Identifikasi Sistem Development of marine culture-based minapolitan model in Kupang Regency

lahan budidaya rumput laut dari 3,23 km 2 pada tahun 2007 menjadi 9,10 km 2 pada tahun 2037 dengan laju pertambahan luas sebesar 10 per tahun. Demikian pula yang terjadi pada luas lahan permukiman, pada tahun 2007 luas lahan sebesar 0,29 km 2 naik menjadi 12,76 km 2 pada tahun 2037 dengan laju pertumbuhan 1 per tahun. Sementara luas lahan industri pengolahan rumput laut naik menjadi 5,17 km 2 pada tahun 2037. Dengan asumsi pertambahan pemanfaatan lahan budidaya 10 per tahun, maka pada tahun 2037 pemanfaatan lahan belum terpakai secara keseluruhan dari total alokasi penggunaan lahan budidaya sebesar 22,29 km 2 . Hal ini memungkinkan untuk dilakukannya kegiatan ekstensifikasi dalam rangka meningkatkan produksi rumput laut di Kecamatan Kupang Barat, agar dapat memperoleh luas lahan budidaya maksimal dalam jangka waktu 30 tahun adalah menaikkan laju pertumbuhan lahan budidaya rumput laut sebesar 30 sehingga didapat lahan budidaya maksimal sebesar 22,24 km 2 pada tahun 2034. Jika laju pertumbuhan luas lahan budidaya ditambah 30 per tahun maka akan terdapat penambahan unit longline rumput laut sebesar 7.414 unit petakan per 3000 m 2 setiap tahun. Tabel 39 Simulasi perkembangan pemanfaatan lahan minapolitan rumput laut km 2 di Kecamatan Sulamu Simulasi lahan minapolitan Kecamatan Sulamu berawal dari luas lahan minapolitan darat sebesar 270,12 km 2 dan 3,65 km 2 lahan minapolitan laut. Di lahan minapolitan laut digunakan untuk lahan budidaya rumput laut 3,20 km 2 diambil dari kelas kesesuaian sangat sesuai. Kondisi eksisting luas lahan budidaya adalah 0,10 km 2 . Laju pengurangan dari alokasi fasilitas budidaya sebesar 2 per tahun dan laju pertumbuhan lahan budidaya rumput laut sebesar 10. Jumlah penduduk eksisting tahun 2007 sebanyak 14.457 jiwa dengan tingkat kelahiran 1,57, tingkat kematian 0,80, imigrasi 2,96 dan emigrasi 1,90. Asumsi pemakaian lahan pemukiman per jiwa sebesar 20 m 2 2.10 -5 km 2 . Lahan industri pengolahan di tahun 2007 belum tersedia. Berdasarkan asumsi-asumsi ini dihasilkan simulasi model penggunaan lahan di kawasan minapolitan Kecamatan Sulamu yang disajikan pada Tabel 39. Alokasi penggunaan lahan kawasan minapolitan budidaya rumput laut Kecamatan Sulamu dari Tabel 39 menunjukkan terjadi penambahan luas lahan budidaya rumput laut dari 0,10 km 2 pada tahun 2007 menjadi 0,29 km 2 pada tahun 2037 dengan laju pertambahan luas sebesar 10 per tahun. Demikian pula yang terjadi pada luas lahan permukiman, pada tahun 2007 luas lahan sebesar 0,29 km 2 naik menjadi 11,71 km 2 pada tahun 2037 dengan laju pertumbuhan 1 per tahun, sementara luas lahan industri pengolahan rumput laut naik menjadi 0,16 km 2 pada tahun 2037. Dengan asumsi pertambahan pemanfaatan lahan budidaya 10 per tahun, maka pada tahun 2037 pemanfaatan lahan belum terpakai secara keseluruhan dari total alokasi penggunaan lahan budidaya sebesar 3,20 km 2 . Hal ini memungkinkan untuk dilakukannya kegiatan ekstensifikasi dalam rangka meningkatkan produksi rumput laut di Kecamatan Sulamu. Berbeda dengan Kecamatan Semau dan Kecamatan Kupang Barat, pada Kecamatan Sulamu ini perlu dilakukan pengembangan rumput laut sebesar-besarnya agar dapat memaksimalkan lahan budidaya rumput laut yang tersedia. Dalam rangka memaksimalkan lahan budidaya rumput laut dapat dilakukan dengan cara menaikkan laju pertumbuhan sebesar 140 untuk jangka waktu 30 tahun sehingga pada tahun 2036 didapatkan luas lahan budidaya rumput laut yang maksimal sebesar 3,16 km 2 untuk jumlah petakan rumput laut sebesar 1.053 unit dan membutuhkan lahan industri sebesar 1,44 km 2 . Namun hal ini tidak mungkin dilakukan di Kecamatan Sulamu yang masih mengalami banyak kendala dan masalah dalam budidaya laut khususnya rumput laut, salah satu diantaranya adalah jumlah masyarakat yang bermata pencaharian sebagai pembudidaya rumput laut tidak cukup untuk menggarap lahan budidaya tersebut, sehingga hal yang paling memungkinkan dilakukan adalah melibatkan masyarakat Kecamatan Sulamu dalam pelatihan budidaya rumput laut sehingga kegiatan ekstensifikasi

b. Sub Model Budidaya Rumput Laut di Kawasan Minapolitan

Sub model budidaya rumput laut menggambarkan hubungan beberapa komponen seperti luas lahan budidaya sebagai komponen utama dan selanjutnya diikuti oleh komponen lainnya seperti jumlah petakan rumput laut, kebutuhan bibit rumput laut, produksi rumput laut, dan keuntungan budidaya rumput laut. Stock flow diagram SFD sub model budidaya rumput laut disajikan pada Gambar 51. Gambar 51 Struktur model dinamik sub model budidaya rumput laut di Kabupaten Kupang Peningkatan luas lahan khususnya lahan budidaya rumput laut akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan produksi rumput laut. Dalam hal ini, peningkatan luas lahan untuk budidaya rumput laut akan berpengaruh terhadap peningkatan produksi rumput laut yang kemudian akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan pembudidaya. Hubungan antar komponen ini merupakan hubungan timbal balik positif positive feedback melalui proses reinforcing . Tabel 40 sampai 42 masing-masing untuk Kecamatan Semau, Kupang Barat, dan Sulamu menunjukkan peningkatan produksi rumput laut periode 2007 –2037. Untuk sub model budidaya ini, simulasi berawal dari luas lahan budidaya rumput laut yang terbagi atas dua faktor utama yaitu jumlah unit longline rumput laut selanjutnya disebut petakan per 3000 m 2 dan kebutuhan bibit rumput laut yang akan ditanam di pada petakan. Untuk jumlah petakan membutuhkan tenaga kerja yaitu 5 orang per petakan. Kebutuhan bibit rumput laut, dibutuhkan bibit