Konsep Pengembangan Minapolitan Strategi Pengembangan Wilayah

Pemberian pakan sebaiknya pada pagi dan sore hari. Pakan alami dari ikan kerapu adalah ikan rucah potongan ikan dari jenis ikan tembang, dan lemuru. Benih kerapu yang baru ditebardapat diberi pakan pelet komersial. Untuk jumlah 1000 ekor ikan dapat diberikan 100 gr pelet per hari. Setelah ± 3-4 hari, pelet dapat dicampur dengan ikan rucah. Jenis hama yang potensial mengganggu usaha budidaya ikan kerapu dalam KJA adalah ikan buntal, burung, dan penyu. Sedang, jenis penyakit infeksi yang sering menyerang ikan kerapu adalah : a penyakit akibat serangan parasit, seperti : parasit crustacea dan flatworm, b penyakit akibat protozoa, seperti : cryptocariniasis dan broollynelliasis, c penyakit akibat jamur fungi, seperti : saprolegniasis dan ichthyosporidosis, d penyakit akibat serangan bakteri, e penyakit akibat serangan virus, yaitu VNN Viral Neorotic Nerveus. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjaga kualitas ikan kerapu yang dibudidayakan dengan KJA, antara lain : penentuan waktu panen, peralatan panen, teknik panen, serta penanganan pasca panen. Watu panen, biasanya ditentukan oleh ukuran permintaan pasar. Ukuran super biasanya berukuran 500 gr – 1000 gr dan merupakan ukuran yang mempunyai nilai jual tinggi. Panen sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari sehingga dapat mengurangi stress ikan pada saat panen. Peralatan yang digunakan pada saat panen, berupa : scoop, keranjang, timbangan, alat tulis, perahu, bak pengangkut dan peralatan aerasi. Teknik pemanenan yang dilakukan pada usaha budidaya ikan kerapu dalam KJA dengan metoda panen selektif dan panen total. Panen selektif adalah pemanenan terhadap ikan yang sudah mencapai ukuran tertentu sesuai keinginan pasar terutama pada saat harga tinggi, sedangkan panen total adalah pemanenan secara keseluruhan yang biasanya dilakukan bila permintaan pasar sangat besar atau ukuran ikan seluruhnya sudah memenuhi kriteria jual. Penanganan pasca panen yang utama adalah masalah pengangkutan sampai di tempat tujuan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar kesegaran ikan tetap dalam kondisi baik. Ini dilakukan dengan dua cara yaitu pengangkutan terbuka dan pengangkutan tertutup. Pengangkutan terbuka digunakan untuk jarak angkut dekat atau dengan jalan darat yang waktu angkutnya maksimal hanya 7 jam. Wadah angkutnya berupa drum plastik atau fiberglass yang sudah diisi air laut sebanyak ½ sampai ⅔ bagian wadah sesuai jumlah ikan. Suhu laut diusahakan tetap konstan selama perjalanan yaitu 19-21 C. Selama pengangkutan air perlu diberi aerasi. Kepadatan ikan sekitar 50 kg per wadah. Cara pengangkutan yang umum digunakan adalah dengan pengangkutan tertutup dan umumnya untuk pengangkutan dengan pesawat udara. Untuk itu, 1 kemasan untuk 1 ekor ikan dengan berat rata-rata 500 gr. c. Konstruksi Keramba Jaring Apung Untuk pembuatan rakit keramba, diperlukan rakit dapat dibuat dari bahan kayu, bambu atau besi yang dilapisi anti karat. Ukuran bingkai rakit biasanya 6 m x 6 m atau 8 m x 8 m. Untuk mengapungkan satu unit rakit, diperlukan pelampung yang berasal dari bahan drum bekas atau drum plastik bervolume 200 ltr, styreofoam dan drum fiberglass. Kebutuhan pelampung untuk satu unit rakit ukuran 6 m x 6 m yang dibagi 4 bagian diperlukan 8-9 buah pelampung dan 12 buah pelampung untuk rakit berukuran 8 m x 8 m. Bahan pengikat rakit bambu dapat digunakan kawat berdiameter 4-5 mm atau tali plastik polyetheline. Rakit yang terbuat dari kayu dan besi, pengikatannya menggunakan baut. Untuk mengikat pelampung ke bingkai rakit digunakan tali PE berdiameter 4-6 mm. Untuk menahan rakit agar tidak terbawa arus air, digunakan jangkar yang terbuat dari besi atau semen blok. Berat dan bentuk jangkar disesuaikan dengan kondisi perairan setempat. Kebutuhan jangkar per unit keramba minimal 4 buah dengan berat 25-50 kg yang peletakannya dibuat sedemikian rupa sehingga rakit tetap pada posisinya. Tali jangkar yang digunakan adalah tali plastikPE berdiameter 0,5 –1,0 inchi dengan panjang minimal 2 kali kedalaman perairan. Pembuatan jaring kantong, digunakan jaring yang dipergunakan dalam usaha budidaya ikan kerapu, sebaiknya terdiri dari dua bagian, yaitu : a kantong jaring luar yang berfungsi sebagai pelindung ikan dari serangan ikan- ikan buas dan hewan air lainnya. Ukuran kantong dan lebar mata jaring untuk kantong jaring luar lenih besar dari kantong jaring dalam; b kantong jaring dalam, yang dipergunakan sebagai tempat memelihara ikan. Ukurannya bervariasi dengan pertimbangan banyaknya ikan yang dipelihara dan kemudahan dalam penanganan dan perawatannya. Pemberat berfungsi untuk menahan arus dan menjaga jaring agar tetap simetris. Pemberat yang terbuat dari batu, timah atau beton dengan berat 2 –5 kg per buah, dipasang pada tiap- tiap sudut keramba jaring. Konstruksi keramba jaring apung untuk ikan kerapu dapat dilihat pada Lampiran 1. d. Analisis Pasar Potensi dan peluang pasar hasil laut dan ikan cukup baik. Pada tahun 1994, impor dunia hasil perikanan sekitar 52,49 juta ton. Indonesia termasuk peringkat ke-9 untuk ekspor ikan dunia. Permintaan ikan pada tahun 2010 diperkirakan akan mencapai 105 juta ton. Disamping itu, peluang dan potensi pasar dalam negeri juga masih baik. Total konsumsi ikan dalam negeri tahun 2001 sekitar 46 juta ton dengan konsumsi rata-rata 21,71 kgkepalatahun. Dengan elastisitas harga 1,06 berarti permintaan akan ikan tidak akan banyak berubah dengan adanya perubahan harga ikan. Tingkat konsumsi ikan bagi penduduk NTT pada tahun 2004 mencapai sekitar 17,14 kgkapita yang baru mencapai sekitar 68,56 dari standar konsumsi ikan nasional yaitu 25 kg. Negara yang menjadi tujuan ekspor ikan kerapu adalah Hongkong, Taiwan, China, dan Jepang. Harga ikan kerapu di tingkat pembudidaya untuk tujuan ekspor telah mencapai US33 per kg. Ikan kerapu yang berukuran kecil 4-5 cm sebagai ikan hias laku dijual dengan harga Rp7.000,00 per ekor sedang untuk ikan konsumsi dengan ukuran 400-600 grekor laku dijual dengan harga Rp70.000,00 per kg untuk kerapu macan dan Rp300.000,00 per kg untuk kerapu bebek atau kerapu tikus harga tahun 2001. Dalam analisis ini, tingkat harga jual digunakan harga pasaran saat ini yaitu sebesar Rp317.000,00 per kg untuk kerapu tikus. Dengan tingginya permintaan dan harga jual ikan kerapu, maka usaha budidaya ikan kerapu ini diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan devisa negara melalui hasil ekspor.

2.3.2 Budidaya Rumput Laut

Pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia dirintis sejak tahun 1980-an dalam upaya merubah kebiasaan penduduk pesisir dari pengambilan sumberdaya alam ke arah budidaya rumput laut yang ramah lingkungan dan usaha budidaya ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pembudidaya juga dapat digunakan untuk mempertahankan kelestarian lingkungan perairan pantai Ditjenkan, 2005. Pengembangan budidaya rumput laut merupakan salah satu alternatif pemberdayaan masyarakat pesisir yang mempunyai keunggulan dalam hal : 1 produk yang dihasilkan mempunyai kegunaan yang beragam, 2 tersedianya lahan untuk budidaya yang cukup luas serta 3 mudahnya teknologi budidaya yang diperlukan. Rumput laut merupakan ganggang yang hidup di laut dan tergolong dalam divisio thallophyta. Keseluruhan dari tanaman ini merupakan batang yang dikenal dengan sebutan thallus, bentuk thallus rumput laut ada bermacam- macam ada yang bulat seperti tabung, pipih, gepeng, bulat seperti kantong, rambut dan lain sebagainya. Thallus ini ada yang tersusun hanya oleh satu sel uniseluler atau banyak sel multiseluler. Percabangan thallus ada yang thallus dichotomus dua-dua terus menerus, pinate dua-dua berlawanan sepanjang thallus utama, pectinate berderet searah pada satu sisi thallus utama dan ada juga yang sederhana tidak bercabang. Sifat substansi thallus juga beraneka ragam ada yang lunak seperti gelatin gelatinous, keras diliputi atau mengandung zat kapur calcareous, lunak bagaikan tulang rawan cartilagenous, berserabut spongeous dan sebagainya Soegiarto et al., 1978. Sejak tahun 1986 sampai sekarang jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan di Kepulauan Seribu adalah jenis Eucheuma cottonii. Rumput laut jenis Eucheuma cottonii ini juga dikenal dengan nama Kappaphycus alvarezii. Menurut Dawes dalam Kadi dan Atmadja 1988 bahwa secara taksonomi rumput laut jenis Eucheuma dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Divisio : Rhodophyta Kelas : Rhodophyceae Ordo : Gigartinales Famili : Solieriaceae Genus : Eucheuma Spesies : Eucheuma cottonii Genus Eucheuma merupakan istilah popular di bidang niaga untuk jenis rumput laut penghasil karaginan. Nama istilah ini resmi bagi spesies Eucheuma yang ditentukan berdasarkan kajian filogenetis dan tipe karaginan yang terkandung di dalamnya. Jenis Eucheuma ini juga dikenal dengan Kappaphycus Doty, 1987. Ciri-ciri Eucheuma cottonii adalah thallus dan cabang-cabangnya berbentuk silindris atau pipih, percabangannya tidak teratur dan kasar sehingga merupakan lingkaran karena ditumbuhi oleh nodulla atau spine untuk melindungi gametan. Ujungnya runcing atau tumpul berwarna coklat ungu atau hijau kuning. Spina Eucheuma cottonii tidak teratur menutupi thallus dan cabang-cabangnya. Permukaan licin, cartilaginous, warna hijau, hijau kuning, abau-abu atau merah. Penampakan thallus bervariasi dari bentuk sederhana sampai kompleks Ditjenkan Budidaya, 2004. Secara umum di Indonesia, budidaya rumput laut dilakukan dalam tiga metode penanaman berdasarkan posisi tanaman terhadap dasar perairan. Ketiga budidaya tersebut adalah metode dasar bottom method, metode lepas dasar off-bottom method, dan metode apung floating methodlongline. Namun dalam penelitian ini, metode longline yang dipakai oleh nelayanpembudidaya di Kabupaten Kupang. Metode tali panjang long line method pada prinsipnya hampir sama dengan metode rakit tetapi tidak menggunakan bambu sebagai rakit, tetapi menggunakan tali plastik dan botol aqua bekas sebagai pelampungnya. Metode ini dimasyarakatkan karena selain lebih ekonomis juga bisa diterapkan di perairan yang agak dalam. Keuntungan metode ini antara lain: 1 tanaman cukup menerima sinar rnatahari, 2 tanaman lebih tahan terhadap perubahan kualitas air, 3 terbebas dari hama yang biasanya menyerang dari dasar perairan, 4 pertumbuhannya lebih cepat, 5 cara kerjanya lebih mudah, 6 biayanya lebih murah, dan 7 kualitas rumput laut yang dihasilkan baik. Saat ini para petaninelayan di perairan NTT umumnya mengembangkan usaha budidaya rumput laut Eucheuma sp. dengan metode tali panjang, dan tentunya metode ini dapat diterapkan dan dikembangkan oleh petaninelayan di wilayah lain di Indonesia. Persiapan pembuatan kontruksinya yang meliputi persiapan lahan dan peralatan sebagai berikut : pada budidaya rumput laut metode tali panjang biasanya dilakukan dengan menggunakan tali PE. Ada 4 empat nomor jenis tali PE yang digunakan yaitu tali induk PE 10 mm, tali jangkar PE 8 mm, tali bentangan PE 5 mm dan tali ris simpul PE 2 mm. Untuk metode tali panjang longline digunakan tali PE 10 mm sepanjang 100 m yang pada kedua ujungnya diberi jangkar dan pelampung besar. Setiap 25 m diberi tali PE 8 mm sebagai tali bantu jangkar pada setiap sisi dan diberi pelampung utama yang terbuat dari drum plastik atau styrofoam. Konstruksi rumput laut dengan sistem longline dapat dilihat pada Lampiran 1. Tali bentangan diberi floatting ball pelampung botol aqua 600 ml dan pada setiap jarak 10 m. Tali bentang PE 5 mm sepanjang 30 m terdiri dari 120 titik simpul tali ris PE 2 mm dan jarak antara tali simpul ris setiap rumpun ± 25 cm. Untuk pemilihan bibit, dipilih bibit rumput laut yang bercabang banyak dan rimbun, tidak terdapat bercak, tidak terkelupas, dan warna spesifik cerah, umur hari dan berat bibit 200 gr per rumpun; sedangkan untuk penanganan bibit, bibit sebaiknya dikumpulkan dari perairan pantai sekitar lokasi dan jumlahnya sesuai dengan kebutuhan. Saat mengangkut bibit sebaiknya bibit tetap terendam di dalam air laut atau dimasukkan ke dalam kotak karton berlapis plastik. Bibit