.10 Uji Retensi Pengaruh Perlakuan Kemampuan mengingat ... 70

Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Kemampuan memahami ... 72

Tabel 4.12 Hasil Uji Homogenitas varian menggunakan Levene’s test... 73

Tabel 4.13 Hasil Uji Perbedaan Rerata Skor Pretest Kemampuan memahami .... 74

Tabel 4.14 Hasil Uji Homogenitas varian menggunakan Levene’s test... 75

Tabel 4.15 Uji Selisih Skor Pretest dan Posttest I Kemampuan memahami ... 76

Tabel 4.16 Uji Besar Pengaruh Perlakuan (Effect Size) Keseluruhan Kemampuan memahami (Independent Samples t-test) ... 78

Tabel 4.17 Uji Besar Pengaruh Perlakuan (Effect Size) Keseluruhan Kemampuan memahami (Paired Samples t-test) ... 79

Tabel 4.18 Uji Penigkatan Skor Pretest-Posttest I Kemampuan memahami ... 79

Tabel 4.19 Uji Korelasi Pretest-Posttest I ... 81


(18)

xvi DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.5 Literature Map ... 31

Gambar 3.1 Desain Penelitian ... 35

Gambar 3.2 Variabel Penelitian ... 39

Gambar 3.3 Rumus besar efek (effect size) untuk data normal ... 51

Gambar 3.4 Rumus besar efek (effect size) untuk data tidak normal ... 52

Gambar 4.1 Perbandingan Selisih Skor Pretest ke PosttestKemampuan Mengingat Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 65

Gambar 4.2 Perbandingan Selisih Skor Pretest ke Posttest Kemampuan Memahami Kelompok Kontrol dan Kelompok Eksperimen ... 77


(19)

xvii DAFTAR GRAFIK

Grafik 4.1 Peningkatan skor pretest ke posttest I pada kemampuan mengingat .. 65 Grafik 4.2 Retensi pengaruh perlakuan pada kemampuan mengingat ... 71 Grafik 4.3 Peningkatan skor pretest ke posttest I pada kemampuan memahami.. 77 Grafik 4.4 Retensi pengaruh perlakuan pada kemampuan memahami ... 83


(20)

xviii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 3.1 Silabus Kelompok Eksperimen ... 103

Lampiran 3.2 Silabus Kelompok Kontrol ... 100

Lampiran 3.3 RPP Kelompok Eksperimen ... 150

Lampiran 3.4 RPP Kelompok Kontrol ... 107

Lampiran 3.5 Uji Validitas Soal... 169

Lampiran 3.6 Uji Reliabilitas Soal ... 170

Lampiran 3.7 Resume Expert Judgement ... 168

Lampiran 4.1 Soal ... 158

Lampiran 4.3 Nilai Pretest dan Posttest Kemampuan Mengingat kelas eksperimen ... 177

Lampiran 4.4 Nilai Pretest dan Posttest Kemampuan Mengingat kelas Kontrol 178 Lampiran 4.5 Nilai Pretest dan Posttest Kemampuan Memahami kelas eksperimen ... 177

Lampiran 4.6 Nilai Pretest dan Posttest KemampuanMemahami kelas Kontrol 178 Lampiran 4.7 Uji Normalitas Kemampuan Mengingat... 185

Lampiran 4.8 Uji Pretest Kemampuan Awal Mengingat ... 186

Lampiran 4.10 Uji Selisih Skor Pretest ke Posttest Kemampuan Mengingat .... 187

Lampiran 4.11 Uji Peningkatan skor pretest ke posttest I kemampuan Evaluasi 188 Lampiran 4.12 Uji Korelasi... 189

Lampiran 4.13 Uji Besar Efek Pengaruh (Effect Size) Kemampuan Mengingat 190 Lampiran 4.14 Uji Retensi Pengaruh Perlakuan ... 192

Lampiran 4.14 Uji Normalitas Kemampuan Memahami ... 193

Lampiran 4.15 Uji Pretest Kemampuan Awal Memahami ... 194

Lampiran 4.16 Uji Selisih Skor Pretest ke Posttest Kemampuan Memahami ... 196

Lampiran 4.17 Uji Peningkatan skor pretest ke posttest I Kemampuan memahami ... 197

Lampiran 4.18 Uji Perbandingan skor posttest I ke posttest II Kemampuan Memahami ... 198

Lampiran 4.19 Uji Besar Efek Pengaruh (Effect Size) Kemampuan Memahami 200 Lampiran 4.20 Foto –foto penelitian ... 202

Lampiran 4.22 Surat Ijin Penelitian dari FKIP ... 99


(21)

1 BAB I

PENDAHULUAN

Dalam bab I ini peneliti akan membahas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan definisi operasional.

1.1Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang fundamental untuk suatu Negara. Manusia dapat berubah menjadi pribadi yang bermutu dan berkualitas melalui pendidikan. Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa arti pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara (Permendikbud No 65 Tahun 2013).

Aktivitas pendidikan di sekolah telah bergerak dari pendidikan tradisional menuju pendidikan progresif. Hal ini ditandai dengan munculnya berbagai sekolah dengan basis pengembangan potensi diri anak secara optimal tanpa adanya paksaan dan tekanan dari pihak manapun, memfasilitasi berbagai kebutuhannya selama belajar di sekolah, mempertimbangkan berbagai faktor: keamanan, kebersihan, keindahan lingkungan, keramahan seluruh pegawai sekolah, hingga pengembangan kreativitas anak dalam merancang masa depannya (Rusmono, 2012: 2).

Pendidikan progresif biasanya menganut paham konstruktivisme yang memandang bahwa anak bukanlah seperti ember kosong yang siap ditumpahkan sejumlah pengetahuan kepadanya, melainkan seorang anak ketika belajar di kelas telah memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehingga guru harus dapat memfasilitasi mereka dengan sejumlah kegiatan yang membuatnya merekonstruksi pengetahuannya sendiri setiap kali ia berinteraksi dengan orang lain. Proses pembelajaran yang sesuai dengan tahap perkembangan anak dapat


(22)

2 membuat anak belajar dengan baik. Piaget ( dalam Syah, 1995 : 70) menyatakan bahwa anak kelas V SD yang berusia 10-11 tahun masuk dalam tahap perkembangan operasional konkret. Dalam periode operasional konkret yang berlangsung hingga usia remaja, anak memperoleh tambahan kemampuan yang disebut system of operations (satuan langkah berpikir). Kemampuan satuan langkah berpikir ini berguna bagi anak untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam sistem pemikirannya sendiri (Rusmono, 2012: 2).

Aktivitas yang terjadi di kelas umumnya masih menempatkan guru sebagi satu-satunya sumber informasi. Kondisi ini masih mendominasi sekolah-sekolah di tanah air, masih banyak guru di berbagai jenjang pendidikan dasar asyik mengelola proses pembelajaran di kelasnya dengan pembelajaran satu arah antara guru dengan siswa, sehingga interaksi antara siswa dengan siswa dan siswa dengan guru tidak berlangsung secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. (Rusmono, 2012 : 2)

Masalah pendidikan di Indonesia yang banyak dibicarakan para ahli pada saat ini selain rendahnya mutu pendidikan adalah berkaitan dengan strategi pembelajaran yang dilaksanakan, yaitu pendekatan dalam pembelajaran yang masih didominasi peran guru (teacher centered), sehingga keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran sangat kurang (Depdiknas, 2003).

Programme for International Student Assesment (PISA) pada tahun 2009 juga

melakukan penelitian dalam bidang bahasa, matematika, dan sains, hasilnya Indonesia berada pada peringkat 57 dari 65 negara yang diteliti (OECD, 2009: 1). Pada tahun 2012, peringkat Indonesia menurun yaitu peringkat 64 dari 65 negara yang diteliti (OECD, 2013: 7).

Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mendorong kemajuan pendidikan di Indonesia adalah dengan mengembangkan kurikulum pendidikan yang ada. Saat ini ada dua kurikulum yang berlaku di Indonesia yaitu kurikulum 2013 dan kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam penelitian ini kurikulum yang digunakan adalah


(23)

3 kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum tersebut adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memerhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (Sanjaya, 2009: 128).

Upaya peningkatan kualitas pendidikan akan sulit jika proses pembelajaran masih menggunakan metode konvensional. Siswa tidak diberi kesempatan untuk menemukan informasi dengan caranya sendiri. Guru menjadi satu-satunya sumber informasi di dalam kelas. Kegiatan siswa hanya mendengarkan, mencatat, dan mengerjakan soal yang diberikan oleh guru. Proses pembelajaran seperti itu tidak membantu siswa untuk memahami materi pembelajaran dengan baik, siswa hanya menghafal teori tanpa memahami. Siswa tidak memiliki kemampuan berpikir kritis dan inovatif. Siswa memerlukan pembelajaran inovatif yang dapat mengembangkan proses kognitifnya.

Taksonomi Bloom membagi proses kognitif pengetahuan menjadi enam tingkatan dari yang paling rendah ke yang paling tinggi yaitu mengingat, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Siswa tidak dapat mencapai tahapan-tahapan proses kognitifnya melalui proses pembelajaran yang hanya menuntut siswa untuk menghafal dan kemudian akan lupa ketika sudah lama. Siswa memerlukan proses pembelajaran yang dapat membuatnya mengingat dan memahami materi. Kemampuan mengingat adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang. Pengetahuan yang dibutuhkan ini boleh jadi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, atau metakognitif, atau kombinasi dari beberapa pengetahuan ini (Anderson & Krathwohl, 2010: 99). Kemampuan memahami adalah kemampuan mengonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan ataupun grafis, yang disampaikan melalui pengajaran, buku, atau layar komputer. Siswa memahami ketika mereka menghubungkan


(24)

4 pengetahuan “baru” dan pengetahuan lama mereka. Lebih tepatnya, pengetahuan yang baru masuk dipadukan dengan skema-skema dan kerangka-kerangka kognitif yang telah ada (Anderson & Krathwohl, 2010: 105). Contohnya, ketika siswa sudah pernah melihat papan tulis sebelumnya dan kemudian siswa dikenalkan bangun persegi panjang maka selanjutnya siswa akan menggabungkan pengetahuan tersebut dan tahu bahwa bentuk papan tulis adalah persegi panjang.

Guru harus dapat menguasai model-model pembelajaran agar proses belajar mengajar di kelas dapat membantu siswa belajar dengan baik. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Dengan demikian, aktivitas pembelajaran benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang tertata secara sistematis (Soekamto, dalam Trianto, 2009: 22). Model pembelajaran van Hiele (1955/1986) merupakan salah satu model pembelajaran untuk mata pelajaran Matematika pada materi geometri bangun datar. Dalam model pembelajaran ini terdapat tingkatan-tingkatan geometris van Hiele. Tiap tingkatan menggambarkan proses pemikiran yang diterapkan dalam konteks geometri (Walle, 2008: 151).

Peneliti ingin menguji model pembelajaran van Hiele pada mata pelajaran matematika khususnya pada materi geometri bangun datar. Model pembelajaran van Hiele mengandung teori van Hiele yang memuat tahapan-tahapan dalam belajar geometri. Tahapan-tahapan-tahapan ini dimulai dari yang paling sederhana menuju ke yang rumit yaitu informasi, orientasi terarah atau terpadu, eksplisitasi, orientasi bebas, dan integrasi. Tahapan dalam model pembelajaran van Hiele tidak berdasarkan umur sehingga siswa dapat mencapai tahapan yang lebih tinggi melalui proses belajarnya. Model pembelajaran van Hiele dapat membantu proses pembelajaran materi geometri bangun datar kelas V.


(25)

5 Penelitian-penelitian terdahulu tentang model pembelajaran van Hiele dilakukan oleh Anggarani (2010) yang meneliti tentang penggunaan teori van Hiele untuk meningkatkan tingkat dan kualitas berpikir siswa. Hasil penelitian menunjukkan tingkat dan kualitas berpikir siswa dalam geometri meningkat setelah diadakan pembelajaran geometri berdasarkan teori pembelajaran van Hiele. Liah (2014) Meneliti efektivitas pembelajaran yang menggunakan teori van Hiele dalam pelajaran Matematika pada pokok bahasan kesebangunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teori belajar van Hiele lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional dalam pembelajaran Matematika pada materi kesebangunan. Halat (2008) meneliti tentang perbedaan level van Hiele dan gender pada guru magang SD dan guru matematika sekolah menengah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara guru magang SD dan guru magang matematika sekolah menengah berkaitan dengan penalaran bertahap dalam geometri.

Penelitian ini dibatasi pada pengaruh penggunaan model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada konsep geometri bangun datar dalam pelajaran matematika siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 2015/2016. Kemampuan mengingat dan memahami diukur dari hasil pretest dan posttest. Kelas yang dipakai dalam penelitian ini adalah kelas VA dan VB. Standar Kompetensi yang digunakan adalah SK.6 Memahami sifat-sifat bangun dan hubungan antar bangun dan KD yang digunakan adalah KD 6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun datar dan KD 6.4 Menyelidiki sifat-sifat kesebangunan dan simetri. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimental dengan tipe non-equivalent control group design.

1.2Rumusan Masalah

1.2.1 Apakah penerapan model pembelajaran van Hiele berpengaruh terhadap kemampuan mengingat pada konsep geometri bangun datar dalam


(26)

6 pelajaran matematika siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 2015/2016?

1.2.2 Apakah penerapan model pembelajaran van Hiele berpengaruh terhadap kemampuan memahami pada konsep geometri bangun datar dalam pelajaran matematika siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 2015/2016?

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan mengingat pada konsep geometri bangun datar dalam pelajaran matematika siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 2015/2016.

1.3.2 Mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan memahami pada konsep geometri bangun datar dalam pelajaran matematika siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 2015/2016.

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Peneliti mendapat pengalaman baru dalam menerapkan model pembelajaran van Hiele untuk materi bangun datar sehingga peneliti dapat menguasai model pembelajaran van Hiele dan dapat diterapakan ketika mengajar di kelas.

1.4.2 Bagi Guru

Guru mendapatkan pengalaman menggunakan model pembelajaran van Hiele dalam pembelajaran materi bangun datar dan diharapkan dapat diterapkan lagi untuk pembelajaran selanjutnya sehingga metode pembelajaran lebih bervariasi.

1.4.3 Bagi Siswa

Siswa mendapat pengalaman belajar yang baru dengan menggunakan model pembelajaran van Hiele pada materi bangun datar dan model ini


(27)

7 dapat berpengaruh pada kemampuan mengingat dan memahami pada siswa.

1.4.4 Bagi Sekolah

Dapat menjadi referensi bagi guru di suatu sekolah dalam menggunakan model pembelajaran.

1.5Definisi Operasional

1.5.1 Model adalah suatu objek atau konsep yang digunakan untuk mempresentasikan sesuatu hal.

1.5.2 Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu.

1.5.3 Model pembelajaran van Hiele adalah model pembelajaran yang dikembangkan dari teori van Hiele yang memuat tahapan-tahapan dalam belajar geometri yaitu informasi, orientasi terarah atau terpadu, eksplisitasi, orientasi bebas dan orientasi.

1.5.4 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

1.5.5 Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

1.5.6 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan yang diberlakukan secara nasional sejak 2006.

1.5.7 Kemampuan mengingat adalah kecakapan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan,


(28)

8 metodologi, prinsip dasar, dan pengingatan data serta informasi yang lain yang terdiri dari unsur mengenali, mengingat kembali, dan mengidentifikasi.

1.5.8 Kemampuan memahami adalah kecakapan untuk memahami makna, translasi, membuat interpolasi dan menafsirkan pembelajaran dan dapat menyatakan masalah dengan bahasanya sendiri yang terdiri dari unsur mencontohkan, menjelaskan, dan mengelompokkan.


(29)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

Bab II landasan teori berisi tinjauan pustaka, kerangka berpikir dan hipotesis. Tinjauan pustaka berisi teori-teori yang relevan dan beberapa hasil peneitian yang pernah dilakukan terdahulu. Kemudian dirumuskan dengan kerangka berpikir dan hipotesis yang berisi dugaan sementara atau jawaban sementara dari rumusan masalah penelitian.

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Teori-teori yang mendukung 2.1.1.1 Teori Perkembangan Anak

Perkembangan tidak terbatas pada pengertian pertumbuhan yang semakin membesar, melainkan di dalamnya juga terkandung serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus menerus dan bersifat tetap dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju ketahap kematangan melalui pertumbuhan, pematangan, dan belajar. Perkembangan itu bergerak secara berangsur-angsur tetapi pasti, melalui suatu bentuk/tahap ke bentuk/tahap berikutnya, yang kian hari kian bertambah maju, mulai dari masa pembuahan dan berakhir dengan kematian (Desmita, 2007: 4)

Faktor yang mempengaruhi tinggi-rendahnya mutu hasil perkembangan siswa pada dasarnya terdiri atas dua macam yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri siswa itu sendiri yang meliputi pembawaan dan potensi psikologis tertentu yang turut mengembangkan dirinya sendiri. Faktor eksternal, yaitu hal-hal yang datang atau ada di luar diri siswa yang meliputi lingkungan (khususnya pendidikan) dan pengalaman berinteraksi siswa tersebut dengan lingkungannya (Syah, 1995: 47).

Piaget (dalam Salkind, 2009: 326), berpendapat bahwa perkembangan inteletual melewati empat tahapan yaitu:


(30)

10 1. Tahap Sensorimotor (0-2 tahun)

Inteligensi dan tindakan dalam periode ini berasal dari pengalaman-pengalaman perceptual indrawi dan sensorimotor anak. Komponen terpenting pada perkembangan seorang anak adalah adanya kesempatan untuk bertindak terhadap lingkungan dengan cara tidak dibatasi. Anak berfokus pada objek-objek dan pengalaman eksternal di luar tubuhnya dan mengulangi tindakan tertentu secara terus menerus, seolah-olah tengah berlatih.

2. Tahap Praoperasional (2-7 tahun)

Tahapan praoperasional merupakan titik balik yang istimewa dalam perkembangan kognitif. Untuk pertama kalinya, pemikiran menjadi proses simbolik untuk memahami dunia. Contoh yang paling jelas mengenai hal ini adalah perkembangan bahasa. Dunia anak praoperasional dibatasi oleh kontak langsung dengan objek-objek konkret. Anak praoperasional berada dalam periode peralihan. Meskipun dalam periode ini sudut pandang anak terhadap dunia berkembang dengan cepat, namun anak masih mengalami kebingungan tertentu dalam menilai sebab dan akibat. Anak membuat generalisasi yang tidak tepat, mengira bahwa perasaan dan tindakan yang ia alami juga terjadi pada objek-objek tidak hidup (misalnya, ia mengira bahwa awan menangis agar terjadi hujan). 3. Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun)

Anak operasional konkret tidak mampu melaksanakan operasi yang terlepas dari pengalaman-pengalaman perseptual. Mereka tidak bertanya tentang isu-isu abstrak, misalnya isu tentang kebebasan, karena mereka kesulitan kalau harus mengaitkan konsep-konsep semacam itu dengan pengalaman-pengalaman konkret.


(31)

11 Karakteristik pada anak dalam tahapan ini adalah bahwa anak mulai bisa berfungsi sebagai ilmuwan, dimana ia mampu menerima asumsi-asumsi (tanpa memerlukan bukti fisik) dan mampu menghubungkan sebab akibat. Mereka bisa menggunakan pertimbangan masa lalu dan masa yang akan datang ketika dihadapkan pada situasi-situasi yang baru.

Siswa kelas lima SD berusia antara 10-11 tahun yang berada pada tahap

operasional konkret. Untuk menunjang pembelajaran anak dalam masa operasional konkret maka dibutuhkan teknik pembelajaran yang yang tidak

terlepas dari pengalaman-pengalaman konkret.

2.1.1.2 Teori Belajar Vygotsky

Lev Semenovich Vygotsky yang lahir di Rusia tahun 186 mempelajari berbagai bidang studi di sekolah, termasuk psikologi, filsafat, dan sastra. Ia menerima gelar hukum dari Moscow Imperial University tahun 1917. Peristiwa penting dalam hidup Vygotsky terjadi pada 1924 saat Kongres Psikoneurologi All-Russian kedua di Leningard. Teori psikologi yang berlaku saat itu adalah teori yang mengabaikan pengalaman-pengalaman subjektif dan lebih memilih refleks-refleks terkondisi dari Pavlov dan sorotan behaviorisme terhadap pengaruh-pengaruh lingkungan. Vygotsky mempresentasikan sebuah tulisan ilmiah (“The Methods of Reflexological and Psychological Investigation”) ia mengkritik pandangan-pandangan yang dominan saat itu dan berbicara tentang hubungan refleks-refleks terkondisi dengan pikiran sadar dan perilaku manusia (Schunk, 2012: 337).

Vygotsky berpendapat bahwa, tidak seperti hewan yang hanya bereaksi terhadap lingkungan, manusia memiliki kapasitas untuk mengubah lingkungan sesuai dengan keperluan mereka. Kapasitas adaptif ini membedakan manusia dari bentuk-bentuk kehidupan yang lebih rendah darinya. Teori Vygotsky menitikberatkan interaksi dari faktor-faktor interpersonal (sosial), kultural-historis, dan individual sebagai kunci dari perkembangan manusia. Interaksi-interaksi dengan orang-orang di lingkungan sekitar (misalnya; program


(32)

12 magang, kolaborasi) menstimulasi proses-proses perkembangan dan mendorong pertumbuhan kognitif (Schunk, 2012: 338-339).

Untuk mendukung pandangannya, Vygotsky mengemukakan konsep yang disebutnya zone of proximal development (ZPD) atau zona perkembangan proksimal. Menurut konsep ini perkembangan pembelajar bisa dan perlu dibedakan ke dalam dua taraf, yaitu taraf perkembangan aktual dan taraf perkembangan potensial. Taraf perkembangan aktual tercermin dari kemampuan pembelajar menyelesaikan aneka tugas dan memecahkan aneka masalah secara mandiri. Ini adalah tahap kemampuan intramental. Taraf perkembangan potensial tercermin dari kemampuan pembelajar menyelesaikan tugas dan memecahkan masalah dengan bantuan orang dewasa atau berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten. Ini adalah tahap kemampuan intermental. Jarak antara kedua tahap kemampuan itu disebut Zone

Proximal Development (ZPD) (Supratiknya, 2012: 30). 2.1.1.3 Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas. Model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran dan pengelolaan kelas (Ngalimun 2014: 27). Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik (teratur) dalam pengorganisasian kegiatan (pengalaman) belajar untuk mencapai tujuan belajar (kompetensi belajar) (Arend, dalam Ngalimun, 2014: 28). Dengan kata lain, model pembelajaran adalah rancangan kegiatan belajar agar pelaksanaan kegitan belajar mengajar dapat berjalan dengan baik, menarik, mudah dipahami, dan sesuai dengan urutan yang logis.

Suatu rancangan pembelajaran atau rencana pembelajaran disebut menggunakan model pembelajaran apabila mempunyai empat ciri khusus, yaitu (a) rasional teoretik yang logis yang disusun oleh penciptanya atau pengembangnya, (b) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa


(33)

13 belajar (tujuan pembelajaran yang akan dicapai), (c) tingkah laku yang diperlukan agar model tersebut dapat dilaksanakan secara berhasil, dan (d) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat tercapai (Trianto dalam Ngalimun, 2014: 29).

2.1.1.4 Model Pembelajaran Van Hiele

Tidak semua orang berpikir tentang ide-ide geometri dengan cara yang sama. Tentunya, kita semua tak sama, tetapi kita semua dapat menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan kita untuk berpikir dan menimbang dalam konteks geometri. Riset dari dua pendidik, Pierre van Hiele dan Dina van Hiele-Geldof, telah menghasilkan wawasan dalam perbedaan dalam pemikiran geometri dan bagaimana perbedaan tersebut muncul.

Riset dari Van Hiele bermula pada tahun 1959 dan langsung menarik perhatian di Uni Soviet, tetapi hampir dalam dua dekade terdapat perhatian yang sedikit saja (Hoffer, 1983 dalam Walle, 2008: 151). Saat ini, teori Van Hiele telah menjadi faktor yang paling berpengaruh dalam kurikulum geometri di Amerika.

1. Karakteristik Teori van Hiele

Van Hiele selain sebuah teori yang memiliki konsep penting, disamping itu juga mempunyai empat karakteristik yang terkait dengan tingkatan

pemikiran (Walle, 2008: 155). Empat karakteristik tersebut sebagai berikut: a. Tingkatan dalam van Hiele bertahap. Untuk sampai pada tiap-tiap tingkatan

di atas tingkat 0, siswa harus menempuh tingkatan sebelumnya. Untuk menempuh sebuah tingkatan berarti seseorang haruslah menguasai pemikiran geometri yang cocok pada tingkatan-tingkatannya.

b. Tingkatan-tingkatan tersebut tidaklah bergantung usia seperti tahap perkembangan piaget.

c. Pengalaman geometri merupakan faktor tunggal terbesar yang mempengaruhi perkembangan dalam tingkatan-tingkatan tersebut. Kegiatan-kegiatan yang memberi kesempatan siswa menelusuri, berdiskusi, dan berinteraksi dengan materi pada tingkatan selanjutnya.


(34)

14 d. Ketika instruksi atau bahasa yang digunakan terletak pada tingkatan lebih tinggi dari pada dengan yang dimiliki siswa, maka akan terjadi komunikasi yang kurang.

2. Tingkat-tingkat Pemikiran Geometri van Hiele

Fitur yang paling menonjol dari model pembelajaran Van Hiele adalah hierarki lima tingkat dari cara dalam pemahaman ide-ide ruang. Tiap tingkatan menggambarkan proses pemikiran yang diterapkan dalam konteks geometri. Tingkatan-tingkatan tersebut menjelaskan tentang bagaimana kita berpikir dan jenis ide-ide geometri apa yang kita pikirkan, bukannya berapa banyak pengetahuan yang kita miliki. Perbedaan yang signifikan dari satu level ke level berikutnya adalah objek-objek pikiran apa yang mampu kita pikirkan secara geometris (Walle, 2008: 151). Walle (2008: 151-154) menjelaskan ada lima tahapan dalam teori Van Hiele, yaitu:

1. Level 0: Visualisasi

Siswa-siswa pada tingkatan awal ini mengenal dan menamakan bentuk-bentuk berdasarkan pada karakteristik luas dan tampilan dari bentuk-bentuk tersebut. Siswa-siswa ini mampu membuat pengukuran dan bahkan berbicara tentang sifat-sifat bentuk, tetapi sifat-sifat tersebut tak terpisahkan dari wujud yang sebenarnya. Contohnya, saya mengelompokkan bentuk-bentuk tersebut karena mereka “runcing” (atau “besar”, atau “seperti rumah,” atau “berlekuk-lekuk”, dan sebagainya). Dengan fokus pada tampilan bentuk, siswa mampu meninjau apakah bentuk-bentuk tersebut serupa atau berbeda.

2. Level 1: Analisis

Objek-objek pemikiran pada level 1 berupa kelompok-kelompok bentuk bukan bentuk-bentuk individual. Pada tingkat ini, para siswa mulai mengerti bahwa sebuah kumpulan bentuk tergolong serupa berdasarkan sifat/ciri-cirinya. Ide-ide tentang suatu bentuk dapat digeneralisasikan pada semua bentuk yang sesuai golongan tersebut.


(35)

15 Contohnya, semua bangun kubus mempunyai enam sisi yang kongruen (bentuk dan ukurannya sama), dan sisinya berupa bujur sangkar. Hasil pemikiran pada tingkat I adalah sifat-sifat dari bentuk. Siswa pada level I akan dapat menyebutkan sifat-sifat dari bujur sangkar, persegi panjang, dan jajaran genjang tetapi belum menyadari bahwa ada yang merupakan bagian dari yang lain.

3. Level 2: Deduksi Informal

Jika siswa mulai dapat berpikir tentang sifat-sifat objek geometri tanpa batasan dari objek-objek tertentu, mereka dapat membuat hubungan diantara sifat-sifat tersebut. Contohnya, jika keempat sudut merupakan siku-siku, bangun tersebut sudah pasti persegi panjang. Jika bentuknya persegi, semua titik sudutnya sudah pasti siku-siku. Jika bentuknya persegi, bangun tersebut juga merupakan persegi panjang. Siswa pada tingkat II ini telah mengembangkan pemahaman akan berbagai sifat bentuk.

4. Level 3: Deduksi

Objek pemikiran pada tingkat 3 berupa hubungan di antara sifat-sifat objek geometri. Siswa pada tingkat ini mampu bekerja dengan pernyataan-pernyataan abstrak tentang sifat-sifat geometris dan membuat kesimpulan lebih berdasarkan pada logika daripada naluri. 5. Level 4: Ketepatan (Rigor)

Pada tingkat teratas dalam tingkatan van Hiele, objek-objek perhatian adalah sistem dasarnya sendiri, bukan hanya penyimpulannya dalam sistem. Sebagai contoh, geometri bola berdasarkan garis-garis yang tergambar pada bola bukannya pada bidang atau ruang biasa. Secara umum, ini adalah tingkatan mahasiswa jurusan matematika yang mempelajari geometri sebagai cabang dari ilmu matematika.

Melalui tahapan teori van Hiele dapat disimpulkan bahwa siswa berpikir dari tahap yang paling sederhana ke tahap yang paling rumit. Pada tahap teori


(36)

16 Van Hiele tidak dijelaskan pada umur berapa siswa memasuki setiap tahapnya. Dengan demikian, siswa dapat memasuki tahap yang lebih tinggi berdasarkan proses belajar yang dilaluinya.

Gambar 2.1 Tahapan berpikir geometri van Hiele

Sumber:http://proactiveplay.com/wpcontent/uploads/2012/11/Proactiveplay_van_Hi eleModel-of-Thought.jpg

Berdasarkan teori van Hiele (1955/1986), kemajuan dari satu level ke level selanjutnya melewati lima fase: informasi, orientasi terarah atau terpadu, eksplisitasi, orientasi bebas, dan integrasi. Setiap fase akan menuntun ke level berfikir yang lebih tinggi (Mateya, 2008: 23-25)

1. Informasi

Guru menggunakan teknik tanya jawab dengan siswa tentang topik yang akan dipelajari. Selama fase ini guru dapat mengevaluasi tanggapan siswa dan dapat mengetahui pengetahuan awal siswa tentang topik yang akan dipelajari sehingga guru mempunyai gambaran terhadap materi yang akan disampaikan selanjutnya. 2. Orientasi terarah atau terpadu

Pada fase ini siswa menjadi akrab dengan struktur topik seperti angka, kosakata, simbol, definisi, sifat dan hubungan. Peran guru adalah untuk mengarahkan kegiatan siswa dengan membimbing mereka dengan kegiatan yang sesuai. Kegiatan ini misalnya dengan


(37)

17 melipat, mengukur dan mencari simetri. Tahap orientasi ini juga bertujuan agar siswa mampu menemukan konsep khusus dari bangun geometri.

3. Eksplisitasi

Pada tahap ini, para siswa telah mendapatkan wawasan selama pembelajaran (ide geometri, hubungan, pola, dan sebagainya). Siswa menjadi eksplisit menyadari konseptualisasi geometriknya, menggambarkan konseptualisasi ini dalam bahasa mereka sendiri dan belajar beberapa istilah dalam matematika. Selama fase ini siswa seharusnya melakukan pengamatan dan mulai menggunakan kosakata yang akurat dan tepat dengan bantuan guru.

4. Orientasi bebas

Pada fase ini siswa memecahkan masalah dengan caranya sendiri. Peran guru adalah untuk memilih materi dan masalah yang tepat dan mendorong siswa untuk merefleksikan dan menguraikan masalah dan solusi mereka, dan memperkenalkan istilah, konsep dan proses pemecahan masalah yang relevan sesuai kebutuhan.

5. Integrasi

Fase ini merupakan fase dimana proses belajar mengajar dievaluasi. Siswa merangkum seluruh materi yang telah dipelajari. Peran guru adalah merancang pembelajaran yang sesuai materi agar siswa mampu merangkum melalui kegiatan tanya jawab dan diskusi. Guru memberikan ringkasan dari beberapa poin utama yang sudah dipelajari siswa untuk membantu proses ini.

3. Implikasi Model Pembelajaran van Hiele terhadap Pengajaran

Setiap guru haruslah menyadari bahwa pengalaman-pengalaman yang mereka suguhkan merupakan satu-satunya faktor terpenting dalam meningkatkan perkembangan siswa dan setiap guru haruslah bisa meninjau perkembangan siswa dalam pemikiran geometri dalam pembelajaran materi tiap tahunnya (Walle, 2008: 155). Teori van Hiele mengutamakan pengajaran yang


(38)

18 lebih menekankan pemikiran siswa. Setiap jenis-jenis kegiatan maupun tugas-tugas yang akan diberikan pada siswa dapat dimodifikasi dengan cara penggunaan materi berupa gambar-gambar merupakan keharusan pada setiap tingkatan.

Kegiatan pengajaran dalam geometri yang tepat untuk tahap 0 adalah (1) meliputi berbagai pemilihan dan pengelompokan, fokus utama pada tahap 0 adalah meninjau bagaimana bentuk dapat serupa atau berbeda. Siswa diberi tantangan untuk mengklasifikasikan bentuk sesuai dengan sifat-sifat bangun seperti simetri putar, simetri lipat, jumlah sisi, dan titik sudut. (2) mengandung keragaman contoh bentuk walaupun tidak relevan, sehingga siswa berkesempatan untuk menggambar, membangun, membuat, menggolongkan, dan memisahkan bentuk baik 2 dan 3 dimensi. Agar pemahaman siswa berkembang mengenai sifat-sifat geometri, maka siswa perlu ditantang untuk menguji ide-ide tentang bentuk untuk berbagai contoh dari kategori tertentu (Walle, 2008: 155).

Kegiatan pengajaran dalam geometri yang tepat untuk tahap 1 adalah (1) lebih berfokus pada sifat-sifat bentuk dibandingkan identifikasi sederhana, ketika konsep geometri yang baru dipelajari, jumlah sifat-sifat dari bentuk dapat dikembangkan. (2) menerapkan ide ke seluruh kelompok bentuk (contoh semua persegi panjang, semua prisma) daripada model-model bentuk per individu. Lalu menganalisis kelompok-kelompok bentuk untuk menemukan sifat-sifat baru. Dalam tahap ini siswa ditantang untuk mendefinisikan perbedaan antar bangun agar siswa naik dari tahap satu ke tahap yang ke dua (Walle, 2008: 156).

Kegiatan pengajaran dalam geometri yang tepat untuk tahap 2 adalah (1) pembuatan dan pengujian hipotesis atau perkiraan, contohnya siswa mengidentifikasi tentang jumlah sisi segitiga yang bisa disebut juga sebagai segitiga sama sisi dan segitiga sama kaki. (2) siswa diminta untuk memperjelas bukti-bukti informal yang siswa dan guru usulkan. (3) menggunakan bahasa


(39)

19 deduksi informal, misalnya: jika…maka, bagaimana jika, semua, beberapa dan tidak satupun (Walle, 2008: 156).

2.1.1.5 Proses Kognitif

Taksonomi Bloom membagi proses kognitif pengetahuan menjadi enam tingkatan anak dari yang paling rendah ke yang paling tinggi yaitu (1) mengingat, yaitu proses mengambil pengetahuan dari memori jangka panjang, (2) memahami, yaitu proses mengkonstruksi makna dari materi pembelajaran termasuk apa yang diucapkan, ditulis, dan digambar oleh guru, (3) mengaplikasi, yaitu proses menerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu, (4) menganalisis, yaitu proses memecah-mecah materi jadi bagian-bagian penyusunnya dan menentukan hubungan-hubungan antar bagian itu dan hubungan antara bagian-bagian tersebut dan keseluruhan struktur atau tujuan, (5) mengevaluasi, yaitu mengambil keputusan berdasarkan kriteria dan atau standar, (6) mencipta, yaitu proses memadukan bagian-bagian untuk membentuk sesuatu yang baru dan koheren atau untuk membuat suatu produk yang orisinal (Anderson & Krathwohl, 2010: 100-102).

2.1.1.6 Mengingat dan Memahami

Apabila kita mengajar dan mengases siswa supaya mereka mempelajari suatu materi pelajaran dan mengingatnya selama sekian lama, berarti fokus kita mengarah pada satu kategori proses kognitif, yaitu mengingat. Apabila kita memperluas fokus, yakni mengembangkan pembelajaran untuk menumbuhkan dan mengases pembelajaran yang bermakna, kita harus mengembangkan proses-proses kognitif yang melampaui mengingat (Anderson & Krathwohl, 2010: 99).

Mengingat (Anderson & Krathwohl, 2010: 99) adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang. Pengetahuan yang dbutuhkan ini boleh jadi Pengetahuan Faktual, Konseptual, Prosedural, atau Metakognitif, atau kombinasi dari beberapa pengetahuan ini. Pengetahuan mengingat penting sebagai bekal untuk belajar yang bermakna dan


(40)

20 menyelesaikan masalah karena pengetahuan tersebut dipakai dalam tugas-tugas yang lebih komplek. Mengingat dapat dibagi dalam dua sub kecakapan yaitu:

1. Mengenali

Proses mengenali adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang untuk membandingkannya dengan informasi yang baru saja diterima. Dalam mengenali, siswa mencari di memori jangka panjang suatu informasi yang identik atau mirip sekali dengan informasi yang baru diterima (seperti terjadi dalam memori kerja).

2. Mengingat kembali

Proses mengingat kembali adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang ketika soalnya menghendaki demikian. Soalnya sering berupa pertanyaan. Dalam mengingat kembali, siswa mencari informasi di memori jangka panjang dan membawa informasi tersebut ke memori kerja untuk diproses. Istilah lain untuk mengingat kembali adalah mengambil. Siswa dikatakan memahami (Anderson & Krathwohl, 2010: 105) bila mereka dapat mengonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan ataupun grafis, yang disampaikan melalui pengajaran, buku, atau layar komputer. Siswa memahami ketika mereka menghubungkan pengetahuan “baru” dan pengetahuan lama mereka. Lebih tepatnya, pengetahuan yang baru masuk dipadukan dengan skema-skema dan kerangka-kerangka kognitif yang telah ada. Proses-proses kognitif dalam kategori Memahami meliputi menafsirkan, mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, membandingkan dan menjelaskan.

1. Menafsirkan

Menafsirkan terjadi ketika siswa dapat mengubah informasi dari satu bentuk ke bentuk lain. Menafsirkan berupa pengubahan kata-kata jadi kata-kata-kata-kata lain (misalnya, memparafrasakan), gambar dari kata-kata, kata-kata jadi gambar, angka jadi kata-kata, kata-kata jadi


(41)

21 angka, not balok jadi suara musik, dan semacamnya. Nama-nama lainnya adalah menerjemahkan, memparafrasakan, menggambarkan, dan mengklarifikasi.

2. Mencontohkan

Proses kognitif mencontohkan terjadi manakala siswa memberikan contoh tentang konsep atau prinsip umum. Mencontohkan melibatkan proses identifikasi ciri-ciri pokok dari konsep atau prinsip umum (misalnya, segitiga sama kaki harus mempunyai dua sisi yang sama panjang) dan menggunakan ciri-ciri ini untuk memilih atau membuat contoh (misalnya, siswa dapat memilih segitiga sama kaki dari tiga segitiga yang ditunjukkan). Nama-nama lain untuk mencontohkan adalah mengilustrasikan dan memberi contoh.

3. Mengklasifikasikan

Proses kognitif mengklasifikasikan terjadi ketika siswa mengetahui bahwa sesuatu (misalnya, suatu contoh) termasuk dalam kategori tertentu (misalnya, konsep atau prinsip). Mengklasifikasikan melibatkan proses mendeteksi ciri-ciri atau pola-pola yang “sesuai” dengan contoh dan konsep atau prinsip tersebut. Mengklasifikasikan adalah proses kognitif yang melengkapi proses mencontohkan. Nama-nama lain dari mengklasifikasikan adalah mengategorikan dan mengelompokkan.

4. Merangkum

Proses kognitif merangkum terjadi ketika siswa mengemukakan satu kalimat yang merepresentasikan informasi yang diterima atau mengabstraksaskan sebuah tema. Merangkum melibatkan proses membuat ringkasan informasi, misalnya makna suatu adegan drama, dan proses mengabstrasikan ringkasannya, misalnya menentukan tema atau poin-poin pokoknya. Nama-nama lain untuk merangkum adalah menggeneralisasi dan mengabstraksi.


(42)

22 5. Menyimpulkan

Proses kognitiif menyimpulkan menyertakan proses menemukan pola dalam sejumlah contoh. Menyimpulkan terjadi ketika siswa dapat mengabstraksikan sebuah konsep atau prinsip yang menerangkan contoh-contoh tersebut dengan mencermati ciri-ciri setiap contohnya dan, yang terpenting dengan menarik hubungan diantara ciri-ciri tersebut.

6. Membandingkan

Proses kognitif membandingkan melibatkan proses mendeteksi persamaan dan perbedaan antar dua atau lebih objek, peristiwa, ide, masalah, atau situasi seperti menentukan bagaimana suatu peristiwa terkenal (misalnya, skandal politik terbaru) menyerupai peristiwa yang kurang terkenal (misalnya, skandal politik terdahulu). Nama-nama lainnya adalah mengontraskan, memetakan, mencocokan. 7. Menjelaskan

Proses kognitif menjelaskan berlangsung ketika siswa dapat membuat dan menggunakan model sebab-akibat dalam sebuah sistem. Penjelasan yang lengkap melibatkan proses membuat model sebab-akibat, yang mencakup setap bagian pokok dari suatu sistem atau setiap peristiwa penting dalam rangkaian peristiwa. Nama lain dari menjelaskan adalah membuat model.

2.1.1.7 Kurikulum 2006

Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP Pasal 1, Ayat 15), dijelaskan bahwa kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan kurikulum 2006 dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memerhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (Sanjaya, 2009: 128).


(43)

23 Dalam pengembangannya, kurikulum 2006 tidak akan lepas dari ketetapan-ketetapan yang telah disusun pemerintah secara nasional. Artinya, walaupun daerah diberi kewenangan untuk mengembangkan kurikulum akan tetapi kewenangan itu hanya sebatas pada pengembangan operasionalnya saja; sedangkan yang menjadi rujukan pengembangannya itu sendiri ditentukan oleh pemerintah, misalnya jenis mata pelajaran beserta jumlah jam pelajarannya, isi dari setiap mata pelajaran itu sendiri, serta kompetensi yang harus dicapai oleh setiap mata pelajaran itu. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 36 Ayat 1, yang menjelaskan bahwa pengembangan kurikulum mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan Tujuan Pendidikan Nasional (Sanjaya, 2009: 128).

Sanjaya (2009: 130) menjabarkan bahwa kurikulum 2006 mempunyai karakteristik sendiri sebagai kurikulum. Karakteristik kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu (1) KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu, (2) KTSP adalah kurikulum yang berorientasi pada pengembangan individu. Hal ini dilihat dari prinsip-prinsip pembelajaran dalam KTSP yang menekankan pada aktivitas siswa untuk mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran melalui berbagai pendekatan (3) KTSP adalah kurikulum yang mengakses kepentingan daerah, yakni berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya, dan (4) KTSP merupakan kurikulum teknologis dilihat dari adanya standar kompetensi, kompetensi dasar yang kemudian dijabarkan pada indikator hasil belajar.

2.1.1.8 Matematika

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia (KTSP 2012). Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari Sekolah Dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut


(44)

24 diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Pendekatan pemecahan masalah dijadikan fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan masalah, membuat model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya (KTSP 2012).

Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika.

2.1.1.9 Geometri

Geometri adalah salah satu cabang tertua matematika dianut oleh beberapa kebudayaan kuno seperti India, Babilonia, Mesir dan Cina,serta Yunani (Jones dalam Mateya, 2008: 9). Budaya kuno mengembangkan bentuk geometri didasarkan pada hubungan antara panjang, luas dan volume dari benda-benda fisik. Dalam zaman kuno, geometri digunakan untuk mengukur tanah dan dalam pembangunan artefak budaya. Malkevitch (dalam Mateya, 2008:9) menyebutkan beberapa geometri tersebut sebagai berikut: geometri diferensial, geometri hiperbolik, Lobachevskia geometri, geometri proyektif, geometri berbentuk bulat panjang, geometri aljabar, Geometri Euclidean, geometri analitik, geometri pesawat, geometri Riemann, dinamis geometri dan koordinasi geometri. Perbedaan tipe geometri membuat geometri menjadi area pembelajaran penting dalam kurikulum matematika (Mateya, 2008:9).

1. Pentingnya Geometri dalam Area Pembelajaran Kurikulum Matematika

Seorang ahli matematika Inggris terkenal, Sir Christopher Zeeman, dikutip di Royal Society and Joint Mathematical Council, menjelaskan bahwa


(45)

25 "geometri terdiri cabang-cabang matematika yang mengeksploitasi intuisi visual (yang paling dominan dari indera kita) untuk mengingat teorema, memahami bukti, menginspirasi dugaan, memandang realitas, dan memberikan wawasan global". Tujuan pengajaran geometri (Royal Society and Joint Mathematical Council dalam Mateya, 2008: 10) adalah sebagai berikut:

a. untuk mengembangkan kesadaran spasial, intuisi geometris dan kemampuan untuk memvisualisasikan.

b. untuk memberikan pengalaman geometris dalam 2 dan 3 dimensi. c. untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan

untuk menggunakan geometri sifat dan teorema.

d. untuk mengembangkan keterampilan penerapan geometri melalui pemodelan dan pemecahan masalah konteks dunia nyata.

e. untuk mendorong pengembangan dan penggunaan dugaan, penalaran deduktif dan bukti.

f. untuk mengembangkan ICT yang berguna (teknologi komunikasi informasi) khususnya di konteks geometris.

g. untuk menimbulkan sikap positif terhadap matematika.

h. untuk mengembangkan kesadaran akan warisan sejarah dan budaya geometri di masyarakat, dan aplikasi kontemporer geometri.

France (dalam Mateya, 2008: 11) menegaskan bahwa kompetensi umum matematika siswa telah dikaitkan erat dengan pemahaman geometris mereka. Ini berarti bahwa pengetahuan geometris penting bagi siswa untuk memahami matematika pada umumnya. Sherard (dalam Mateya, 2008:11) menunjukkan bahwa geometri memiliki aplikasi penting untuk sebagian besar topik dalam Matematika. Akibatnya geometri memiliki dimensi pemersatu di seluruh kurikulum Matematika. Geometri adalah dasar untuk visualisasi untuk aritmatika, aljabar, dan konsep statistik.


(46)

26 2.1.1.10 Materi Pembelajaran

A. Luas Trapesium

1. Macam-macam trapesium

Trapesium adalah bangun segi empat yang memiliki sepasang sisi berhadapan sejajar. Trapesium ada beberapa macam (Hardi, 2009: 88).

Perhatikan macam-macam trapesium berikut ini!

Trapesium sama kaki trapesium siku-siku trapesium sembarang

2. Menghitung luas trapesium

Sebelum menghitung luas trapesium, perhatikan dahulu bagian-bagian trapesium berikut ini!

AB disebut sebagai sisi alas trapesium DC disebut sebagai sisi atas trapesium DA disebut sebagai tinggi trapesium

Sisi AB dan sisi DC adalah sisi-sisi yang sejajar. Sekarang, kita akan mencari luas trapesium.

Langkah-langkah untuk mencari luas trapesium di atas adalah sebagai berikut.


(47)

27

 Buatlah sebuah trapesium siku-siku dari kertas dengan tinggi t seperti pada gambar di atas.

 Potonglah trapesium tersebut tepat di tengah-tengah tinggi trapesium, sehingga didapat dua buah trapesium yang mempunyai tinggi t.

 Satukan kedua potongan trapesium tersebut sehingga menjadi sebuah persegi panjang dengan tinggi1/2t dan panjangnya adalah a + b.

 Luas daerah persegi panjang sama dengan luas daerah trapesium, yaitu × tinggi × (sisi atas + sisi alas)

 Sehingga luas daerah trapesium dirumuskan: L = × t × (sisi atas + sisi alas)

B. Luas Layang-layang

Bangun layang-layang berbentuk segi empat dengan dua pasang sisi yang berdekatan sama panjang.

Sisi AB sama panjang dengan sisi BC. Sisi AD sama panjang dengan sisi DC.

Layang-layang mempunyai dua diagonal, yaitu diagonal pertama (d1) dan diagonal kedua (d2). Kedua diagonal tersebut saling tegak lurus. Diagonal kedua (d2) membagi layang-layang menjadi dua bagian sama besar.


(48)

28 L = × d1 × d2 d1 : diagonal satu, d2 : diagonal dua

2.1.2. Penelitian yang Relevan

2.1.2.1 Penelitian-penelitian tentang geometri van Hiele

Anggarani (2010) meneliti tentang penggunaan teori van Hiele untuk meningkatkan tingkat dan kualitas berpikir siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran yang ditempuh siswa dalam mempelajari bangun datar melalui lima tahap (fase) pembelajaran menurut teori van Hiele, serta untuk mengetahui bagaimana tingkat dan kualitas berpikir siswa setelah melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan fase-fase dalam teori van Hiele. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas V SD Negeri Timbulharjo, Yogyakarta. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (i) siswa-siswa sudah bisa menempuh lima fase pembelajaran geometri menurut teori van Hiele yaitu fase informasi, fase orientasi terpadu, fase eksplisitasi, fase orientasi bebas, dan fase integrasi dengan baik dan sungguh-sungguh yang dilakukan secara bertahap. (ii) tingkat dan kualitas berpikir siswa dalam geometri meningkat setelah diadakan pembelajaran geometri berdasarkan teori pembelajaran van Hiele.

Liah (2014) meneliti efektivitas pembelajaran yang menggunakan teori van Hiele dalam pelajaran Matematika pada pokok bahasan kesebangunan. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuasi eksperimen dan data dianalisis secara kuantitatif. Peneliti membandingkan dua kelas yaitu kelas IX A dan IX C di SMP Budya Wacana Yogyakarta. Kelas eksperimen melakukan pembelajaran dengan menggunakan teori belajar van Hiele. Sedangkan kelas kontrol melakukan pembelajaran konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teori belajar van Hiele lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional dalam pembelajaran Matematika pada materi kesebangunan di SMP Budya Wacana Yogyakarta.


(49)

29 Halat (2008) meneliti tentang perbedaan level van Hiele dan gender pada guru magang SD dan guru matematika sekolah menengah. Penelitian ini dilakukan pada 125 guru magang SD dan 156 guru matematika sekolah menengah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan dan membandingkan tingkat penalaran dalam geometri guru magang SD dan guru matematika sekolah menengah. Peneliti memberikan tes kepada peserta yang disebut dengan van Hiele Geometry Test (VHGT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara guru magang SD dan guru magang matematika sekolah menengah berkaitan dengan penalaran bertahap dalam geometri. Penelitian juga menunjukkan bahwa ada perbedaan dengan mengacu pada tingkat berpikir van Hiele antara guru laki-laki dan perempuan pada guru magang matematika sekolah menengah namun tidak ada perbedaan tingakat berpikir van Hiele antara guru laki-laki dan perempuan pada guru magang SD.

2.1.2.2 Penelitian-penelitian tentang Kemampuan Mengingat dan Memahami

Pramudhita (2013) meneliti pengaruh penggunaan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada mata pelajaran IPA. Populasi dari penelitian ini adalah semua siswa kelas V SD BOPKRI Gondolayu, sampelnya adalah kelas V.1 sebagai kelompok kontrol dan kelas V.2 sebagai kelompok eksperimen. Pengumpulan data dilakukan dengan memberi soal pretest dan posttest yang terdiri dari 2 soal essai, yaitu soal pertama untuk kemampuan mengingat dan soal kedua untuk kemampuan memahami. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan metode inkuiri tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan dan memahami.

Marvialista (2013) meneliti pengaruh penggunaan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada mata pelajaran IPA. Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas IV SD Kanisius Kalasan sedangkan sampel untuk kelompok eksperimen adalah siswa kelas IVA dan


(50)

30 sampel untuk kelompok kontrol adalah siswa kelas IVB. Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan soal pretest dan posttest I dan posttest II. Hasil penelitian menunjukkan metode inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan mengingat dan memahami.

Gitawati (2012) meneliti pengaruh penggunaan metode mind map terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada pelajaran IPA. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V SDK Sengkan yang terdiri dari kelas VA sebanyak 24 orang sebagai kelompok eksperimen dan kelas VB sebanyak 24 orang sebagai kelompok kontrol. Instrumen penelitian terdiri dari 2 soal essai yang masing-masing terdiri dari aspek kognitif mengingat dan memahami. Teknik pengambilan datanya menggunakan pretest dan posttest pada kedua kelompok. Hasil penelitian menunjukkan metode mind map berpengaruh terhadap kemampuan mengingat dan memahami.

Berdasarkan penelitian terdahulu tentang model pembelajaran van Hiele dan proses kognitif, dapat dilihat bahwa model pembelajaran van Hiele berpengaruh positif terhadap variabel yang dipengaruhi, tetapi belum ada penelitian mengenai pengaruh penggunaan model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan mengingat dan memahami sehingga peneliti ingin membuat penelitian baru. Peneliti akan meneliti lebih lanjut pengaruh model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada konsep geometri mata pelajaran Matematika siswa kelas V SD yang dapat melengkapi atau memperkaya penelitian yang sudah ada.


(51)

31 Literature Map

Kemampuan mengingat dan memahami

Teori Van Hiele

Anggarani (2010)

Teori Van Hiele- tingkat dan kualitas berpikir siswa

Pramudhita (2013)

Mengingat dan Memahami-metode inkuiri

Marvialista (2013)

Mengingat dan Memahami-metode inkuiri Liah (2014)

Teori Van Hiele- efektifitas pembelajaran

Halat (2008)

Perbedaan level van Hiele dan gender pada guru

magang SD dan guru matematika sekolah

menengah

Gitawati (2012)

Mengingat dan Memahami-metode mind map

Yang akan diteliti

Teori Van Hiele-Kemampuan Mengingat dan


(52)

32 Gambar 2.2 Literature Map

2.2 Kerangka Berpikir

Siswa kelas lima SD berusia antara 10-11 tahun yang berada pada periode operasional konkret di mana anak belajar menggunakan alat indra dari benda konkret yang ada atau yang kerap mereka jumpai. Dengan menggunakan model pembelajaran van Hiele siswa dapat terlibat dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan tahapan berpikir mereka. Melalui proses ini, sedikit demi sedikit siswa akan berkembang secara utuh, baik pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Artinya, setiap siswa memperoleh kebebasan dalam menyelesaikan program pembelajarannya.

Mengingat adalah mengambil pengetahuan yang dibutuhkan dari memori jangka panjang. Pengetahuan yang dbutuhkan ini boleh jadi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, atau metakognitif, atau kombinasi dari beberapa pengetahuan ini. Siswa dikatakan memahami bila mereka dapat mengonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan ataupun grafis, yang disampaikan melalui pengajaran, buku, atau layar komputer. Siswa memahami ketika mereka menghubungkan pengetahuan “baru” dan pengetahuan lama mereka. Lebih tepatnya, pengetahuan yang baru masuk dipadukan dengan skema-skema dan kerangka-kerangka kognitif yang telah ada.

Dengan tahapan belajar sesuai teori van Hiele siswa dapat berpikir sesuai dengan tahapan berpikir dalam konteks geometri dan siswa dapat memahami pengerjaan atau memecahkan masalah geometri dalam matematika. Fitur yang paling menonjol dari model pembelajaran Van Hiele adalah hierarki lima tingkat dari cara dalam pemahaman ide-ide ruang. Tiap tingkatan menggambarkan proses pemikiran yang diterapkan dalam konteks geometri. Tingkatan-tingkatan tersebut menjelaskan tentang bagaimana kita berpikir dan


(53)

33 jenis ide-ide geometri apa yang kita pikirkan, bukannya berapa banyak pengetahuan yang kita miliki

Jika model pembelajaran van Hiele diterapkan pada mata pelajaran Matematika materi geometri untuk siswa kelas V, penerapan model pembelajaran van Hiele akan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis kategori mengingat dan memahami.

2.3 Hipotesis Penelitian

2.3.1 Penerapan model pembelajaran van Hiele berpengaruh terhadap kemampuan mengingat pada konsep geometri bangun datar dalam pelajaran matematika berpengaruh siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 2015/2016.

2.3.2 Penerapan model pembelajaran van Hiele berpengaruh terhadap kemampuan memahami pada konsep geometri bangun datar dalam pelajaran matematika berpengaruh siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta semester gasal tahun ajaran 2015/2016.


(54)

34 BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab III akan dibahas jenis penelitian, setting penelitian, populasi dan sampel, jadwal pengambilan data, variabel penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, uji validitas dan reliabilitas, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan jadwal penelitian.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

quasi-experimental tipe nonequivalent control group design. Bentuk desain

eksperimen ini merupakan pengembangan dari true experimental design, yang sulit dilaksanakan. Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen. Quasi-experimental design, digunakan karena pada kenyataannya sulit mendapatkan kelompok kontrol yang digunakan untuk penelitian (Sugiyono, 2014: 114). Kelompok kontrol dan kelompok eksperimen tidak dipilih secara random, karena peneliti tidak memiliki wewenang untuk merubah komposisi kelas, sehingga kelompok yang digunakan sesuai dengan kelas yang ada. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran van Hiele terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada konsep geometri bangun datar dalam pembelajaran Matematika kelas V.

Dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan eksperimen akan diberi

pretest dan posttest. Selanjutnya kelas eksperimen diberi perlakukan atau

treatment dengan menerapkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran van Hiele. Kelompok kedua yaitu kelas kontrol tidak diberi perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran van Hiele. Setelah diberikan perlakuan


(55)

35 dilakukan posttest pada masing-masing kelompok. Posttest untuk mengetahui pengaruh perlakuan atau treatment yang telah dilakukan pada kelas eksperimen. Hasil penelitian menggunakan pretest dan posttest atau pengaruh kausal dari intervensi dapat dihitung dalam tiga langkah : (1) kurangi skor pretest dari nilai posttest untuk kelompok eksperimen untuk menghasilkan skor 1; (2) kurangi skor pretest dari nilai posttest untuk kelompok kontrol untuk menghasilkan skor 2; dan (3) kurangi skor 2 dari skor 1 yang menghasilkan rumus (O2 - O1) – (O4 – O3). Jika hasilnya negatif maka efek kausal negatif atau tidak ada pengaruh dan sebaliknya jika hasilnya positif maka kausalnya positif atau ada pengaruh (Cohen,dkk, 2007: 277). Lebih jelasnya lagi adalah seperti pada gambar 3.1 berikut:

Gambar 3.1 Desain Penelitian

Keterangan :

X = Treatment yaitu model pembelajaran van Hiele O1 = Rerata skor pretest kelompok eksperimen O2 = Rerata skor posttest kelompok eksperimen O3 = Rerata skor pretest kelompok kontrol O4 = Rerata skor posttest kelompok kontrol

Garis putus-putus pada gambar di atas memisahkan baris pararel dalam diagram

nonequivalent control group design menunjukkan bahwa kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol tidak diacak oleh karena itu disebut dengan istilah non ekuivalen. Pada penelitian ini kelompok kontrol dan kelompok eksperimen ditentukan melalui proses undian.

O

1

X

O

2

……….


(1)

205

c. Kelompok Eksperimen (nilai t diambil dari paired samples t-test)

r = Persentasi efek perlakuan keseluruhan

r = R2 = r2 × 100%

r = R2 = 2 × 100%

r = R2 = 0.73 × 100%

r = R2 = 73%


(2)

206


(3)

207


(4)

208

Lampiran 5.2 Foto-foto Penelitian di SD Negeri Demangan Yogyakarta


(5)

209

Kelas Eksperimen


(6)

210

CURRICULUM VITAE

Puspa Dewi Damayanti merupakan anak kedua dari pasangan Antonius Agus Siswanto dan Maria Yohana Mudjiati. Lahir di Blitar pada tanggal 6 Maret 1994. Pendidikan awal dimulai di TK Yos Soedarso pada tahun 1999-2001. Kemudian melanjutkan pendidikan di SDK Yos Soedarso Blitar tahun 2001-2006. Pendidikan dilanjutkan ke jenjang sekolah menengah di SMPK 3 Yos Soedarso Blitar tahun 2006-2009. Pendidikan dilanjutkan di SMAK Diponegoro Blitar dan lulus pada tahun 2012. Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2012. Selama menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma, penulis telah mengikuti banyak kegiatan kemahasiswaan. Beberapa kegiatan diantaranya yaitu sebagai berikut.

No Nama Kegiatan Peran Tanggal/Tahun

1 Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa I Peserta 28-30 Januari 2013 2 Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa II Peserta 4-23 November 2013 3 Penguasaan Bahasa Inggris Aktif Peserta 25 Februari 2015 4 English Club Program For 4 Semester Peserta Agustus 2012 – Juli

2014 5 Kursus Pembina Pramuka Mahir Tingkat Dasar

(KMD) Peserta 14 – 19 Januari 2013

6 Inisiasi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

(INFISA) 2012 Peserta 1 – 2 September 2012

7 Inisiasi Sanata Dharma 2012 Peserta 27-29 Agustus 2012 8 Una Seminar and Workshop On Anti Bias

Curriculum and Teaching Peserta 4 Oktober 2012 9 Juara III Lomba Pembuatan Media Pembelajaran Juara III 30 November 212


Dokumen yang terkait

Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami mata pelajaran IPA siswa kelas V SD Negeri Cebongan Yogyakarta.

0 1 2

Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami mata pelajaran IPA siswa kelas V SD BOPKRI Gondolayu Yogyakarta.

0 0 199

Pengaruh penerapan model pembelajaran van hiele terhadap kemampuan mengevaluasi dan mencipta pada konsep geometri bangun datar dalam mata pelajaran Matematika siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta.

0 0 223

Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada pelajaran IPA siswa kelas V SD Sokowaten Baru Yogyakarta.

0 1 213

Pengaruh penerapan metode inkuiri pada mata pelajaran IPA terhadap kemampuan mengingat dan memahami kelas V SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta.

1 3 182

Pengaruh penerapan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV SD Sokowaten Baru Yogyakarta.

0 1 210

Pengaruh penerapan model pembelajaran van hiele terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada konsep geometri bangun datar dalam mata pelajaran Matematika siswa kelas V SD Negeri Demangan Yogyakarta.

0 1 225

Pengaruh penggunaan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada mata pelajaran IPA kelas V SD Kanisius Sorowajan-Yogyakarta.

0 0 192

Pengaruh penggunaan metode inkuiri terhadap kemampuan mengingat dan memahami pada mata pelajaran IPA kelas V SD Kanisius Sorowajan Yogyakarta

0 2 190

Pengaruh penggunaan model pembelajaran Van Hiele terhadap kemampuan memahami pada konsep geometri bangun datar dalam pelajaran matematika kelas V SD - USD Repository

0 8 257