Kebijakan Operasional Development of marine culture-based minapolitan model in Kupang Regency

Marimin. 2005. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo. Jakarta. Meadows, D.H. 1985. The Electronic Oracle: Computer Model and Social Decision, Chichester, John Wiley. New York. Muhammadi, E. Aminullah, dan B. Soesilo. 2001. Analisis Sistem Dinamis, Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen. UMJ Press. Jakarta. 414hal. Myrdal, G. 1975. Economic Theory and Under-development Regions. London: Duckworth. Pitcher and Priekshot. 2001. Rapfish: A Rapid Appraisal Technique to Evaluate The Sustainability Status of Fisheries Research 493: 225-270. Porter, M. 2000. Location, Competition, and Economic Development: Local Clusters in a Global Economy. Economic Development Quarterly, 141: 15- 34, February 2000. Harvard Bussiness School Press. Boston, MA. Postel, S. 1989. Halting land degradation. Pages 21 -40 in L. Brown, A. Durning, C. Flavin, L. Heise, J. Jacobson, S. Postel, M. Renner, C. P. Shea, and L. Starke, eds. State of the World 1989. Norton, New York. Pranoto, Sugimin. 2005. Pembangunan Perdesaan Berkelanjutan Melalui Model Pengembangan Agropolitan. Disertasi Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 293hal. Price, D.1999. Carrying Capacity Reconsidered. Populat. Environ. 21 1, 5 –26. Program Pascasarjana IPB. Purwanto, 2003, Pengelolaan Sumberdaya Perikanan, Direktorat Jendral Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Radarwati, Siti. 2010. Pengelolaan Perikanan Tangkap Berkelanjutan Di Perairan Jakarta, Provinsi DKI Jakarta. Ringkasan Disertasi Sidang Terbuka Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Radiarta, I. Ny., S. E. Wardoyo., B. Priyono dan O. Praseno. 2003. Aplikasi Sistem Informasi Geografis untuk Penentuan Lokasi Pengembangan Budidaya Laut di Teluk Ekas, NTB. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Jakarta. Vol 9 No.1, hal 67 – 71. Rauf, A. 2008. Pengembangan Terpadu Pemanfaatan Ruang Kepulauan Tanakeke Berbasis Daya Dukung. Disertasi Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 211hal. Robert, N. 1983. Introduction for Computer Simulation: A System Dinamics Modelling Approach. Addison-Wesley Publishing Company. Massachusetts. Romimohtarto, K. 2003. Kualitas Air dalam Budidaya Laut. [www.fao.orgdocrepfield003] Roughgarden, J. 1979. Theory of Population Genetics and Evolutionary Ecology: An Introduction. Macmillan, New York. Rustam. 2006. Budidaya Teripang. Pelatihan Budidaya Laut. Coremap Fase II Kabupaten Selayar. Yayasan Mattirotasi. Makassar. Saaty, T.L. 1993. Pengambilan Keputusan bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks terjemahan. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta. 270 hal. Saksono, H. 2008. Kajian Pembangunan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Berbasis Industri Perikanan. Disertasi Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Saxena J.J.P, Sushil and Vrat, P. 1992. Hierarchy and Classification of Program Plan Elements using Interpretative Structural Modelling. System Practice, Vol. 5 6, 651:670. Soegiarto, A; W.S Sulistijo; dan H. Mubarak. 1978. Rumput Laut Alga : Manfaat, Potensi dan Usaha Budidaya. PT Pustaka Binaman Presindo. Jakarta. Soegiarto, A. 1984. Oseannologi di Indonesia : Prospek dan Problem Usaha Pengembangan Sumberdaya Alam Lautan dan Wilayah Pesisir. Lembaga Oseanologi Nasional – LIPI. Jakarta. Soekartawai. 1986. Ilmu Usaha Tani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Subandar, A. 1999. Potensi Teknik Evaluasi Multi Kriteria dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup. Jurnal Sains dan Teknologi Vol.1 No.5 Agustus 1999. Sunyoto, P. 2000. Pembesaran Kerapu dengan Keramba Jaring Terapung. PT. Penebar Swadaya. Depok. Supriharyono, 2000, Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang, Pn. Djambatan, Jakarta. Susilo, S. B. 2003. Keberlanjutan Pembangunan Pulau-pulau Kecil Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Disertasi Sekolah Pascasarjana. IPB. Bogor. 211hal. Thamrin. 2009. Model Pengembangan Kawasan Agropolitan Secara Berkelanjutan Di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat – Malaysia. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 289hal. Undang-undang RI No. 25 Tahun 2000. Program Pembangunan Nasional Propenas. 143 Hal. [http:legislasi.mahkamahagung.go.id] Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Undang-Undang RI No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Undang-Undang RI No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang RI No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika Edisi Ke-3. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 515hal. Wibisono, M. S. 2005. Pengantar Ilmu Kalautan. Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Winanto, Tj. 2004. Memproduksi Benih Tiram Mutiara. Penebar Swadaya, Jakarta. LAMPIRAN Lampiran 2 lanjutan Kriteria dan matriks kesesuaian perairan untuk kegiatan budidaya keramba jaring apung DKP, 2002 Variabel Kisaran Angka penilaian A Bobot B Skor A×B Sumber Penilaian 1 2 3 4 5 6 Kecepatan Arus cmdt 20 – 50 10 – 19 51 – 75 10 75 5 3 1 3 15 9 3 Gufron Kordi 2005; DKP 2002 MPT mgl 25 25 – 50 50 5 3 1 3 15 9 3 KepMen LH No. 512004 Kedalaman Perairan m 15 – 25 5 – 15 26 – 50 5 35 5 3 1 3 15 9 3 DKP 2002; Radiarta et al. 2003 Material Dasar Perairan Berpasir Pecahan Karang Pasir Berlumpur Lumpur 5 3 1 2 10 6 2 Radiarta et al. 2003 Oksigen Terlarut mgl 6 4 – 6 4 5 3 1 2 10 6 2 Bakosurtanal 1996; Wibisono 2005 Kecerahan Perairan m 5 3 – 5 3 5 3 1 2 10 6 2 DKP 2002; Radiarta et al. 2003 Suhu C 28 – 30 25 – 27 31 – 32 25 32 5 3 1 2 10 6 2 DKP 2002; Romimohtarto 2003 Salinitas gkg 30 – 25 20 – 29 20 35 5 3 1 2 10 6 2 Radiarta et al. 2003; SNI 01- 6487.3-2000 Kepadatan Fitoplankton sell 15.000 5.10 5 2000 – 15.000 5.10 5 -10 6 2000 10 6 5 3 1 1 5 3 1 Basmi 2000; Wiadnyana 1998 dalam Haumau 2005 Klorofil-a mgl 10 4 – 10 4 5 3 1 1 5 3 1 Effendi 2003 pH 6,5 – 8,5 4 – 6,4 8,5 – 9 4 9,5 5 3 1 1 5 3 1 Romimohtarto 2003 Fosfat mgl 0,2 – 0,5 0,6 – 0,7 0,2 0,8 5 3 1 1 5 3 1 Bakosurtanal 1996; Romimohtarto 2003 Nitrat mgl 0,9 – 3,2 0,7 – 0,8 3,3 – 3,4 0,7 3,4 5 3 1 1 5 3 1 DKP 2002; KepMen LH No. 512004 Total Skor 120 Keterangan : 1. Angka penilaian berdasarkan petunjuk DKP 2002, yaitu : 5 : baik, 3 : sedang, 1 : kurang 2. Bobot berdasarkan pertimbangan pengaruh variabel dominan 3. Skor adalah Lampiran 2 lanjutan Kriteria dan matriks kesesuaian perairan untuk kegiatan budidaya tiram mutiara DKP, 2002 Variabel Kisaran Angka penilaian A Bobot B Skor A×B Sumber Penilaian 1 2 3 4 5 6 Kecepatan Arus cmdt 15 – 25 10 – 15 25 – 30 10 30 5 3 1 3 15 9 3 DKP 2002 MPT mgl 25 25 – 50 50 5 3 1 3 15 9 3 KepMen LH No. 512004 Kedalaman Perairan m 10 – 20 21 – 30 10 30 5 3 1 3 15 9 3 Radiarta et al. 2003 Kepadatan Fitoplankton sell 15.000 5.10 5 2000 – 15.000 5.10 5 -10 6 2000 10 6 5 3 1 3 15 9 3 Basmi 2000; Wiadnyana 1998 dalam Haumau 2005 Material Dasar Perairan Berkarang Pasir Pasir Berlumpur 5 3 1 2 10 6 2 DKP 2002; Winanto 2004 Oksigen Terlarut mgl 6 4 – 6 4 5 3 1 2 10 6 2 Bakosurtanal 1996; Wibisono 2005 Kecerahan Perairan m 4,5 – 6,5 3,5 – 4,4 6,6 – 7,7 3,5 .7,7 5 3 1 2 10 6 2 DKP 2002; Romimohtarto 2003 Salinitas gkg 32 – 35 28 – 31 36 - 38 25 32 5 3 1 2 10 6 2 Radiarta et al. 2003; DKP 2002 Suhu C 28 – 30 25 – 27 31 – 32 25 32 5 3 1 2 10 6 2 DKP 2002; Winanto 2004 Klorofil-a mgl 10 4 – 10 4 5 3 1 1 5 3 1 Effendi 2003 pH 7 - 8 5 - 6 8 – 9 5 9 5 3 1 1 5 3 1 Bakosurtanal 1996; DKP 2002; Winanto 2004 Fosfat mgl 0,2 – 0,5 0,6 – 0,7 0,2 0,8 5 3 1 1 5 3 1 Bakosurtanal 1996; Romimohtarto 2003 Nitrat mgl 0,25 – 0,66 0,9 – 3 0,25 3,0 5 3 1 1 5 3 1 DKP 2002; Winanto 2004 Total Skor 130 Keterangan : 1. Angka Penilaian berdasarkan petunjuk DKP 2002, yaitu : 5 : baik, 3 : sedang, 1 : kurang 2. Bobot berdasarkan pertimbangan pengaruh variabel dominan 3. Skor adalah Lampiran 2 lanjutan Kriteria dan matriks kesesuaian perairan untuk kegiatan budidaya teripang DKP, 2002 Variabel Kisaran Angka penilaian A Bobot B Skor A×B Sumber Penilaian 1 2 3 4 5 6 Keterlindungan Perairan Terlindung Kurang Terlindung Terbuka 5 3 1 3 15 9 3 Sutaman 2003 dalam Coremap 2008 Kecepatan Arus cmdt 20 – 30 10 – 20 30 – 40 10 40 5 3 1 3 15 9 3 Kedalaman Perairan m 0,5 – 1 1 – 1,5 1,5 5 3 1 3 15 9 3 Kecerahan Perairan m 0,5 – 1 1 – 1,5 1,5 5 3 1 3 15 9 3 Material Dasar Perairan Landai, PBPK Agak Landai, PBPK Terjal, PBPK 5 3 1 3 15 9 3 Salinitas gkg 28 – 30 30 – 33 28 33 5 3 1 2 10 6 2 Suhu C 24 – 30 31 –33 24 33 5 3 1 2 10 6 2 Oksigen Terlarut mgl 4 – 6 7 –8 8 5 3 1 2 10 6 2 pH 6,5 – 7,0 7,1 – 8,5 6,5 8,5 5 3 1 2 10 6 2 Keberadaan Lamun Banyak Sedikit Tidak ada 5 3 1 1 5 3 1 Tingkat Pencemaran Nol Sedikit Banyak 5 3 1 1 5 3 1 Ketersediaan Benih Alami Ada dan Dekat Ada dan Jauh Tidak Ada 5 3 1 1 5 3 1 Total Skor 130 Keterangan : PBPK = PasirBerlumpurPecahan Karang No Kisaran Nilai Skor 1 Tingkat Kesesuaian 2 EvaluasiKesimpulan 1 85 – 100 S1 Sangat sesuai 2 75 – 84 S2 Sesuai 3 65 – 74 S3 Sesuai bersyarat 4 65 N Tidak sesuai Keterangan : 1 : Rekomendasi DKP 2002 2 : Bakosurtanal 1996 Lampiran 3 Luas wilayah kabupaten kupang per kecamatan tahun 2009 BPS Kabupaten Kupang, 2010 Kecamatan Luas wilayah Km 2 Persentase 1 2 3 01. Semau 122,98 2,26 02. Semau Selatan 100,85 1,86 03. Kupang Barat 136,50 2,51 04. Nekamese 133,18 2,45 05. Kupang Tengah 96,64 1,78 06. Taebenu 125,69 2,31 07. Amarasi 164,78 3,03 08. Amarasi Barat 189,11 3,48 09. Amarasi Selatan 156,61 2,88 10. Amarasi Timur 175,00 3,22 11. Kupang Timur 207,69 3,82 12. Amabi Oefeto Timur 246,38 4,54 13. Amabi Oefeto 150,12 2,76 14. Sulamu 304,63 5,61 15. Fatuleu 346,26 6,38 16. Fatuleu Barat 457,25 8,42 17. Fatuleu Tengah 92,48 1,70 18. Takari 545,60 10,05 19. Amfoang Selatan 575,70 10,60 20. Amfoang Barat Daya 202,84 3,74 21. Amfoang Utara 129,64 2,39 22. Amfoang Barat Laut 318,59 5,87 23. Amfoang Timur 452,71 8,34 24. Amfoang Tengah - - Jumlah 5.431,23 100,00 Sumber data : Badan pertanahan nasional Kabupaten Kupang. Data Amfoang Tengah masih tergabung dengan Amfoang Selatan. Lampiran 4 Nama dan arti pulau-pulau kecil di Kabupaten Kupang DKP Kabupaten Kupang, 2008 Kecamatan Nama Di Daerah Nama yang Disepakati Arti Nama Sejarah Nama Bahasa Daerah Letak Keterangan Lintang Bujur 1. Semau 1.Semau 1.Semau Se=satu, mau=kemauan - Helong 10 o 14’00’’ 123 o 23’30” terdapat 2 kec: Semau dan Semau Selatan BP, Potensi mutiara, rumput laut, jambu mente, perikanan tangkap 2. Kambing 2. Kambing - - - 10 o 14’24’’ 123 o 26’10” TBP, bervegetasi rumput, kering 3. Kera 3. Kera Sejenis timba yg terbuat dari daun lontar Dulu ada perahu tenggelam, alat timba kerahaik terdampar di pulau itu dinamai kera Rote 10 o 05’22’’ 123 o 32’23” BP, 46 KK Potensi pariwisata, berpantai pasir, Luas 48 Ha 4. Batu Ina 4. Batu Ina Inang=induk - Helong 10 o 14’06’’ 123 o 24’42” TBP, bervegetasi rumput, kering 2. Semau Selatan 5. Tabui 5. Tabui Tampakkelihatan - Helong 10 o 18’41’’ 123 o 16’42” TBP, bervegetasi rumput, kering 6. Merah 6. Merah Pulaunya ber- warna merah - Helong 10 o 19’33’’ 123 o 20’36” TBP, bervegetasi rumput, kering 3. Nekamese - 7. Fatumeo Fatu=batu, Meo=kucing pengintai ikan Saat surut tempat mengintip ikan Timor 10 o 21’28’’ 123 o 35’59” TBP, Batu - 8 .Fatupene Fatu=batu, Pene=melihat Tempat melihat orang berlayar Timor 10 o 22’20’’ 123 o 36’42” TBP, Batu - 9. Fatusnasat Fatu=batu, Snasat=pemberhe ntian Tempat persinggahan nelayan Timor 10 o 20’33’’ 123 o 34’23” TBP, Batu 7. Fatunai 10. Fatunai Batu laki-laki - Timor 10 o 20’12’’ 123 o 34’12” TBP, Karang 8. Fatufeu 11. Fatufeu Fatu=batu, feu=baru - Timor 10 o 20’39’’ 123 o 34’30” TBP, Karang 9. Fatuatoni 12. Fatuatoni Fatu=batu, atoni=manusia - Timor 10 o 20’50’’ 123 o 35’19” TBP, Karang 2 5 1 10. Pan Apot 13. Pan Apot Pan=ujung Apot=bunyi - Timor 10 o 20’52’’ 123 o 35’24” TBP, Karang - 14. Fatu Tanjung perahu Fatu=batu, Batu yg terletak di Tanjung Perahu Timor 10 o 21’23’’ 123 o 40’44” TBP, Batu 4. Amarasi Barat 11.Tubuafu 15.Tubuafu Tubu=gunung Afu=abu - - 10 o 21’40’’ 123 o 41’18” TBP, Batu 5. Sulamu 12. Burung 16. Burung Tempat berkumpulnya burung - - 10 o 01’30’’ 123 o 39’07” TBP, tempat penangkapan ikan 13. Tikus 17. Tikus Mirip tikus Dulu banyak dihuni tikus - 10 o 03’06’’ 123 o 36’45” TBP, karang bervegetasi, tempat penangkapan ikan 6. Fatuleu Barat - 18. Fatubnao Fatu=batu Bnao=kapal Dulu, saat perang ada kapal rusak disitu dan untuk mengenang peris- tiwa itu, batu itu dinamai batu kapal - 09 o 42’32’’ 123 o 40’52” TBP, karang Luas 0,4 Ha 7. Amfoang B. Daya - 19. Batu Tan- jung mas Batu di dekat Tanjung mas - Sabu 09 o 37’39’’ 123 o 40’35” TBP, karang - 20. Batu Hitam Batu berwarna hitam - Sabu 09 o 36’14’’ 123 o 42’10” TBP, karang 8. Amfoang Timur 14. Batek 21. Batek - Timor 10 o 15’25’’ 123 o 59’37” Pulau terluar, BP tidak tetap, Luas 14,5 Ha, ada mercusuar, helipad, pos TNI. Dulu bernama Fatusinai artinya batu sedih 2 5 2 Lampiran 5 Sebaran desakelurahan pesisir di Kabupaten Kupang No Kecamatan DesaKelurahan Pesisir 1 Semau Uitao, Bokonusan, Otan, Hansisi, Huilelot, Letbaun, Batuinan 2 Semau Selatan Akle, Uitiuhana, Onansila, Uitiuhtuan, Nalekan, Uiboa 3 Kupang Barat Lifuleo, Tesabela, Kuanheum, Nitneo, Bolok, Tablolong, Oematnunu, Sumlili, Oenaek 4 Nekamese Tasikona, Bone, Oepaha 5 Kupang Tengah Tarus, Tanah Merah, Mata Air, Oebelo, Noelbaki 6 Kupang Timur Nunkurus, Merdeka, Babau, Tuapukan, Oelatimo 7 Sulamu Sulamu, Pitai, Panti, Bantulan, Pantai Beringin, Oeteta, Bipolo 8 Amarasi Selatan Sahraen, Buraen, Retraen 9 Amarasi Timur Pakubaun, Enoraen 10 Amarasi Barat Merbaun, Erbaun 11 Fatuleu Barat Poto, Nuataus 12 Amfoang Barat daya Manubelon, Bioba Baru 13 Amfoang Barat Laut Soliu 14 Amfoang Utara Afoan, Naikliu, Bakuin, Kolabe, Lilmus 15 Amfoang Timur Nunuanah, Kifu, Netemnanu Utara, Netemnanu Selatan Jumlah 15 kecamatan 64 desakelurahan pesisir Lampiran 6 Karakteristik pantai dan laut, serta luasan ekosistemnya DKP, Kabupaten Kupang, 2008 No Kecamatan Panjang Grs Pantai km Karakteristik Perairan Ekosistem Pantai dan Laut Keterangan Pulau Kecil, dll Trmb Krg ha Lamun ha Mangrove ha 1 Semau 98,25 Pasir, karang 50 - 220 - P.Kera - P.Kambing 2 Semau Selatan Pasir, karang - P.Merah - P.Tabui 3 Kupang Barat 25,00 Pasir, karang 600 640 153,1 - 4 Nekamese 12,50 Pasir, kerikil 22 223 - - pulau kecil 8 pulau 5 Kupang Tengah 14,50 Pasir berkerikil, lumpur - - 4,7 - 6 Amarasi Barat 23,00 Karang, pasir - P.Tubuafu 7 Amarasi Selatan Pasir, karang - 8 Amarasi Timur Pasir, lumpur - 9 Kupang Timur 4,50 Lumpur berpasir, lumpur - - 3.839,5 - 10 Sulamu 95,00 Berpasir, lumpur, dan berkarang - 27 470 - P.Burung - P.Tikus 11 Fatuleu Barat 25,50 Pasir, karang - Pulau Kecil 1 pulau 12 Amfoang B. Daya Pasir, lumpur, karang - - Pulau Kecil 2 pulau 13 Amfoang Utara Pasir, Karang - - 14 Amfoang B. Laut Pasir, lumpur, karang - - 15 Amfoang Timur Pasir, lumpur, karang - - P. Batek Keterangan : data tidak tersedia data masih digabung Kecamatan Semau Lampiran 7 Potensi dan sebaran jenis ikan dan non ikan dominan yang tertangkap DKP Kabupaten Kupang, 2008 No Kecamatan Potensi dan Jenis Ikannon ikan Dominan Pelagis Besar Pelagis Kecil Demersal Non ikan 1 2 3 4 5 6 1 Semau Tongkol, tuna Tembang, kembung, peperek, ikan terbang - Cumi-cumi, Ubur-ubur, teripang 2 Semau Selatan Tongkol, tuna Tembang, kembung, peperek, ikan terbang Kakap Cumi-cumi, Ubur-ubur, teripang 3 Kupang Barat Tongkol Tembang, julung- julung, peperek Ek.kuning, kpl.batu Udang, Lobster, Cumi- cumi, Ubur- ubur, teripang 4 Nekamese Cakalang Selar, layang Ek.kuning, kepala batu - 5 Kupang Tengah - Teri, selar, tembang, layang, julung-julung - Udang, teripang, kepiting 6 Amarasi Barat Cucut, cakalang Tembang, Ekor kuning Udang, lobster, teripang 7 Amarasi Selatan Cucut Tembang, ikan terbang - Lobster 8 Amarasi Timur Cucut Tembang, teri, ikan terbang - Udang, kepiting 9 Kupang Timur - Teri, belanak, tembang - Udang, teripang, kepiting 10 Sulamu Tongkol Tembang, teri, peperek Ekor kuning, kepala batu Udang, kepiting 11 Fatuleu Barat - Tembang, teri, ikan terbang - - 12 Amfoang B. Daya - Tembang, teri, ikan terbang - - 13 Amfoang Utara Cakalang Tembang, teri, ikan terbang - - 14 Amfoang B. Laut Cakalang Tembang, teri, ikan terbang - - 15 Amfoang Timur Cakalang Tembang, teri, ikan terbang - Kepiting Lampiran 8 Potensi dan pemanfaatan areal budidaya laut sd tahun 2005 DKP Kabupaten Kupang, 2008 No. Kecamatan Potensi ha Dimanfaatkan ha Produksi ton Jenis Budidaya 1 2 3 4 5 6 1 Semau 3.824,0 121,30 630,0 20.825,0 - Rumput laut - Mutiara gr 2 Semau Selatan 2 2 2 Rumput Laut 3 Kupang Barat 952,0 122,5 460,0 323,22 0,25 60,40 1.006,0 - 38.674,0 - Rumput laut - KJA - Mutiara gr 4 Nekamese 20,0 2,0 5,0 Rumput laut 5 Amarasi Barat 3,0 100,0 2 1,50 9 2 - Kepiting - Rumput laut 6 Sulamu 750,0 88,0 49,0 25,0 - - - - - - - - - Rumput laut - KJA - Kepiting - Teripang 7 Fatuleu Barat 1.050,0 1 1 Rumput laut 8 Amfoang B. Laut 250,0 - - - Jumlah 7.693,5 510,67 1.643 59.499 - Rumput Laut - Mutiara gr Keterangan : 1 data tidak tersedia 2 data digabung dengan kecamatan Semau Lampiran 9 Potensi dan produksi budidaya air tawarpayau DKP Kabupaten Kupang, 2008 No. Kecamatan Potensi ha Dimanfaatkan ha Produksi 1 ton Jenis- jeins budidaya usaha Keterangan 1 2 3 4 5 6 6 1 Kupang Barat 10,00 8,00 3,20 Kolam ikan tawes 1 data sd Thn 2007 2 Kupang Tengah 56,50 5,65 - Bandeng, garam 2 data tidak tersedia 3 Taebenu 2 2 2 - 4 Amarasi 2 2 2 - 3 data masih gabung Kec.Kupang Timur 5 Amarasi Barat 5,00 0,90 0,15 Tawes,Nila,K arper 6 Amarasi Timur 100,00 - - - 7 Kupang Timur 44,00 1.750,00 8,00 350,00 500,00 - Bandeng - garam 8 Amabi O. Timur 9,50 0,80 0,40 Nila,Karper 9 Amabi Oefeto 3 3 3 3 10 Sulamu 410,00 290,00 3,00 106,00 - 0,50 423,00 - - - Bandeng - Udang - Artemia 11 Fatuleu 0,70 0,55 300,00 Nila, Karper 12 Takari 12,00 2,00 0,70 Nila, Karper Jumlah 2.748,70 489,10 1.227,93 Lampiran 10 Sarana prasarana budidaya laut sd tahun 2005 DKP Kabupaten Kupang, 2008 No Kecamatan KJA unit Sarana Budidaya RL Jenis bantuan Jumlah 1 2 3 4 5 1 Semau 3 - tali PE m - pelampung bh 46.200 23.100 2 Semau Selatan - - tali PE m - pelampung bh 19.800 9.900 3 Kupang Barat 4 - tali PE m - pelampung bh 133.320 66.660 4 Sulamu - - tali PE m - waring kg 2.000 Jumlah 7 - tali PE m - pelampung bh - waring 199.320 99.660 2.000 Lampiran 11 Sebaran bantuan sarana dan prasarana perikanan sd tahun 2007 DKP Kabupaten Kupang, 2008 No Kecamatan DesaKelurahan Armada Tangkap unit Alat Tangkap unit Budidaya Rumput Laut meter, buah Ket Ketinting Mtr Tempel Kapal Ikan Pukat Ikan Pukat Udang Tali Pelampung 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 Semau Ds.Bokonusan,Hansisi, Uiasa, Otan, Uitao, Letbaun 16 10 - 135 - 35.000 70.000 2 Semau Selatan Ds.Uiboa - 2 - 78 - 15.000 30.000 3 Kupang Barat Ds. Tesabela,Lifuleo, Oenaek, Kuanheum, Tablolong 1 3 6 291 - 101.000 202.000 4 Nekamese Ds.Tasikona, Oepaha 11 - - 88 - - - 5 Kupang Tengah Ds.Tanah Merah, Oebelo, Mata Air 8 5 5 165 40 - - 6 Amarasi Barat Ds. Erbaun, Merbaun 2 - - 93 60 - - 7 Amarasi Selatan Kel.Buraen 3 - - 55 48 - - 8 Amarasi Timur Ds.Pakubaun 2 - - 62 40 - - 9 Kupang Timur Kel.Merdeka 4 - - 107 60 - - 10 Sulamu Kel.Sulamu, Pitai, Oeteta, Pantai Beringin, Pariti 10 - 9 261 70 - - 11 Fatuleu Barat Ds.Nuataus 1 - - 35 - - - 12 Amfoang B. Daya Ds.Manubelon 1 - - 28 - - - 13 Amfoang Utara Kel.Naikliu, Afoan, Bakuin, Lilmus 2 - 5 72 - - - 14 Amfoang B. Laut Ds.Soliu 3 - 1 44 - - - 15 Amfoang Timur Ds.Netem.Utara 4 - 2 35 - - - Jumlah 68 20 28 1.549 318 151.000 302.000 259 Lampiran 12 Jumlah RTP, nelayan dan pembudidaya ikan di Kabupaten Kupang DKP Kabupaten Kupang, 2008 No Kecamatan RTP Nelayan orang Pembudidaya orang Penuh S. Utama S. Tambahan Jumlah R_Laut Ikan Tambak Jumlah 1 Semau 183 160 199 77 436 995 2 13 1.010 2 Semau Selatan 115 80 83 145 308 678 - - 678 3 Kupang Barat 467 419 215 140 774 1.633 - 5 1.638 4 Nekamese 112 78 68 44 190 25 - - 25 5 Kupang Tengah 149 150 155 123 428 - 41 14 55 6 Amarasi Barat 64 17 45 80 142 - 20 - 20 7 Amarasi Selatan 50 - 40 43 83 10 - - 10 8 Amarasi Timur 77 - 83 69 152 - - - - 9 Kupang Timur 64 95 130 37 262 - 154 51 205 10 Amabi O. Timur - - - - - - 11 - 11 11 Sulamu 607 461 401 230 1.092 - 11 174 185 12 Fatuleu - - - - - - 56 - 56 13 Fatuleu Barat 17 30 41 16 87 - - - - 14 Takari - - - - - - 55 - 55 15 Amfoang Selatan - - 15 33 48 - - - - 16 Amfoang B. Daya 64 35 132 59 226 - - - - 17 Amfoang Utara 125 32 55 81 168 - - - - 18 Amfoang B. Laut 41 90 170 77 337 - - - - 19 Amfoang Timur 122 30 89 62 181 - - - - Jumlah 2.257 1.677 1.921 1.371 4.969 3.341 350 257 3.948 260 Lampiran 15 Hasil analisis kelayakan usaha budidaya laut di Kabupaten Kupang A. Keramba jaring apung ikan kerapu tikus 1 Perkiraan biaya investasi KJA Komponen Harga Satuan Rp Harga Total Rp

I. Pembuatan Rakit

1 unit 1. Pelampung Styrofoam 12 buah 250.000 3.000.000 2. Kayu Balok 15 batang 125.000 1.875.000 3. Papan Pijakan 24 lembar 40.000 960.000 4. Tali PE Pengikat Pelampung 1 gulung 75.000 75.000 5. Tali P12 mm 50 kg 20.000 1.000.000 6. Paku 10 kg 15.000 150.000 7. Baut 36 buah 7.500 270.000 8. Jangkar Besi 4 buah 150.000 600.000 9. Upah Kerja 1 unit 350.000 350.000 Jumlah I 8.280.000

II. Pembuatan Waring 16

unit 1. Waring 200 meter 5.000 1.000.000 2. Tali PE Diameter 0,6 cm 3 gulung 50.000 150.000 3. Upah Kerja 16 unit 25.000 400.000 Jumlah II 1.550.000

III. Pembuatan Jaring 8

unit 1. Jaring PE 1,25 - 1,5 Inchi 50 kg 75.000 3.750.000 2. Tali PE Diameter 0,8 cm 3 gulung 75.000 225.000 3. Upah Kerja 8 unit 35.000 280.000 Jumlah III 4.255.000

IV. Rumah Jaga

1 unit 1. Kayu Balok 20 batang 50.000 1.000.000 2. Papan 5 batang 15.000 75.000 3. Sesek Bambu Dinding 10 lembar 15.000 150.000 4. Paku 5 kg 15.000 75.000 5. Baut 15 buah 7.500 112.500 6.Upah Kerja 1 unit 350.000 350.000 Jumlah IV 1.762.500

V. Sarana Kerja

1. Perahu Motor 1 unit 7.500.000 7.500.000 2. Bak Penampung 3 buah 1.500.000 4.500.000 3. Peralatan LapanganKerja 1 paket 750.000 750.000 Jumlah V 12.750.000 Total Biaya Investasi 28.597.500 Volume Satuan KOMPONEN BIAYA INVESTASI : KOMPONEN BIAYA MODAL KERJA : 1. Pembuatan rakit berukuran 8 x 8 m 1. Pengadaan benih 2. Pembuatan waring 1 x 1 x 1.5 m 2. Pengadaan pakan 3. Pembuatan jaring 3 x 3 x 3 m 3. Bahan bakar 4. Pembuatan rumah jaga 4. Upahgaji, dll 5. Pembuatan sarana kerja 2 Perkiraan biaya operasional KJA Komponen Harga Satuan Rp Harga Total Rp

I. Biaya Variabel

1. Benih 2.500 ekor 7.500 18.750.000 2. Pakan Ikan Segar 4.000 kg 3.000 12.000.000 3. bahan Bakar + Lampu 1 paket 7.500.000 7.500.000 4. Es Balok 175 balok 7.500 1.312.500 5. Gaji dan Upah : Pekerja = 2 orang x 12 bulan 24 OB 450.000 10.800.000 Teknisi = 1 orang x 12 bulan 12 OB 900.000 10.800.000 6. Perawatan 5 dari biaya investasi 1 paket 1.429.875 1.429.875 7. Biaya lain-lain 10 dari biaya investasi 1 paket 6.259.238 6.259.238 68.851.613 5.719.500 3.000.000 2.700.000 11.419.500 80.271.113 1. Penyusutan kurun waktu 5 tahun Total Biaya Variabel Total Biaya Operasional Total Biaya Tetap

II. Biaya Tetap

3. Bunga Pinjaman 18 per tahun 2. Angsuran Volume Satuan 3 Perkiraan biaya dan penerimaan KJA Rp. 000,- 1 2 3 4 5 BIAYA INVESTASI 1. Pembuatan Rakit 8.280 2. Pembuatan Waring 1.550 3. Pembuatan Jaring 4.255 4. Pembuatan Rumah Jaga 1.762,5 5. Sarana Kerja 12.750 Total Biaya Investasi 28.597,5 2.625 2.756 2.894 3.039 3.191 BIAYA VARIABEL 1. Benih 18.750 19.688 20.672 21.705 22.791 23.930 2. Pakan Ikan Segar 12.000 12.600 13.230 13.892 14.586 15.315 3. Bahan Bakar + Lampu 7.500 7.875 8.269 8.682 9.116 9.572 4. Es Balok 1.312,5 1.378 1.447 1.519 1.595 1.675 5. Gaji dan Upah 21.600 22.680 23.814 25.005 26.255 27.568 6. Perawatan 1.430 1.502 1.577 1.655 1.738 1.825 7. Lain-lain 6.259 6.572 6.901 7.246 7.608 7.988 Total Biaya Variabel 68.851,5 72.295 75.910 79.704 83.689 87.873 BIAYA TETAP 1. Penyusutan 6.139 6.139 6.139 6.139 6.139 2. Angsuran 3.000 3.000 3.000 3.000 3.000 3. Bunga Pinjaman 2.700 2.700 2.700 2.700 2.700 Total Biaya Tetap 11.839 11.839 11.839 11.839 11.839 Total Biaya 97.449 84.134 87.749 91.543 95.528 99.712 PENERIMAAN Produksi kg 675 675 675 900 900 Harga per Kg 317 317 317 317 317 Penerimaan 213.975 213.975 213.975 285.300 285.300 Uraian Tahun Ke- 4 Proyeksi arus kascash flow KJA Rp. 000,- - 1 2 3 4 5 CASH IN FLOW Produksi Kg 675 675 675 900 900 Harga RpKg 317 317 317 317 317 Penerimaan 213.975 213.975 213.975 285.300 285.300 CASH OUT FLOW Biaya Investasi 28.597,5 Biaya Variabel 68.851,5 72.295 75.910 79.704 83.689 87.873 Penyusutan 5.719,5 5.719,5 5.719,5 5.719,5 5.719,5 Angsuran 3.000 3.000 3.000 3.000 3.000 Bunga Pinjaman 2.700 2.700 2.700 2.700 2.700 Pajak 15 32.096 32.096 32.096 42.795 42.795 Total Biaya 97.449 115.811 119.426 123.220 137.904 142.088 SURPLUSDEFISIT 97.449 98.164 94.549 90.755 147.397 143.213 97.449 715 95.265 186.020 333.416 476.629 r rendah 15 97.449,00 85.360,22 71.492,82 59.673,05 84.274,43 71.201,92 r 18 97.449,00 83.190,04 67.903,80 55.236,45 76.025,47 62.599,50 r tinggi 20 97.449,00 81.803,54 65.659,20 52.520,40 71.082,42 57.553,89 NET BC DF 18 1,65 PBP 1,02 thn BEP Kg 333 NPV DF 18 247.506 IRR 0,466 ROI 64,77 BEP RpKg 138 KESIMPULAN Uraian Tahun Ke- B. Rumput laut metode longline 1 Perkiraan biaya investasi rumput laut Uraian Harga Satuan RpJumlah Biaya Rp Biaya Investasi 1. Tali PE No. 10 Tali Induk 14 kg 32.000 448.000 2. Tali PE No. 8 Tali Jangkar 3 kg 32.000 96.000 3. Tali PE No. 5 Tali Bentangan 35 kg 32.000 1.120.000 4. Tali Rafia Tali Ikatan Rumput Laut 6 bantal 75.000 450.000 5. Perahu Sampan 1 unit 4.000.000 4.000.000 6. Timbangan Gantung 50Kg 1 unit 200.000 200.000 7. Para-para 2 unit a TerpalTenda Penjemuran 8 x 10 m 2 lembar 168.000 336.000 b Bambu 100 batang 15.000 1.500.000 c Waring Hitam 2 pish 400.000 800.000 d Balok 5 x 10 cm 30 batang 85.000 2.550.000 e Upah kerja 2 unit 250.000 500.000 Total Biaya Investasi 11.800.000 Volume Satuan 2 Perkiraan biaya operasional rumput laut Komponen Harga Satuan Rp Harga Total Rp Biaya Produksi 1. Bibit Rumput Laut bibit awal 2.400 kg 4.000 9.600.000 2. Karung Jangkar 16 lembar 2.000 32.000 3. Botol Pelampung Aqua 1.000 buah 400 400.000 4. Pelampung Jergen Induk dan Penunjan 8 buah 15.000 120.000 5. Gaji dan Upah : a. Jasa untuk pembibit 100 bentangan 2.000 200.000 b. Jasa tali bentangan 100 bentangan 2.000 200.000 Total Biaya Operasional 10.552.000 Volume Satuan 3 Perkiraan panen dan penjualan rumput laut kering Siklus 1 Siklus 2 Siklus 3 Siklus 4 Siklus 5 Siklus 6 Siklus 7Siklus 8 Siklus 9Siklus 10Siklus 11Siklus 12 Jumlah Ikatan 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 12.000 Berat per Ikat kg 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,20 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 0,10 Jumlah Tali Bentangan 100 100 100 100 100 100 Jumlah Bibit kg 2.400 2.400 2.400 2.400 2.400 2.400 Kelipatan Panen kali 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 6 Hasil Budidaya 14.400 14.400 14.400 14.400 14.400 14.400 - - - - - - Rendemen 12,50 12,50 12,50 12,50 12,50 12,50 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Hasil Produksi Kering kg 1.800 1.800 1.800 1.800 1.800 1.800 - - - - - - Harga 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 10.000 Hasil Penjualan 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 18.000.000 - - - - - - Total Biaya Produksi 10.552.000 10.552.000 10.552.000 10.552.000 10.552.000 10.552.000 - - - - - - SurplusDefisit 7.448.000 7.448.000 7.448.000 7.448.000 7.448.000 7.448.000 - - - - - - Tidak Melakukan Budidaya Kegiatan Budidaya Produksi 4 Proyeksi arus kascash flow rumput laut 1 CASH IN FLOW Produksi Rumpu Laut Kering kg 10.800 Harga Rpkg 10.000 Penerimaan 108.000.000 CASH OUT FLOW Biaya Investasi 11.800.000 Biaya Produksi 63.312.000 Total Biaya 11.800.000 63.312.000 SurplusDefisit 11.800.000 44.688.000 r rendah 15 11.800.000 38.859.130 r 18 11.800.000 37.871.186 r tinggi 20 11.800.000 37.240.000 KESIMPULAN NET BC DF 18 1,44 PBP Thn 0,5 BEP Kg 7.511 NPV DF 18 26.071.186 IRR 0,986 ROI 43,79 BEP RpKg 6.955 Tahun Ke- Uraian C. Tiram mutiara Pinctada maxima 1 Perkiraan biaya operasional tiram mutiara Komponen Harga Satuan Rp Harga Total Rp BIAYA PRODUKSI I. Pembelian Bahan Baku 1. Kerang anakan spat 5.000 ekor 2.500 12.500.000 2. Inti bundar nukleus 10 kg 4.000.000 40.000.000 Total Biaya Pembelian Bhn Baku 52.500.000

II. Tenaga Kerja

1. Tenaga Kerja Tetap a Jumlah 5 orang b Bulan kerja 12 bulan c Gaji 1.500.000 Rpbln 90.000.000 2. Tenaga Kerja TidakTetappanen a Jumlah 3 orang b Jumlah Hari 365 hari c Upah 15.000 Rphari 16.425.000 3. Tenaga Keamanan a Jumlah 9 orang b Jumlah Hari 12 bulan c Upah 1.200.000 Rpbln 129.600.000 Total Biaya Tenaga Kerja Per Tahun 236.025.000

III. Bola Lampu Sorot 2 unit

150.000 300.000 288.825.000 IV. PenyuntikanOperasi Tiram Mutiara 1. Tiram Mutiara 5.000 tiram 2. Periode Operasi 1,5thn : 1thn : 1thn 1 kali 3. Harga per operasi 10.000 Total Biaya Operasi PenyuntikanPer Tahun 50.000.000 338.825.000 Total Biaya Produksi per Tahun Total Biaya Operasional Per Tahun Volume Satuan Jumlah Gaji Tenaga Kerja Tetap Jumlah Gaji Tenaga Kerja Tak Tetap Jumlah Gaji Tenaga Keamanan 2 Total aliran kas tiram mutiara No Pendapatan Pengeluaran Nilai Rp 1 Penjualan mutiara 5.250.000.000 2 a Investasi 1. Perijinan 25.000.000 2. Sewa tanah bangunan 75.000.000 3. Konstruksi tambak 59.700.000 4. Peralatan budidaya mutiara 110.100.000 5. Bangunan 156.000.000 Jlh biaya investasi 425.800.000 b Biaya operasional dll 1. Biaya pembelian spat 12.500.000 2. Biaya pembelian nukleus 40.000.000 3. Perawatan benih sampai opera - 4. Biaya tng kerja tetap 450.000.000 5. Biaya tng kerja tdk tetap 82.125.000 6. Biaya tng keamanan 648.000.000 7. Biaya bola lampu sorot 1.500.000 8. Biaya operasional dll 150.000.000 Jlh biaya operasional 1.384.125.000 3 SurplusDefisit 3.440.075.000 Pendapatan Pengeluaran 3 Proyeksi arus kascash flow tiram mutiara 1 2 3 4 5 CASH IN FLOW Produksi gr 5833,33 5833,33 5833,33 Harga Rpgr 300.000 300.000 300.000 Penerimaan 1.750.000.000 1.750.000.000 1.750.000.000 CASH OUT FLOW Biaya Investasi 425.800.000 Biaya Produksi 288.825.000 288.825.000 288.825.000 288.825.000 288.825.000 288.825.000 Penyusutan 84.960.000 84.960.000 84.960.000 84.960.000 84.960.000 Biaya Penyuntikan 50.000.000 50.000.000 50.000.000 Angsuran 17 110.282.200 110.282.200 110.282.200 110.282.200 110.282.200 Total Biaya 714.625.000 484.067.200 534.067.200 534.067.200 534.067.200 484.067.200 SURPLUSDEFISIT per tahun 714.625.000 484.067.200 534.067.200 1.215.932.800 1.215.932.800 1.265.932.800 Kumulatrif Surplusdefisit 714.625.000 1.198.692.200 1.732.759.400 516.826.600 699.106.200 1.965.039.000 r15 714.625.000 420.928.000 403.831.531 799.495.554 695.213.525 629.392.337 r17 714.625.000 413.732.650 390.143.327 759.192.639 648.882.597 577.406.068 r20 714.625.000 403.389.333 370.880.000 703.664.815 586.387.346 508.750.000 KESIMPULAN NET BC DF 17 1,60 PBP Usaha 4,0 thn BEP gram 3.650 NPV DF 17 466.980.328 PBP Kredit 3,7 thn IRR 25,639 BEP Rpgram 37.542 Uraian Tahun Ke- D. Teripang putihsusu metode penculture 1 Perkiraan biaya investasi teripang putihsusu Uraian Harga Satuan Rp Jumlah Biaya Rp Penyusutan 3Thn Biaya Investasi 1. Kayu 30 batang 20.000 600.000 200.000 2. Jaring 120 kg 55.000 6.600.000 2.200.000 3. Tali PE 3 kg 32.000 96.000 32.000 Total Investasi 7.296.000 2.432.000 Volume Satuan 2 Perkiraan biaya operasional dan penerimaan teripang putihsusu Komponen Harga Satuan Rp Harga Total Rp Biaya Produksi 1. Bibit 7.500 ekor 6.000 45.000.000 2. Pakan tambahan 2.000 kg 1.500 3.000.000 3. Tenaga kerja 1 orang 1.500.000 1.500.000 4. Penyusutan investasi 2.432.000 5. Perawatan penkultur 1 paket 500.000 500.000 6. Biaya pengeringan 1 paket 1.000.000 1.000.000 Total Biaya Produksi 53.432.000 Perkiraan Biaya dan Penerimaan Uraian Harga Satuan Rp Harga Total Rp Hasil Penjualan 120 kg 650.000 78.000.000 Volume Satuan Volume Satuan 4 Proyeksi arus kascash flow teripang putihsusu 1 2 3 CASH IN FLOW Produksi Teripang kg 120 120 120 Harga Rpkg 650.000 650.000 650.000 Penerimaan 78.000.000 78.000.000 78.000.000 CASH OUT FLOW Biaya Investasi 7.296.000 Biaya Produksi 53.432.000 58.775.200 64.652.720 Penyusutan 2.432.000 2.432.000 2.432.000 Total Biaya 7.296.000 55.864.000 61.207.200 67.084.720 SURPLUSDEFISIT 7.296.000 22.136.000 16.792.800 10.915.280 7.296.000 14.840.000 31.632.800 42.548.080 r rendah 15 7.296.000 19.248.696 12.697.769 7.176.974 r 18 7.296.000 18.759.322 12.060.327 6.643.376 r tinggi 20 7.296.000 18.446.667 11.661.667 6.316.713 KESIMPULAN NET BC DF 18 1,22 PBP Tahun ke- 1 BEP Kg 98,18 NPV DF 18 30.167.026 IRR 0,740 ROI 22,22 BEP RpKg 177.270,30 Tahun Ke- Uraian Lampiran 16 Nilai strata masing-masing kecamatan di Kabupaten Kupang berdasarkan hasil analisis tipologi Kupang Barat Semau Sulamu 1 a Satu jenis komoditas 1 b Lebih dari satu jenis komoditas 2 c Komoditas unggulan dan produk olahannya 3 2 a Menampung hasil dari sebagian kecil kawasan 1 b Menampung hasil dari sebagian besar kawasan 2 c Menampung hasil dari kawasan minapolitan dan luar kawasan 3 3 a Kelompok nelayanpembudidaya 1 b Gabungan kelompok nelayanpembudidaya 2 c Koperasi Credit Union CU 3 4 a BPP sebagai Balai Penyuluh Perikanan 1 b BPP sebagai Balai Penyuluh Minabisnis 2 c BPP sebagai Balai Penyuluh Pembangunan 3 5 a Kurang 1 b Sedang 2 c Baik 3 a Kurang 1 b Sedang 2 c Baik 3 a Kurang 1 b Sedang 2 c Baik 3 12 9 11 Penilaian Skor Indikator No Jumlah Skor Maksimal : 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 2. Sarana dan prasarana umum Skor 8 -14 = Strata Pra Kawasan Minapolitan II Skor 15 -21 = Strata Pra Kawasan Minapolitan 1 1 3 1 1 1 3 1 Sumber : Deptan, 2002 dan Data Olahan Keterangan : Skor 1 -7 = Strata Pra Kawasan Minapolitan I 3 3 3 3. Sarana dan prasarana kesejahteraan sosial Komoditas Unggulan Kelembagaan Pasar Kelembagaan NelayanPembudidaya Kelembagaan Balai Penyuluh Perikanan BPP Sarana dan Prasarana 1. Aksesbilitas kedi sentra produksi Lampiran 17 Hasil analisis komponen utama aku terhadap variabel yang berpengaruh pada tipologi Kabupaten Kupang Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue 8.5958 5.4042 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 Proportion 0.614 0.386 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 Cumulative 0.614 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 Eigenvalue 0.0000 -0.0000 -0.0000 -0.0000 -0.0000 -0.0000 Proportion 0.000 -0.000 -0.000 -0.000 -0.000 -0.000 Cumulative 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 Variable PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 PC6 Jumlah penduduk jiwa 0.285 -0.236 0.154 0.156 -0.129 0.222 Jarak kec ke kab km 0.339 0.042 -0.161 -0.217 -0.376 -0.367 Jumlah kepala keluarga KK 0.299 -0.207 0.085 -0.014 0.240 0.380 Sarana prasrna umum unit0.328 0.119 0.482 0.404 -0.152 -0.387 Sarana prasrna bud unit 0.337 -0.063 -0.108 -0.207 0.161 -0.255 Jumlah komoditas bud laut 0.306 -0.190 0.114 -0.243 0.317 0.052 Keluarga pemakai PLN KK -0.105 -0.409 0.211 0.207 0.482 -0.290 Desakel terpencil desa -0.151 -0.386 -0.322 0.474 -0.043 -0.322 Jumlah kel prasehtra KK 0.338 -0.054 -0.110 0.419 0.018 0.375 Jumlah keluarga sjhtra KK 0.148 -0.388 0.271 -0.151 -0.534 0.073 Jumlah pembudidya rl jiwa-0.293 -0.221 0.157 -0.007 -0.184 0.301 Potensi Lahan Bud Laut Ha-0.168 -0.374 0.273 -0.415 0.072 -0.169 Luas Lhn Pmanfaatn bl Ha 0.118 -0.403 -0.582 -0.079 -0.112 -0.003 Produksi Rumput Laut ton -0.318 -0.156 0.124 0.136 -0.252 0.038 Variable PC7 PC8 PC9 PC10 PC11 PC12 Jumlah penduduk jiwa 0.717 -0.275 -0.058 -0.057 0.322 -0.213 Jarak kec ke kab km 0.188 0.032 0.461 -0.332 -0.345 0.069 Jumlah kepala keluarga KK-0.328 -0.236 0.375 -0.022 0.156 0.396 Sarana prsrna umum unit-0.203 -0.190 0.049 0.198 -0.064 -0.013 Sarana prasrna bud unit-0.392 -0.187 -0.197 -0.151 0.287 -0.584 Jumlah komoditas bud laut 0.101 -0.075 0.108 0.483 -0.361 -0.007 Keluarga pemakai PLN KK 0.074 0.125 0.017 -0.572 -0.033 0.143 Desakel terpencil desa -0.005 0.138 0.216 0.434 0.144 -0.040 Jumlah kel prasejhtra KK -0.089 0.359 -0.254 -0.127 -0.498 -0.236 Jumlah kel sejhtra KK -0.231 0.367 -0.237 -0.018 0.239 0.244 Jumlah pembudidy rl jiwa -0.180 0.031 0.565 -0.090 -0.039 -0.528 Potensi Lahan Bud Laut Ha 0.117 0.126 -0.167 0.197 -0.249 -0.144 Luas Lhn Pmanfaatn bl Ha -0.070 -0.251 -0.142 -0.027 -0.067 0.112 Produksi Rumput Laut ton -0.141 -0.643 -0.236 -0.109 -0.376 0.052 Variable PC13 PC14 Jumlah penduduk jiwa -0.063 0.020 Jarak kec ke kab km -0.134 0.183 Jumlah kepala keluarga KK -0.413 0.043 Sarana prasarana umum unit 0.040 -0.430 Sarana prasarana bud unit -0.060 0.242 Jumlah komoditas budidaya laut 0.496 0.240 Keluarga pemakai PLN KK 0.219 -0.002 Desakel terpencil desa -0.174 0.296 Jumlah kel prasejahtera KK -0.179 0.030 Jumlah keluarga sejahtera KK 0.220 0.179 Jumlah pembudidaya rl jiwa 0.203 -0.186 Potensi Lahan Bud Laut Ha -0.562 -0.238 Luas Lhn Pmanfaatn bl Ha 0.199 -0.567 Produksi Rumput Laut ton -0.026 0.360 ———Data diolah dengan Minitab 15 pada tanggal 9192011 10:57:57 PM—— Lampiran 18 Karakteristik desa-desa pesisir di Kabupaten Kupang a b c d e f 1 Tablolong 9,01 1010 201 484 14,5 35,5 2 Lifuleo 6,8 986 90 175 15,5 32,5 3 Tesabela 21,48 1015 122 259 10,5 28,5 4 Sumlili 14,4 1492 210 346 5 29 5 Oematnunu 20,89 1643 215 368 6,5 30,5 6 Kuanheun 21,46 1336 195 229 6,5 20,5 7 Nitneo 5,86 1073 218 255 6 24,5 8 Bolok 12,76 2273 405 736 6,5 19 9 Oenaek 14,32 567 96 138 8,5 32,5 1 Bokonusan 21,25 978 78 493 9 36 2 Otan 14,81 767 146 636 4 32 3 Uitao 12,26 745 307 473 1 28 4 Huilelot 23,56 699 122 331 4 17 5 Uiasa 23,58 1153 258 381 10 14 6 Hansisi 19,76 1276 196 673 12 12 7 Batuinan 5,13 333 198 8 36 8 Letbaun 23,07 474 121 8 28 1 Sulamu 33,03 4589 463 932 2 84 2 Pitai 30,49 942 82 246 9 73 3 Pariti 59,28 3203 245 1276 24 58 4 Oeteta 42,34 2435 202 1030 27 55 5 Bipolo 41,47 1792 214 567 33 49 6 Pantulan 33,03 1134 174 17 101 7 Pantai Beringin 30,48 515 177 15 67 e. Jarak ke ibukota kecamatan km f. Jarak ke ibukota kabupaten km Keterangan : Kecamatan Sulamu Sumber : Kecamatan Kupang Barat, Semau, Sulamu dalam angka 2010 serta data diolah a. Luas desa km 2 b. Jumlah penduduk jiwa c. Jumlah keluarga memakai PLN KK d. Jumlah sarana prasarana umum unit Variabel No Desa Kecamatan Kupang Barat Kecamatan Semau Lampiran 19 Tingkat perkembangan desa di Kabupaten Kupang berdasarkan hasil analisis sentralitas Sumber : Data olahan tahun 2009 Lampiran 20 Nilai skor pendapat pakar existing condition dimensi keberlanjutan budidaya Laut di Kabupaten Kupang DIMENSI EKOLOGI No ATRIBUT KETERANGAN SKOR BAIK BURUK 1 Status kepemilikan usaha budidaya laut 0 menyewa lahan, 1 menggarap, 2 milik sendiri 1 2 2 Frekuensi kejadian kekeringan 0 sering, 1 kadang-kadang, 2 tidak pernah terjadi kekeringan 2 2 3 Frekuensi kejadian banjir 0 sering, 1 kadang-kadang, 2 tidak pernah terjadi kekeringan 2 2 4 Kondisi sarana jalan desa 0 sangat jelek, 1 jelek, 2 agak baik, 3 baik 2 3 5 Produktivitas usaha budidaya laut 0 rendah, 1 sedang, 2 tinggi, 3 sangat tinggi 2 3 6 Penggunaan benihbibit 0 tidak pernah, 1 kadang-kadang, 2 sering 2 2 7 Daya dukung lahan budidaya laut 0 rendah, 1 sedang, 2 tinggi 2 2 8 Kondisi prasarana jalan usaha budidaya laut 0 sangat jelek, 1 jelek, 2 agak baik, 3 baik 2 3 9 Kesesuaian perairan untuk budidaya laut 0 tidak sesuai, 1 sesuai bersyarat, 2 sesuai, 3 sangat sesuai 2 3 10 Ketersediaan benihbibit budidaya laut 0 tidak tersedia, 1 tersedia 1 DIMENSI EKONOMI No ATRIBUT KETERANGAN SKOR BAIK BURUK 1 Jumlah pasar 0 tidak ada, 1 ada pada desa tertentu, 2 tersedia di setiap desa 1 2 2 Pemasaran produk perikanan 0 pasar lokal, 1 pasar nasional, 2 pasar internasional 1 2 3 Persentase penduduk miskin 0 sangat tinggi, 1 tinggi, 2 sedang, 3 rendah 2 3 4 Harga komoditas unggulan 0 rendah, 1 sedang, 2 tinggi, 3 sangat tinggi 2 3 5 Jumlah tenaga kerja pembudidaya 0 sedikit, 1 sedang, 2 tinggi, 3 sangat tinggi 2 3 6 Kelayakan usaha budidaya laut 0 tidak layak, 1 agak layak, 2 layak 2 2 7 Jenis komoditas unggulan 0 hanya satu, 1 lebih dari satu, 2 banyak 1 2 8 Kontribusi sektor perikanan budidaya laut terhadap PDRB 0 rendah, 1 sedang, 2 tinggi 2 2 9 Tingkat ketergantungan konsumen 0 rendah, 1 sedang, 2 tinggi, 3 sangat tinggi 2 3 10 Keuntungan usaha budidaya 0 tidak untung, 1 agak untung, 2 untung 2 2 ……bersambung ke halaman berikut 274 DIMENSI SOSIAL-BUDAYA No ATRIBUT KETERANGAN SKOR BAIK BURUK 1 Tingkat pendidikan formal masyarakat 0 dibawah rata-rata nasional, 1 sama dengan rata-rata nasional , 2 diatas rata-rata nasional 2 2 Tingkat penyerapan tenaga kerja di sektor perikanan 0 rendah, 1 sedang, 2 tinggi, 3 sangat tinggi 2 3 3 Jarak permukiman ke kawasan budidaya 0 jauh, 1 sedang, 2 dekat 2 2 4 Pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan budidaya laut 0 tidak ada, 1 ada tetapi tidak berjalan, 2 kurang optimal, 3 berjalan optimal 1 3 5 Jumlah desa dan penduduk yang bekerja di sektor budidaya laut 0 tidak ada, 1 desa tertentu saja, 2 semua desa 1 2 6 Peran masyarakat adat dalam kegiatan budidaya laut 0 rendah, 1 sedang, 2 tinggi, 3 sangat tinggi 3 3 7 Pola hubungan masyarakat dalam kegiatan budidaya laut 0 tidak saling menguntungkan, 1 saling menguntungkan 1 1 8 Akses masyarakat dalam kegiatan budidaya laut 0 tidak punya akses, 1 rendah, 2 sedang, 3 tinggi 3 2 9 Presentasi desa yang tidak memiliki akses penghubung 0 rendah, 1 sedang, 2 tinggi, 3 sangat tinggi 3 DIMENSI INFRASTRUKTUR DAN TEKNOLOGI No ATRIBUT KETERANGAN SKOR BAIK BURUK 1 Ketersediaan basis data budidaya laut 0 tidak tersedia, 1 tersedia 1 1 2 Tingkat penguasaan teknologi budidaya laut 0 rendah, 1 sedang, 2 tinggi, 3 sangat tinggi 1 3 3 Dukungan sarana prasarana umum kesehatan, pendidikan, tempat ibadah, dll 0 tidak lengkap, 1 cukup lengkap, 2 lengkap 1 2 4 Dukungan sarana prasarana jalan 0 tidak memadai, 1 cukup memadai, 2 sangat memadai 1 2 5 Standarisasi mutu produk budidaya laut 0 belum diterapkan, 1 diterapkan pada produk tertentu, 2 diterapkan untuk semua produk 1 2 6 Penggunaan alat mesin budidaya laut perahu, sampan, jaring, dll 0 tidak ada, 1 sebagian kecil, 2 umumnya menggunakan 2 2 7 Ketersediaan industri pengolahan hasil budidaya laut 0 tidak tersedia, 1 tersedia 1 275 8 Ketersediaan teknologi informasi budidaya 0 tidak tersedia, 1 tersedia tapi tidak optimal, 2 tersedia optimal 1 2 9 Penerapan sertifikasi produk budidaya laut 0 belum diterapkan, 1 diterapkan pada produk tertentu, 2 diterapkan pada semua produk 2 10 Teknologi pakanbibitbenih 0 tidak tersedia, 1 tersedia 1 DIMENSI HUKUM DAN KELEMBAGAAN No ATRIBUT KETERANGAN SKOR BAIK BURUK 1 Keberadaan Balai Penyuluh Perikanan BPP 0 tidak ada, 1 ada tetapi tidak berjalan, 2 ada dan berjalan 1 2 2 Keberadaan lembaga sosial 0 tidak ada, 1 ada tetapi tidak berjalan, 2 ada dan berjalan 1 2 3 Keberadaan Lembaga Keuangan Mikro LKM 0 tidak ada, 1 ada tetapi tidak berjalan, 2 ada dan berjalan 1 2 4 Keberadaan Lembaga Kelompok Nelayan LKN 0 tidak ada, 1 ada tetapi tidak berjalan, 2 ada dan berjalan 2 2 5 Mekanisme kerjasama lintas sektoral dalam pengembangan kawasan minapolitan 0 tidak ada, 1 ada 1 6 Ketersediaan peraturan perundang-undang pengembangan kawasan minapolitan 0 tidak ada, 1 ada tetapi tidak berjalan, 2 ada dan berjalan 1 2 7 Sinkronisasi antara kebijakan pusat daerah 0 tidak sinkron, 1 kurang sinkron, 2 sinkron 2 2 8 Ketersediaan perangkat hukum adatagama 0 tidak ada, 1 cukup tersedia, 2 sangat lengkap 1 2 9 Badan pengelola usaha budidaya laut 0 tidak ada, 1 ada tetapi tidak berjalan, 2 ada dan berjalan 2 276 Lampiran 21 Nilai indeks lima dimensi keberlanjutan wilayah Kabupaten Kupang

A. Dimensi ekologi

B. Dimensi ekonomi

DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi 72.26 Real Index References Anchors DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 Dimensi Keberlanjutan Dimensi Ekonomi 62.84 Real Index References Anchors

C. Dimensi sosial – budaya

D. Dimensi infrastruktur dan teknologi

DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 Status Keberlannjutan Dimensi Sosial dan Budaya 78.67 Real Index References Anchors DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 Status Keberlanjutan Dimensi Infrastruktur dan Teknologi 46.93 Real Fisheries References Anchors

E. Dimensi hukum dan kelembagaan

F. Multidimensi

DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 Status Keberlanjutan Dimensi Hukum dan Kelembagaan 49.84 Real Index References Anchors RAPMINAKU Ordination DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 Status Keberlanjutan Multidimensi 59.36 O th e r D is ti n g is h in g F e a tu re s Real Index References Anchors Lampiran 22 Persamaan model dinamis pengembangan minapolitan berbasis budidaya rumput laut di Kabupaten Kupang init L_Budidaya = 3.23 flow L_Budidaya = - dtLj_Pngurngn_LBd+dtL_lhn_Budidaya doc L_Budidaya = Luas Lahan Budidaya Rumput Laut per Tahun di Kecamatan Kupang Barat init L_Budidaya_Moderat = 3.23 flow L_Budidaya_Moderat = - dtRate_38+dtL_lhn_Budidaya_2 doc L_Budidaya_Moderat = Luas Lahan Budidaya Rumput Laut per Tahun di Kecamatan Kupang Barat init L_Budidaya_Optimis = 3.23 flow L_Budidaya_Optimis = - dtRate_37+dtL_lhn_Budidaya_1 doc L_Budidaya_Optimis = Luas Lahan Budidaya Rumput Laut per Tahun di Kecamatan Kupang Barat init L_Budidaya_Pesimis = 3.23 flow L_Budidaya_Pesimis = +dtL_lhn_Budidaya_3- dtLj_Pngurngn_LBd_1 doc L_Budidaya_Pesimis = Luas Lahan Budidaya Rumput Laut per Tahun di Kecamatan Kupang Barat init L_Industri = 0 flow L_Industri = +dtL_pert_Lhn_Ind doc L_Industri = Pertambahan Lahan Industri Pengolahan per Tahun init L_Permukiman = 14342201000000 flow L_Permukiman = +dtL_lhn_Permukiman doc L_Permukiman = Pertambahan Lahan Permukiman per Tahun init PDDK = 14342 flow PDDK = +dtLaju_Pert_Pddk +dtLaju_Imigrasi-dtLaju_Emigrasi -dtLaju_Peng_Pddk doc PDDK = Jumlah Penduduk Kecamatan Kupang Barat Tahun 2007 aux L_lhn_Budidaya = IFL_BudidayaTotal_lahan_BD, FLBudBD_existing, 0L_Budidaya aux L_lhn_Budidaya_1 = IFL_Budidaya_OptimisTotal_lahan_BD_ 1, FLBud_1BD_existing_1, 0L_Budidaya_Optimis aux L_lhn_Budidaya_2 = IFL_Budidaya_ModeratTotal_lahan_BD _2, FLBud_2BD_existing_2, 0L_Budidaya_Moderat aux L_lhn_Budidaya_3 = IFL_Budidaya_PesimisTotal_lahan_BD_ 3, FLBud_3BD_existing_3, 0L_Budidaya_Pesimis aux L_lhn_Permukiman = Faktor_permukimanPDDKpengali_perm ukiman aux L_pert_Lhn_Ind = keb_ind_RT_dodol+Keb_industri_RT_Pil lusluas_RT_Industri aux Laju_Emigrasi = PDDKF_Emigrasi aux Laju_Imigrasi = PDDKF_Imigrasi aux Laju_Peng_Pddk = PDDKF_Kematian aux Laju_Pert_Pddk = PDDKF_Kelahiran aux Lj_Pngurngn_LBd = IFL_lhn_Budidaya0, L_BudidayaL_fasilitas, 0 aux Lj_Pngurngn_LBd_1 = IFL_lhn_Budidaya_30, L_Budidaya_PesimisL_fasilitas_3, 0 aux Rate_37 = IFL_lhn_Budidaya_10, L_Budidaya_OptimisL_fasilitas_1, 0 aux Rate_38= IFL_lhn_Budidaya_20, L_Budidaya_ModeratL_fasilitas_2, 0 aux Diolah = Panen_keringpersen_di_olah aux Diolah_1 = Panen_kering_Optimispersen_di_olah_1 aux Diolah_2 = Panen_kering_Moderatpersen_di_olah_2 aux Diolah_3 = Panen_kering_Pesimispersen_di_olah_3 aux jlh_petakan = L_Budidayaluas_per_petakan aux Jual_Kering = Panen_keringpersen_jual_kering aux Jual_Kering_1 = Panen_kering_Optimispersen_jual_kerin g_1 aux Jual_Kering_2 = Panen_kering_Moderatpersen_jual_kerin g_2 aux Jual_Kering_3 = Panen_kering_Pesimispersen_jual_kerin g_3 aux jumlah_petakan_1 = L_Budidaya_Optimisluas_per_petakan_1 aux jumlah_petakan_2 = L_Budidaya_Moderatluas_per_petakan_2 aux jumlah_petakan_3 = L_Budidaya_Pesimisluas_per_petakan_3 aux ke_ten_kerja_RT_pillus = Keb_industri_RT_Pillusten_kerja_per_RT _Pillus aux ke_ten_kerja_RT_pillus_1 = Keb_industri_RT_Pillus_1ten_kerja_per_ RT_Pillus_1 aux ke_ten_kerja_RT_pillus_2 = Keb_industri_RT_Pillus_2ten_kerja_per_ RT_Pillus_2 aux ke_ten_kerja_RT_pillus_3 = Keb_industri_RT_Pillus_3ten_kerja_per_ RT_Pillus_3 aux keb_ind_RT_dodol = RL_utk_dodol1000kap_prod_industri_ RT_dodol aux keb_ind_RT_dodol_1 = RL_utk_dodol_11000kap_prod_industri _RT_dodol_1 aux keb_ind_RT_dodol_2 = RL_utk_dodol_21000kap_prod_industri _RT_dodol_2 aux keb_ind_RT_dodol_3 = RL_utk_dodol_31000kap_prod_industri _RT_dodol_3 aux Keb_industri_RT_Pillus = RL_utk_pillus1000kap_prod_industri_R T_Pillus aux Keb_industri_RT_Pillus_1 = RL_utk_pillus_11000kap_prod_industri _RT_Pillus_1 aux Keb_industri_RT_Pillus_2 = RL_utk_pillus_21000kap_prod_industri _RT_Pillus_2 aux Keb_industri_RT_Pillus_3 = RL_utk_pillus_31000kap_prod_industri _RT_Pillus_3 aux keb_ten_kerja_RT_dodol = keb_ind_RT_dodolten_kerja_per_RT_do dol aux keb_ten_kerja_RT_dodol_1 = keb_ind_RT_dodol_1ten_kerja_per_RT_ dodol_1 aux keb_ten_kerja_RT_dodol_2 = keb_ind_RT_dodol_2ten_kerja_per_RT_ dodol_2 aux keb_ten_kerja_RT_dodol_3 = keb_ind_RT_dodol_3ten_kerja_per_RT_ dodol_3 aux keb_tenaga_kerja_BD = jlh_petakantenaga_per_petak aux keb_tenaga_kerja_BD_1 = jumlah_petakan_1tenaga_per_petak_1 aux keb_tenaga_kerja_BD_2 = jumlah_petakan_2tenaga_per_petak_2 aux keb_tenaga_kerja_BD_3 = jumlah_petakan_3tenaga_per_petak_3 aux Kebutuhan_bibit_RL = L_Budidayabibit_per_km2 aux Kebutuhan_bibit_RL_1 = L_Budidaya_Optimisbibit_per_km2_1 aux Kebutuhan_bibit_RL_2 = L_Budidaya_Moderatbibit_per_km2_2 aux Kebutuhan_bibit_RL_3 = L_Budidaya_Pesimisbibit_per_km2_3 aux Keuntungan_BD = Penerimaan_BD_RL- Pengeluaran_BD_RL aux keuntungan_BD_Moderat = Penerimaan_BD_RL_2- Pengeluaran_BD_RL_2 aux keuntungan_BD_Optimis = Penerimaan_BD_RL_1- Pengeluaran_BD_RL_1 aux keuntungan_BD_Pesimis = Penerimaan_BD_RL_3- Pengeluaran_BD_RL_3 aux Keuntungan_Dodol = RL_utk_dodol1000harga_jual_dodol_pe r_kg- RL_utk_dodol1000Biaya_prod_dodol_p er_Kg aux Keuntungan_Dodol_1 = RL_utk_dodol_11000harga_jual_dodol_ per_kg_1- RL_utk_dodol_11000Biaya_prod_dodol _per_Kg_1 aux Keuntungan_Dodol_2 = RL_utk_dodol_21000harga_jual_dodol_ per_kg_2- RL_utk_dodol_21000Biaya_prod_dodol _per_Kg_2 aux Keuntungan_Dodol_3 = RL_utk_dodol_31000harga_jual_dodol_ per_kg_3- RL_utk_dodol_31000Biaya_prod_dodol _per_Kg_3 aux Keuntungan_jual_kering = Jual_Kering1000harga_RL_kering1000 - Jual_Kering1000biaya_prod_RL_kering _per_Kg aux keuntungan_jual_kering_moderat = Jual_Kering_21000harga_RL_kering10 00- Jual_Kering_21000biaya_prod_RL_keri ng_per_Kg_2 aux keuntungan_jual_kering_Optimis = Jual_Kering_11000harga_RL_kering10 00- Jual_Kering_11000biaya_prod_RL_keri ng_per_Kg_1 aux keuntungan_jual_kering_pesimis = Jual_Kering_31000harga_RL_kering10 00- Jual_Kering_31000biaya_prod_RL_keri ng_per_Kg_3 aux Keuntungan_Pillus = RL_utk_pillus1000harga_jual_pillus_per _KG- RL_utk_pillus1000biaya_prod_Pilus_pe r_Kg aux keuntungan_pillus_1 = RL_utk_pillus_11000harga_jual_pillus_ per_KG_1- RL_utk_pillus_11000biaya_prod_Pilus_ per_Kg_1 aux keuntungan_pillus_2 = RL_utk_pillus_21000harga_jual_pillus_ per_KG_2- RL_utk_pillus_21000biaya_prod_Pilus_ per_Kg_2 aux keuntungan_pillus_3 = RL_utk_pillus_31000harga_jual_pillus_ per_KG_3- RL_utk_pillus_31000biaya_prod_Pilus_ per_Kg_3 aux L_Minapolitan = L_Budidaya+L_Industri aux lj_pengurangan_panen = lj_pert_panenpersen_kematian+Kebutu han_bibit_RL aux lj_pengurangan_panen_1 = lj_pert_panen_1persen_kematian_1+Ke butuhan_bibit_RL_1 aux lj_pengurangan_panen_2 = lj_pert_panen_2persen_kematian_2+Ke butuhan_bibit_RL_2 aux lj_pengurangan_panen_3 = lj_pert_panen_3persen_kematian_3+Ke butuhan_bibit_RL_3 aux lj_pert_panen = Kebutuhan_bibit_RLjlh_panen_per_thnk enaikan_berat aux lj_pert_panen_1 = Kebutuhan_bibit_RL_1jlh_panen_per_thn _1kenaikan_berat_1 aux lj_pert_panen_2 = Kebutuhan_bibit_RL_2jlh_panen_per_thn _2kenaikan_berat_2 aux lj_pert_panen_3 = Kebutuhan_bibit_RL_3jlh_panen_per_thn _3kenaikan_berat_3 aux Panen_kering = total_panen_per_thnrendemen aux Panen_kering_Moderat = total_panen_per_thn_2rendemen_2 aux Panen_kering_Optimis = total_panen_per_thn_1rendemen_1 aux Panen_kering_Pesimis = total_panen_per_thn_3rendemen_3 aux PDRB = Keuntungan_Dodol+Keuntungan_jual_keri ng+Keuntungan_Pillus aux PDRB_Moderat = Keuntungan_Dodol_2+keuntungan_jual_k ering_moderat+keuntungan_pillus_2 aux PDRB_Optimis = Keuntungan_Dodol_1+keuntungan_jual_k ering_Optimis+keuntungan_pillus_1 aux PDRB_Pesimis = Keuntungan_Dodol_3+keuntungan_jual_k ering_pesimis+keuntungan_pillus_3 aux Penerimaan_BD_RL = Panen_keringharga_RL_kering doc Penerimaan_BD_RL = Penerimaan Panen RL Kering aux Penerimaan_BD_RL_1 = Panen_kering_Optimisharga_RL_kering_ 1 doc Penerimaan_BD_RL_1 = Penerimaan Panen RL Kering aux Penerimaan_BD_RL_2 = Panen_kering_Moderatharga_RL_kering _2 doc Penerimaan_BD_RL_2 = Penerimaan Panen RL Kering aux Penerimaan_BD_RL_3 = Panen_kering_Pesimisharga_RL_kering_ 3 doc Penerimaan_BD_RL_3 = Penerimaan Panen RL Kering aux Pengeluaran_BD_RL = biaya_opr_per_petakanjlh_petakanken aikan_modal+jlh_petakanbiaya_opr_per _petakan aux Pengeluaran_BD_RL_1 = biaya_opr_per_petakan_1jumlah_petaka n_1kenaikan_modal_1+jumlah_petakan _1biaya_opr_per_petakan_1 aux Pengeluaran_BD_RL_2 = biaya_opr_per_petakan_2jumlah_petaka n_2kenaikan_modal_2+jumlah_petakan _2biaya_opr_per_petakan_2 aux Pengeluaran_BD_RL_3 = biaya_opr_per_petakan_3jumlah_petaka n_3kenaikan_modal_3+jumlah_petakan _3biaya_opr_per_petakan_3 aux persen_jual_kering = 1-persen_di_olah aux persen_jual_kering_1 = 1- persen_di_olah_1 aux persen_jual_kering_2 = 1- persen_di_olah_2 aux persen_jual_kering_3 = 1- persen_di_olah_3 aux persen_pillus = 1-persen_dodol aux persen_pillus_1 = 1-persen_dodol_1 aux persen_pillus_2 = 1-persen_dodol_2 aux persen_pillus_3 = 1-persen_dodol_3 aux RL_utk_dodol = Diolahpersen_dodol aux RL_utk_dodol_1 = Diolah_1persen_dodol_1 aux RL_utk_dodol_2 = Diolah_2persen_dodol_2 aux RL_utk_dodol_3 = Diolah_3persen_dodol_3 aux RL_utk_pillus = Diolahpersen_pillus aux RL_utk_pillus_1 = Diolah_1persen_pillus_1 aux RL_utk_pillus_2 = Diolah_2persen_pillus_2 aux RL_utk_pillus_3 = Diolah_3persen_pillus_3 aux total_panen_per_thn = lj_pert_panen- lj_pengurangan_panen aux total_panen_per_thn_1 = lj_pert_panen_1-lj_pengurangan_panen_1 aux total_panen_per_thn_2 = lj_pert_panen_2-lj_pengurangan_panen_2 aux total_panen_per_thn_3 = lj_pert_panen_3-lj_pengurangan_panen_3 const BD_existing = 3.23 doc BD_existing = Luas Eksisting Lahan Budidaya di Kecamatan Kupang Barat const BD_existing_1 = 3.23 doc BD_existing_1 = Luas Eksisting Lahan Budidaya di Kecamatan Kupang Barat const BD_existing_2 = 3.23 doc BD_existing_2 = Luas Eksisting Lahan Budidaya di Kecamatan Kupang Barat const BD_existing_3 = 3.23 doc BD_existing_3 = Luas Eksisting Lahan Budidaya di Kecamatan Kupang Barat const biaya_opr_per_petakan = 63312000 const biaya_opr_per_petakan_1 = 63312000 const biaya_opr_per_petakan_2 = 63312000 const biaya_opr_per_petakan_3 = 63312000 const Biaya_prod_dodol_per_Kg = 9259.5 const Biaya_prod_dodol_per_Kg_1 = 9259.5 const Biaya_prod_dodol_per_Kg_2 = 9259.5 const Biaya_prod_dodol_per_Kg_3 = 9259.5 const biaya_prod_Pilus_per_Kg = 9259.5 const biaya_prod_Pilus_per_Kg_1 = 9259.5 const biaya_prod_Pilus_per_Kg_2 = 9259.5 const biaya_prod_Pilus_per_Kg_3 = 9259.5 ABSTRACT CHATERINA AGUSTA PAULUS. Development of Marine Culture-Based Minapolitan Model in Kupang Regency. Under direction of D. DJOKOSETIYANTO, SURJONO H. SUTJAHJO, and BAMBANG PRAMUDYA N. This research was conducted in Kupang regency, East Nusa Tenggara. The main purpose of this study was to develop a minapolitan model of regional development in the Kupang regency - Nusa Tenggara in order to improve the living standards of social and economic life of society. To achieve the main objective, then there are some activities that need to be done as a special purpose, among others: 1 Analyze the potential, level of development, and sustainability for the development of minapolitan in Kupang regency, and 2 Build a sustainable development model of minapolitan area in Kupang regency. The study was conducted in March 2011 to August 2011 is located in Semau sub- regency, West Kupang sub-regency and Sulamu sub-regency. Data analysis include: 1 Identification of potential areas comprising: spatial analysis GIS with Arc GIS Version 9, the land suitability analysis, carrying capacity analysis, financial analysis; 2 Valuing the level of development consisting of the typology analysis, principal component analysis PCA, cluster analysis, scalogram analysis, centrality analysis, methods comparison of exponential MPE, analysis hierarchy process AHP with criterium decision plus CDP, structural interpretative modeling analysis ISM; 3 Sustainability status of the region by using analysis of multidimensional scaling MDS called Rap-MINAKU, monte carlo analysis and prospective analysis; and 4 Building a development of marine culture-based minapolitan model with analysis of dynamic systems with powersim constructor version 2.5d. The results suggest that seaweed farming has a profitable business opportunities in the development of minapolitan in Kupang regency that is currently in the category of the strata pre-minapolitan II region seen from the completeness of the facilities owned by each village, there are six villages with a more advanced stage of development, 7 villages with the average development level, and 11 villages with a level of development lags. In a multidimensional in Kupang regency, aquaculture region sustained quite sensitive to 18 attributes that affect the increase sustainable index. The analysis showed each component of the dynamic system show a tendency to form a positive growth curve positive growth following an exponential curve. Policy direction in the development of marine culture in Kupang regency is the development of seaweed farming. Strategy should be to establish a production center and its hinterland with complete facilities and infrastructure needed, move the commodity diversification of seaweed processing in domestic industry, increase production of seaweed in minapolitan area through extension to the maximum limit, increasing the capacity of farmers, increase coordination and good partnerships in all relevant stakeholders, and improve the status of sustainability for the development of minapolitan in Kupang regency in the short term, medium term and long-term. Keywords : minapolitan, Kupang regency, mariculture 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara nasional, wilayah pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah penting yang diharapkan dapat menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi bangsa. Hal ini didorong oleh besarnya potensi sumber daya pesisir dan laut yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan bangsa. Nilai dan arti penting pesisir dan laut bagi bangsa Indonesia paling tidak dapat dilihat dari dua aspek, yaitu : 1 secara biofisik, wilayah pesisir dan laut Indonesia memiliki arti penting karena a Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada sekitar 81.000 km; b sekitar 75 dari wilayahnya merupakan wilayah perairan luas sekitar 5.8 juta km 2 termasuk ZEEI; c Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sekitar 13.487 pulau; dan d memiliki keanekaragaman hayati yang besar; dan 2 secara sosial ekonomi, wilayah pesisir dan laut memiliki arti penting karena a sekitar 140 juta 60 penduduk Indonesia hidup di wilayah pesisir; b sebagian besar kota provinsi dan kabupatenkota terletak di kawasan pesisir; dan c kontribusi sektor kelautan terhadap PDB nasional sekitar 12,4 dan menyerap lebih dari 16 juta tenaga kerja Bengen, 2004. Secara internasional, Indonesia merupakan negara yang memiliki peranan strategis dalam memenuhi permintaan ikan dunia. Kebutuhan ikan dunia selama kurun waktu 1999-2006 meningkat sebesar 45, dan diproyeksikan akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan populasi penduduk dunia. Produksi perikanan Indonesia hingga tahun 2006 menempati posisi keempat dunia setelah Republik Rakyat Cina RRC, Peru dan Amerika Serikat FAO, 2009. Perkembangan dunia yang terjadi belakangan ini mengarah kepada era globalisasi dan perdagangan bebas. Hal ini menyebabkan perubahan yang cepat dan memberikan pengaruh luas dalam perekonomian nasional maupun internasional yang berdampak pada semakin ketatnya persaingan. Agar suatu sektor ekonomi dapat bertahan dan berkembang dalam situasi persaingan saat ini maka perlu memiliki daya saing yang tinggi. Strategi peningkatan sektor perikanan yang dipandang relatif tepat untuk meningkatkan daya saing adalah melalui pendekatan klaster. Strategi klaster menawarkan upaya pembangunan ekonomi yang lebih efektif dan komprehensif. Strategi ini memerlukan kepeloporan dan kerjasama yang erat antara berbagai stakeholders yang terkait dengan sektor perikanan. Pendekatan klaster dalam pengembangan sumberdaya perikanan selanjutnya disebut klaster minapolitan dapat diartikan sebagai suatu bentuk pendekatan yang berupa pemusatan kegiatan perikanan di suatu lokasi tertentu. Upaya ini dilakukan guna meningkatkan efisiensi dan efektifitas dengan menurunkan komponen biaya dari hulu sampai hilir dalam produksi suatu komoditi. Bentuk pemusatan yang dilakukan adalah dimana dalam suatu kawasan tersedia subsistem-subsistem dalam agribisnis perikanan dari subsistem hulu hingga hilir serta jasa penunjang. Adanya pemusatan aktivitas tersebut dapat mengurangi biaya-biaya terutama biaya transportasi antar subsistem yang terfokus pada komoditas perikanan tersebut. Efisiensi dan efektifitas yang diciptakan, dengan sendirinya akan mampu meningkatkan daya saing produk perikanan baik pada skala domestik maupun internasional. Kebijakan pembangunan sektor perikanan saat ini, menjanjikan masa kejayaan dengan mengusung v isi ”Indonesia Penghasil Produk Kelautan dan Perikanan Terbesar Dunia p ada Tahun 2015,” dan misi ”Mensejahterakan Masyarakat Kel autan dan Perikanan”. Pencapaian visi dan misi tersebut, pemerintah mencanangkan kebijakan revolusi biru the blue revolution policies melalui p rogram “minapolitan dan peningkatan produksi perikanan”. Program pengembangan kawasan minapolitan adalah pembangunan ekonomi berbasis perikanan di kawasan agribisnis, yang dirancang dan dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi, yang digerakkan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah. Peningkatan produksi perikanan diprioritaskan dari hasil budidaya, baik budidaya air tawar, budidaya air payau dan budidaya laut. Produksi budidaya laut Indonesia tahun 2001 sebesar 197.114 ton meningkat menjadi 1.509.582 ton pada tahun 2007. Produksi tersebut terus mengalami peningkatan, dengan rata-rata peningkatan per tahun mencapai 79,51 JICA, 2009. Luas potensi lahan budidaya laut sebesar 8.363.501 ha, hingga tahun 2007 luas lahan yang telah dimanfaatkan hanya seluas 84.481 ha 0,8, sehingga masih terdapat lahan seluas 8.279.020 ha yang potensial untuk dikembangkan budidaya laut. Produksi budidaya laut Nusa Tenggara Timur menempati peringkat pertama, dari total produksi perikanan nasional dengan volume produksi terbesar mencapai 504.709 ton DKP, 2009. Provinsi Nusa Tenggara Timur secara geografis memiliki potensi perairan untuk pengembangan budidaya laut. Luas kawasan potensial daerah ini mencapai 12,187 ha, dan hingga tahun 2007 luas lahan yang telah dimanfaatkan baru seluas 1.580 ha, diantaranya untuk pengembangan komoditi tiram mutiara, rumput laut, ikan kakap dan ikan kerapu DKP NTT, 2008. Komoditi rumput laut saat ini menjadi primadona pengembangan budidaya laut di Kabupaten Kupang, karena mampu memberikan nilai tambah bagi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir baik untuk pembudidaya rumput laut atau nelayan sambilan maupun pelaku usaha perikanan seperti pengumpul hasil, distributor dan jasa transportasi laut. Sebaran lokasi potensi dan pengembangan budidaya rumput laut umumnya hampir pada setiap perairan pantai di seluruh wilayah kecamatan pesisir. Namun demikian, usaha budidaya rumput laut sampai saat ini lebih banyak digeluti oleh masyarakat pesisir di beberapa kecamatan seperti Kecamatan Kupang Barat, Semau, Semau Selatan dan kecamatan-kecamatan di Pulau Sabu dan Raijua. Wilayah-wilayah ini merupakan sentra produksi komoditi rumput laut. Produksi rumput laut juga mengalami peningkatan, dan yang terdata secara total mencapai sekitar 3.757,16 ton pada tahun 2007, dan umumnya hasil produksinya diantarpulaukan ke Jakarta, Surabaya, Denpasar dan Makassar. Potensi budidaya laut lainnya yang juga sudah diujicobakan oleh nelayan di beberapa kecamatan Kupang Barat dan Sulamu yakni budidaya ikan di keramba jaring apung KJA dengan komoditi ikan kerapu dan kakap. Untuk potensi pengembangan budidaya mutiara hingga saat ini terdapat di perairan Selat Semau yakni perairan sekitar Kecamatan Kupang Barat, Semau dan Semau Selatan. Hasil produksi mutiara umumnya dipasarkan ke Jakarta ataupun diekspor Jepang. Budidaya laut menjanjikan kontribusi besar terhadap peningkatan perekonomian daerah dan mampu meningkatkan pendapatan nelayan, karena sebagian besar komoditinya memiliki pangsa pasar ekspor dengan harga relatif tinggi. Kegiatan budidaya laut lebih memberikan kepastian bagi nelayan dibandingkan kegiatan penangkapan yang sangat bergantung pada cuaca dan musim. Situasi ini memberikan justifikasi bahwa intervensi kebijakan pemerintah untuk memprioritaskan peningkatan produksi perikanan melalui program budidaya laut sangat tepat. Oleh karenanya dalam rangka mendukung implementasi kebijakan pemerintah menjadikan Kabupaten Kupang sebagai sentra produksi pengembangan budidaya laut, maka diperlukan model pengembangan minapolitan berbasis budidaya laut yang mampu menjamin kelestarian ekosistem dengan memperhatikan keterbatasan kapasitas lingkungan, dengan harapan agar dapat memberdayakan wilayah perikanan dalam rangka meningkatkan taraf hidup kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat yang ada dengan kaidah-kaidah pemanfaatan ruang yang optimal dan berkelanjutan, dan sekaligus memberikan masukan dan arahan sebagai bahan pertimbangan bagi pembuat keputusan dalam rangka menyusun strategi yang tepat dan benar untuk mengembangkan minapolitan berbasis budidaya laut di masa yang akan datang. Dengan demikian program pengembangan kawasan minapolitan ini juga dapat mendukung program gemala dari pemerintah Provinsi NTT yang akhir- akhir ini tidak bergaung lagi. Gemala adalah salah satu program kegiatan strategis yang dicanangkan oleh pemerintah daerah Provinsi NTT pada tahun 2002 yaitu gerakan masuk laut. Orientasi program gemala yaitu optimalisasi sumberdaya, peningkatan skala usaha, peningkatan teknologi, peningkatan produksi bernilai tambah, peningkatan partisipasi masyarakat dan globalisasi perdagangan; diharapkan upaya pengembangan minapolitan dapat memdongkrak kembali program gemala yang sudah tidak terlihat lagi hasilnya. Namun, kegiatan budidaya laut ini memiliki dinamika dan permasalahan yang kompleks terkait kegiatan di wilayah daratan dan kegiatan budidaya itu sendiri akan berpengaruh terhadap kondisi biofisik dan daya dukung perairan, kondisi sosial ekonomi, kelembagaan dan teknologi budidaya yang saling berhubungan membentuk sebuah sistem yang kompleks. Dinamika dan kompleksitas permasalahan yang dihadapi saat ini merupakan proses dinamis, disadari sebagai rangkaian kemungkinan kejadian yang diinginkan di masa datang, dan sangat tergantung dari kebijakan yang diambil saat ini. Oleh karena itu, sistem dinamik sangat cocok untuk menganalisis mekanisme, pola dan kecenderungan sistem budidaya laut yang menjamin keberkelanjutan berdasarkan analisis terhadap struktur dan perilaku sistem yang rumit, berubah cepat dan mengandung ketidakpastian.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menyusun suatu model pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Kupang - Nusa Tenggara Timur dalam rangka meningkatkan taraf hidup kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Untuk mencapai tujuan utama tersebut, maka ada beberapa kegiatan yang perlu dilakukan sebagai tujuan khusus, antara lain : 1. Menganalisis potensi, tingkat perkembangan, dan keberlanjutan Kabupaten Kupang untuk pengembangan kawasan minapolitan. 2. Membangun model pengembangan kawasan minapolitan secara berkelanjutan di Kabupaten Kupang.

1.3 Kerangka Pemikiran

Penelitian ini berangkat dari potensi lestari kekayaan laut NTT sangat besar dan menjanjikan. Untuk jenis ikan tuna dan cakalang, misalnya, berdasarkan hasil penelitian LAPAN pada tahun 1998 lalu potensi lestari sekitar 156.000 ton pertahun. Namun tingkat pemanfaatannya baru sekitar 32,79 atau setara dengan 51.100 ton. Dilihat dari potensi yang ada dan peluang pasar manca negara, khususnya Jepang, Hongkong, Taiwan dan Cina, peluang usaha penangkapan ikan tuna dan cakalang masih sangat besar. Penyebaran jenis ikan tuna dan cakalang ini berada hampir pada semua perairan laut NTT. Namun yang berpotensi cukup besar dengan tingkat eksploitasinya masih rendah terdapat di Kabupaten Kupang perairan Laut Sabu, Laut Timor, laut sekitar Pulau Rote dan laut sekitar Pulau Semau. Hal yang tak kalah menariknya adalah potensi lestari rumput laut sea weeds. Tumbuhan yang tersebar hampir di perairan NTT ini bernilai ekonomis penting karena kegunaannya yang luas dalam bidang industri makanan, kosmetik, minuman dan farmasi. Di Indonesia, pemanfaatan rumput laut sebagian besar sebagai bahan komoditas ekspor dalam bentuk rumput laut kering. Dari tahun ke tahun pertumbuhan ekspor rumput laut mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan, namun relatif kecil dan jauh di bawah produksi Philipina. Hal itu disebabkan karena produksi rumput laut belum optimal. Keinginan masyarakat NTT untuk membudidayakan rumput laut cukup tinggi, walaupun masih dalam skala kecil, dengan potensi budidaya rumput laut di Kabupaten Kupang dengan luas lahan sekitar 12.187 ha baru dimanfaatkan sekitar 1.580 ha. Guna mengoptimalkan potensi laut yang sangat besar itu untuk kemakmuran rakyat, pemerintah daerah pemda NTT mencanangkan program gerakan masuk laut gemala. Gerakan yang bertumpu pada kondisi geografis NTT yang sebagian besar terdiri dari perairan merupakan suatu terobosan untuk merubah paradigma pembangunan dan sekaligus mentalitas masyarakat NTT yang selama ini lebih berorientasi ke darat. Substansi gemala yang kini dicanangkan dan disosialisasikan secara intensif oleh pemda NTT dan seluruh komponen terkait adalah upaya merubah mentalitas agraris masyarakat NTT menuju mentalitas maritim. Namun demikian dengan semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk dan pesatnya kegiatan pembangunan di wilayah pesisir, bagi berbagai peruntukan pemukiman, perikanan, pelabuhan, obyek wisata dan lain-lain, maka tekanan ekologis terhadap ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut itu semakin meningkat. Meningkatnya tekanan ini tentunya akan dapat mengancam keberadaan dan kelangsungan ekosistem dan sumberdaya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil yang ada disekitarnya. Satu hal yang lebih memprihatinkan adalah, bahwa kecenderungan kerusakan lingkungan pesisir dan lautan lebih disebabkan paradigma dan praktek pembangunan yang selama ini diterapkan belum sesuai dengan prinsip- prinsip pembangunan berkelanjutan sustainable development. Cenderung mendominasi kepentingan ekonomi pusat lebih diutamakan daripada ekonomi masyarakat setempat. Seharusnya lebih bersifat partisipatif, transparan, dapat dipertanggung-jawabkan accountable, efektif dan efisien, pemerataan serta mendukung supremasi hukum. Untuk mencapai tujuan-tujuan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir secara terpadu dan berkelanjutan, maka perlu dirumuskan suatu pengelolaan strategic plan, mengintegrasikan setiap kepentingan dalam keseimbangan proporsionality antar dimensi ekologis, dimensi sosial, antar sektoral, disiplin ilmu dan segenap pelaku pembangunan stakeholders. Dengan melihat isu dan permasalahan diatas, pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis budidaya laut yang terpadu dan berkelanjutan di Kabupaten Kupang dapat dimulai dengan memperhatikan beberapa aspek, yaitu : 1 aspek ekologis meliputi potensi keruangan, kesesuaian lahan, daya dukung lahan, dan karakteristik lahan; 2 aspek ekonomi yaitu kelayakan usaha budidaya; 3 aspek sosial yaitu persepsi masyarakat terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis budidaya laut; 4 aspek kelembagaan dan hukum yang meliputi kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan pemerintah yang terkait; dan 5 aspek ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu metode analisis data. Keterpaduan aspek-aspek di atas dalam pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis budidaya laut dapat dimodelkan dalam suatu pengembangan kawasan minapolitan berbasis budidaya laut secara berkelanjutan di Kabupaten Kupang. Model pengembangan kawasan minapolitan berbasis budidaya laut ini nantinya dapat menjadi arahan kebijakan pembangunan kawasan minapolitan di wilayah perairan Kabupaten Kupang. Potensi budidaya laut yang dapat dikembangkan sebagai basis kegiatan perikanan dalam rangka pengembangan kawasan minapolitan di wilayah perairan Kabupaten Kupang antara lain adalah budidaya rumput laut, tiram mutiara, teripang dan keramba jaring apung KJA. Produksi maupun hasil olahan dari budidaya laut tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Kupang. Model pengembangan kawasan minapolitan berbasis budidaya laut di Kabupaten Kupang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk kebijakan pembangunan nasional di bidang kelautan dan perikanan untuk wilayah pesisir lainnya. Kerangka pemikiran penelitian model pengembangan kawasan minapolitan berbasis budidaya laut di lihat pada Gambar 1. Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian model pengembangan minapolitan di Kabupaten Kupang

1.4 Perumusan Masalah

Pengelolaan wilayah pesisir terpadu dinyatakan sebagai proses pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan serta ruang dengan mengindahkan aspek konservasi dan keberlanjutannya. Permasalahan yang ada di Kabupaten Kupang adalah pemanfaatan sumberdaya perikanan yang belum optimal, program pemda NTT yaitu gemala yang tidak lagi bergaung dalam pembangunan perikanan NTT, dan Kabupaten Kupang sebagai kawasan pengembangan minapolitan berbasis budidaya laut. Sebagai upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan, khususnya nelayan, pembudidaya dan pengolah ikan sebagaimana menjadi misi kementerian kelautan dan perikanan KKP, maka dibuat kebijakan strategis operasional minapolitan. Minapolitan merupakan konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis wilayah. Untuk itu pendekatan dalam pembangunan minapolitan dilakukan dengan sistem manajemen kawasan dengan prinsip integrasi, efisiensi, kualitas dan akselerasi. Ciri kawasan minapolitan adalah sebagian besar masyarakat memperoleh pendapatan dari kegiatan minabisnis kegiatan dikawasan didominasi oleh kegiatan perikanan industri pengolahan, perdagangan. Dalam rencana pengembangan kawasan minapolitan tersebut, Kabupaten Kupang memiliki sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi seperti : 1 memiliki lahan dan perairan yang sesuai untuk pengembangan komoditas perikanan; 2 memiliki sarana umum lainnya seperti transportasi, listrik, telekomunikasi, air bersih dll; dan 3 memiliki berbagai sarana dan prasarana minabisnis, yaitu : pasar, lembaga keuangan, kelompok budidaya, balai benih ikan, penyuluhan dan bimbingan teknis, jaringan jalan, irigasi. Dengan demikian, dibutuhkan kajian lebih mendalam berkaitan dengan persyaratan yang harus dipenuhi untuk sebuah kawasan minapolitan; untuk itu perlu dilakukan pengkajian pengembangan kawasan minapolitan dengan menggunakan berbagai macam metode secara komprehensif yang nantinya akan diperoleh hasil penelitian yang detail dan mendalam. Perumusan masalah pengembangan kawasan minapolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Kupang, disajikan secara sistematis pada Gambar 2. Beberapa pertanyaan penelitian yang merupakan permasalahan-permasalahan yang perlu dikaji adalah : 1. Bagaimana kondisi dan potensi wilayah yang dimiliki Kabupaten Kupang untuk menunjang pengembangan kawasan minapolitan? 2. Bagaimana tingkat perkembangan wilayah yang dimiliki Kabupaten Kupang untuk menunjang pengembangan kawasan minapolitan? 3. Bagaimana keberlanjutan potensi wilayah yang dimiliki Kabupaten Kupang dapat mendukung pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Kupang? 4. Bagaimana model pengembangan kawasan minapolitan secara berkelanjutan di Kabupaten Kupang, serta bagaimana rumusan kebijakan dan skenario strategi pengembangannya? Gambar 2 Skema perumusan masalah model pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Kupang

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat bagi pemerintah daerah, dapat dijadikan pedoman dalam penyusunan perencanaan kebijakan dan strategi pembangunan wilayah melalui pengembangan kawasan minapolitan secara berkelanjutan. 2. Manfaat bagi masyarakat stakeholders, memberikan kontribusi hasil pemikiran secara ilmiah bagi masyarakat yang akan menginvestasikan modalnya dalam pengelolaan sumberdaya laut secara berkelanjutan melalui konsep minapolitan. 3. Manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, sebagai bahan referensi dan pengkajian lebih lanjut dalam pengembangan wilayah yang berpihak pada optimalisasi di sektor perikanan berbasis budidaya laut.

1.6 Kebaruan Novelty

Penelitian mengenai model pengembangan minapolitan berbasis budidaya laut di Kabupaten Kupang belum pernah dilakukan, khususnya jika ditinjau berdasarkan hal-hal berikut secara menyeluruh yaitu: potensi sumberdaya kelautan dan perikanan, tingkat perkembangan wilayah, status keberlanjutan wilayah, dan konsep pengembangan minapolitan. Berdasarkan hal tersebut, kebaruan dari penelitian ini adalah dihasilkannya rekomendasi kebijakan umum dan operasional minapolitan berbasis budidaya laut yang didasarkan pada potensi sumberdaya kelautan dan perikanan, tingkat perkembangan wilayah, status keberlanjutan wilayah, dan konsep pengembangan minapolitan.

1.7 Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan topik penelitian ini yang telah dilaksanakan terlebih dahulu, antara lain : 1. Susilo 2003 dengan judul penelitian “Keberlanjutan Pembangunan Pulau- Pulau kecil ” Studi Kasus Kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Pari KePulauan Seribu, DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan konsep keberlanjutan dan menyimpulkan bahwa pengelolaan sumberdaya di Pulau Panggang dan Pulau Pari termasuk dalam kategori “cukup berkelanjutan”. 2. Pranoto 2005 dengan judul penelitian “Pembangunan Perdesaan Berkelanjutan Melalui Model Pengembangan Agropolitan ”, menyimpulkan bahwa pengembangan agropolitan sebagai pendekatan pembangunan perdesaan yang berkelanjutan dapat tercapai jika peningkatan produksi pertanian, peningkatan sarana dan prasarana permukiman, transportasi, dan pemasaran disertai dengan peningkatan konservasi sumberdaya alam; pengembangan agribisnis dan pembangunan agroindustri dibarengi dengan perbaikan pemasaran secara berkelanjutan, perencanaan dan pelaksanaan program dibarengi dengan peran dan kinerja kelembagaan yang ada. 3. Rauf 2008 dengan judul “Pengembangan Terpadu Pemanfaatan Ruang Kepulauan Tanakeke Berbasis Daya Dukung ”, menyimpulkan bahwa Kepulauan Tanakeke memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup besar untuk pengembangan budidaya perikanan rumput laut dan KJA, penangkapan ikan pelagis dan karangdemersal; Hasil analisis kesesuaian dan daya dukung lahan serta kelayakan secara ekonomi terhadap berbagai peruntukkan di Kepulauan Tanakeke, didapatkan bahwa kegiatan budidaya perikanan seperti rumput laut dan keramba jaring apung layak dikembangkan di Pulau Tanakeke dan Lantangpeo. 4. Saksono 2008 dengan judul “Kajian Pembangunan Kabupaten Administrasi Kepulau an Seribu Berbasis Industri Perikanan”. Penelitian ini bertujuan menguji dan menganalisis interaksi antar faktor pembangunan Kabupaten danatau kota yang berbasis industri perikanan; dan merancang suatu model pembangunan bagi kabupaten administrasi Kepulauan Seribu berbasis industri perikanan. 5. Thamrin 2009 dengan judul “Model Pengembangan Kawasan Agropolitan Secara Berkelanjutan Di Wilayah Perbatasan Kalimantan Barat – Malaysia” Studi Kasus Wilayah Perbatasan Kabupaten Bengkayang - Serawak, menyimpulkan bahwa model pengembangan kawasan agropolitan di wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang dibangun dari empat sub model berdasarkan analisis sistem dinamik, yakni : sub model pengembangan wilayah, sub model budidaya pertanian, sub model pengembangan industri, dan sub model pengolahan dan pemasaran produk. Hasil identifikasi potensi wilayah, menunjukkan wilayah perbatasan Kabupaten Bengkayang sangat potensial untuk pengembangan kawasan agropolitan terpadu. 6. Radarwati 2010 dengan judul “Pengelolaan Perikanan Tangkap Berkelanjutan Di Perairan Jakarta, Provinsi DKI Jakarta” menyimpulkan bahwa tingkat keberlanjutan pengelolaan perikanan tangkap di perairan Jakarta berada pada tahap pertumbuhan dan pengelolaan dalam kategori kurang baik dalam merespon faktor-faktor internal dan eksternal, alokasi optimum alat tangkap terbesar adalah bubu dengan 8.547 unit, sedangkan ruang yang dapat dimanfaatkan sebesar 52,89 dari luas perairan 748 ha dengan strategi standarisasi perikanan ukuran kecil menjadi prioritas utama untuk diimplementasikan. 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelolaan Pesisir dan Lautan Terpadu

Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara daratan dan laut, ke arah daratan meliputi bagian daratan baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut, seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin. Ke arah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat, seperti sendimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia seperti pertanian dan pencemaran Soegiarto, 1984; Beatley et al., 1994. Menurut UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil menyatakan bahwa “Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut ”; sedangkan “Perairan pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 dua belas mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perair an dangkal, rawa payau, dan laguna”. Sumberdaya alam pesisir dan laut, dewasa ini sudah semakin disadari banyak orang bahwa sumberdaya ini merupakan suatu potensi yang cukup menjanjikan dalam mendukung tingkat perekonomian masyarakat terutama bagi nelayan. Di sisi lain, konsekuensi logis dari sumberdaya pesisir dan laut sebagai sumberdaya milik bersama common property dan terbuka untuk umum open acces maka pemanfaatan sumberdaya alam pesisir dan laut dewasa ini semakin meningkat di hampir semua wilayah. Pemanfaatan yang demikian cenderung melebih daya dukung sumberdaya over exploitation. Ghofar 2004, mengatakan bahwa perkembangan eksploitasi sumberdaya alam laut dan pesisir dewasa ini penangkapan, budidaya, dan ekstraksi bahan-bahan untuk keperluan medis telah menjadi suatu bidang kegiatan ekonomi yang dikendalikan oleh pasar market driven terutama jenis- jenis yang bernilai ekonomis tinggi, sehingga mendorong eksploitasi sumberdaya alam laut dan pesisir dalam skala dan intensitas yang cukup besar. Sedangkan menurut Purwanto 2003, mengatakan bahwa ketersediaan stok sumberdaya ikan pada beberapa daerah penangkapan fishing ground di Indonesia ternyata telah dimanfaatkan melebihi daya dukungnya sehingga kelestariannya terancam. Beberapa spesies ikan bahkan dilaporkan telah sulit didapatkan bahkan nyaris hilang dari perairan Indonesia. Kondisi ini semakin diperparah oleh peningkatan jumlah armada penangkapan, penggunaan alat dan teknik serta teknologi penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Secara ideal pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungan hidupnya harus mampu menjamin keberlangsungan fungsi ekologis guna mendukung keberlanjutan usaha perikanan pantai yang ekonomis dan produktif. Keberlanjutan fungsi ekologis akan menjamin eksistensi sumberdaya serta lingkungan hidup ikan Anggoro, 2004. Wilayah pesisir memiliki nilai ekonomi tinggi, namun terancam keberlanjutannya. Dengan potensi yang unik dan bernilai ekonomi tadi maka wilayah pesisir dihadapkan pada ancaman yang tinggi pula, maka hendaknya wilayah pesisir ditangani secara khusus agar wilayah ini dapat dikelola secara berkelanjutan. Pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan lautan terpadu pada hakekatnya adalah suatu proses pengontrolan tindakan manusia atau masyarakat di sekitar kawasan pesisir agar pemanfaatan sumberdaya alam dapat dilakukan secara bijaksana dengan mengindahkan kaidah kelestarian lingkungan Supriharyono, 2000. Pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu memiliki pengertian bahwa pengelolaan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir dan laut dilakukan melalui penilaian secara menyeluruh comprehensive assessment, merencanakan tujuan dan sasaran, kemudian merencanakan serta mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya guna mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan Bengen, 2004. Perencanaan dan pengelolaan tersebut dilakukan secara kontinyu dan dinamis dengan mempertimbangkan aspek sosial- ekonomi-budaya dan aspirasi masyarakat pengguna wilayah pesisir stakeholders serta konflik kepentingan dan pemanfaatan yang mungkin ada. Dalam dimensi keterpaduan ICM Integrated Coastal Management atau pengelolaan secara terpadu meliputi lima aspek, yaitu a keterpaduan sektor, yaitu antara berbagai sektor pembangunan di wilayah pesisir, seperti perikanan budidaya, pariwisata, pertambangan migas, perhubungan dan pelabuhan, pemukiman, pertanian pantai; b keterpaduan wilayahekologis, yaitu antara daratan dan perairan laut yang masuk dalam suatu sistem ekologis, c keterpaduan stakeholder dan tingkat pemerintah, yaitu dengan melibatkan seluruh komponen stakeholder yang terdapat di wilayah pesisir dan juga adanya keterpaduan antara pemerintah pada berbagai level, seperti pusat, propinsi, dan kabupaten; d keterpaduan antara berbagai disiplin ilmu, yaitu dengan