kering sedimen setiap harinya Rustam, 2006. Beberapa spesies teripang yang mempunyai nilai ekonomis penting diantaranya: teripang putih Holothuria
scabra , teripang koro Microthele nobelis, teripang pandan Theenota ananas,
teripang dongnga Stichopu ssp dan beberapa jenis teripang lainnya DKP, 2006.
Filum : Echinodermata Sub-filum : Echinozoa
Kelas : Rhodophyceae Sub-kelas : Aspidochirotacea
Ordo : Aspidochirotda Famili : Holothuridae
Genus : Holothuria Spesies : Holothuria scabra
Pemilihan Lokasi Untuk mendapatkan lokasi budidaya teripang yang baik diperlukan
pemilihan lokasi budidaya. Kegiatan tersebut merupakan salah satu syarat yang cukup menentukan untuk mencapai keberhasilan suatu usaha budidaya teripang.
Hal ini disebabkah lokasi atau tempat pemeliharaan teripang adalah tempat yang secara langsung mempengaruhi kehidupannya.
Adapun kriteria pemilihan lokasi budidaya teripang DKP, 2006; Rustam, 2006 adalah sebagai berikut : 1 tempat terlindung bagi budidaya teripang
diperlukan tempat yang cukup terlindung dari guncangan angin dan ombak, 2 kondisi dasar perairan hendaknya berpasir, atau pasir berlumpur bercampur
dengan pecahan-pecahan karang dan banyak terdapat tanaman air semacam rumput laut atau alang-alang laut, 3 salinitas dengan kemampuan yang terbatas
dalam pengaturan esmatik, teripang tidak dapat bertahan terhadap perubahah drastis atas salinitas kadar garam. Salinitas yang cocok adalah antara 30
–33 grkg, 4 kedalaman air untuk teripang hidup pada kedalaman yang berbeda
menurut besarnya. Teripang muda tersebar di daerah pasang surut, setelah tambah besar pindah ke perairan yang dalam. Lokasi yang cocok bagi budidaya
sebaliknya pada kedalaman air laut 0,40-1,50 m pada air surut terendah, 5 ketersediaan benih di lokasi budidaya sebaiknya tidak jauh dari tempat hidup
benih secara alamiah. Terdapatnya benih alamiah adalah indikator yang baik bagi lokasi budidaya teripang, dan 6 kondisi lingkungan perairan sebaiknya
harus memenuhi standard kualitas air laut yang baik bagi kehidupan teripang seperti : pH 6,5
–8,5, kecerahan air laut 50 cm, kadar oksigen terlarut 4–8 mgl,
dan suhu air laut 20 –25°C. Disamping itu, lokasi harus bebas dari pencemaran
seperti bahan organik, logam, minyak dan bahan-bahan beracun lainnya. Metode Budidaya
Metode yang digunakan untuk membudidayakan teripang ketimun laut yaitu dengan menggunakan metode penculture. Metode penculture adalah suatu
usaha memelihara jenis hewan laut yang bersifat melata dengan cara memagari suatu areal perairan pantai seluas kemampuan atau seluas yang diinginkan
sehingga seolah-olah terisolasi dari wilayah pantai lainnya DKP, 2006. Bahan yang digunakan ialah jaring super-net dengan mata jaring
sebesar 0,5 –1 inchi atau dapat juga dengan bahan bambu kisi-kisi. Dengan
metode ini maka lokasiareal yang dipagari tersebut akan terhindar dari hewan- hewan pemangsa predator dan sebaliknya hewan laut yang dipelihara tidak
dapat keluar dari areal yang telah dipagari tersebut Rustam, 2006. Pemasangan pagar untuk memelihara teripang, baik pagar bambu kisi-
kisi ataupun jaring super net cukup setinggi 50-100 cm dari dasar perairan. Luas lokasi yang ideal penculture ini antara 500-1.000 m
2
DKP, 2006. Teripang yang dijadikan induk ialah yang sudah dewasa atau diperkirakan sudah dapat
melakukan reproduksi dengan ukuran berkisar antara 20 –25 cm, sedangkan
benih teripang alam yang baik untuk dibudidayakan dengan metoda penculture adalah yang memiliki berat antara 30-50 gr per ekor atau kira-kira memiliki
panjang badan 5-7 cm. Pada ukuran tersebut benih teripang diperkirakan sudah lebih tahan melakukan adaptasi terhadap lingkungan yang baru. Konstruksi
penculture dapat dilihat pada Lampiran 1.
Faktor makanan dalam pemeliharaan budidaya teripang tidak menjadi masalah sebagaimana halnya hewan-hewan laut lainnya. Teripang dapat
memperoleh makanannya dari alam, berupa plankton dan sisa-sisa endapan karang yang berada di dasar laut. Namun demikian untuk lebih mempercepat
pertumbuhan teripang dapat diberikan makanan tambahan berupa campuran dedak dan pupuk kandang kotoran ayam.
Teripang dapat hidup bergerombol ditempat yang terbatas. Oleh karena itu dalam usaha budidayanya dapat diperlakukan dengan padat penebaran yang
tinggi. Untuk ukuran benih teripang sebesar 20 –30 gr per ekor, padat penebaran
berkisar antara 15 –20 ekor per m
2
, sedangkan untuk benih teripang sebesar 40- 50 gr per ekor, padat penebarannya berkisar antara 10
–15 ekor per m
2
. Pemberian makanan tambahan sebaiknya dilakukan pada sore hari, hal ini
disesuaikan dengan sifat hidup atau kebiasaan hidup dari teripang. Pada waktu siang hari teripang tidak begitu aktif bila dibandingkan dengan pada malam hari,
karena pada waktu siang hari ia akan membenamkan dirinya dibawah dasar pasirkarang pasir untuk beristirahat dan untuk menghindarimelindungi dirinya
dari pemangsapredator, sedangkan pada waktu malam hari akan lebih aktif mencari makanan, baik berupa plankton maupun sisa-sisa endapan karang yang
berada di dasar perairan tempat hidupnya. Waktu yang tepat untuk memulai usaha budidaya teripang disuatu lokasi
tertentu ialah 2-3 bulan setelah waktu pemijahan teripang di alam apabila menggunakan benih dari alam. Benih alam yang berumur 2-3 bulan diperkirakan
sudah mencapai berat 20 –50 gr per ekor. Pemungutan hasil panen dapat
dilakukan setelah ukuran teripang berkisar antara 4-6 ekor per kg market size. Untuk mendapatkan ukuran ini biasanya teripang dipelihara selama 6-7 bulan,
dengan survival yang dicapai kurang lebih 80 dari total penebaran awal. Panen dilakukan pada pagi hari sewaktu air sedang surut dan sebelum teripang
membenamkan diri. Panen dapat dilakukan secara bertahap yaitu dengan memilih teripang yang berukuran besar atau juga dapat dilakukan secara total,
kemudian dilakukan seleksi menurut golongan ukuran. Pemeliharaan teripang diseluruh lokasi dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa memperhatikan musim
angin. Oleh karena teripang dipelihara pada perairan yang dangkal 0,5-1,5 m pada surut terendah, maka pengaruh musim angin termasuk musim utara tidak
menjadi permasalahan. Dengan demikian pemeliharaan teripang dapat dilakukan sepanjang tahun.
2.4 Sistem Informasi Geografi
Pada pengertian yang lebih luas sistem informasi geografis SIG mencakup juga pengertian sebagai suatu sistem yang berkaitan dengan operasi
pengumpulan, penyimpanan dan manipulasi data yang bereferensi geografi ESRI, 1990; Chrisman, 1996. Burrough 1986 memberikan definisi yang agak
bersifat umum, yaitu SIG sebagai suatu perangkat alat untuk mengumpulkan, menyimpan, menggali kembali, mentransformasi dan menyajikan data spasial
dari aspek –aspek permukaan bumi. DeMers 1997, mendefinisikan SIG sebagai
suatu teknologi informasi yang menyimpan, menganalisis, dan mengkaji baik data spasial maupun non spasial. Walaupun agak berbeda dalam definisi
tersebut, kedua definisi menyatakan secara implisit bahwa SIG berkaitan
langsung sebagai sistem informasi yang berorientasi teknologi, walaupun tidak menyebutkan secara spesifik definisi SIG sebagai suatu sistem berdasarkan
komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografi yang mencakup: a pemasukan, b manajemen data penyimpanan
data dan pemanggilan kembali, c manipulasi dan analisis, dan d pengembangan produk dan pencetakan.
Pengertian SIG diatas perlu ditambahkan pernyataan Jurana 1996 bahwa dalam pengertian yang lebih luas lagi harus dimasukkan dalam definisi
SIG selain perangkat keras dan perangkat lunak, juga pemakai dan organisasinya, serta data yang dipakai. Lebih lanjut Maguire and Dangermond
1991 mengidentifikasikan
bahwa fungsi
SIG adalah
pengumpulan, pembaharuan dan perbaikan data; penyimpanan dan strukturisasi data,
generalisasi data, transformasi data, pencarian data, analisis, dan presentasi hasil analisis. Kemampuan-kemampuan tersebut umumnya dimiliki oleh
beberapa perangkat lunak SIG, dengan kemampuan yang memuaskan dan mudah digunakan.
Beberapa perangkat lunak memiliki perbedaan pada beberapa fungsi seperti output kartografi dan presentasi serta cara analisis. Terdapat dua fungsi
utama SIG yaitu kemampuan mencari data query dan analisis. Query data dapat menghubungan antara data spasial dan data atribut. Fungsi query pada
data spasial adalah pencarian datalokasi dan overlay tumpang tindih beberapa peta. Pencarian lokasi dilakukan berdasarkan kriteria yang ditetapkan seperti
buffer daerah penyangga, dan informasi yang terdapat di wilayah buffer
tersebut. Overlay peta dapat menggunakan objek feature pada 2 atau lebih peta layer. Fungsi overlay ini dapat digunakan untuk beberapa lokasi yang
dipilih, seperti menentukan tipe penutupan vegetasi tertentu, jenis tanah, dan kepemilikannya. Hubungan antara data spasial dan atribut ini dapat pula
menentukan obyek dengan kriteria titik seperti lokasi yang menghasilkan macam bahan pencemar.
Berbagai bentuk analisis spasial dapat dilakukan dengan menggunakan SIG adalah 1 operasi titik point operation, yaitu tipe analisis dengan
memasukan beberapa formula aljabar dan overlay beberapa layer data; 2 operasi tetangga operation neighbourhood yakni tipe analisis yang
menghubungkan titik pada suatu lokasi di permukaan bumi dengan semua informasi atributnya, dengan lingkungan disekitarnya, sebagai contoh
menentukan kesesuaian lahan untuk berbagai kegiatan pembangunan; 3 analisis jaringan network analysis yakni tipe analisis yang menghubungkan
beberapa tampilan data feature berupa garis, seperti menentukan jalan dengan jarak terdekat di antara dua kota. Alat untuk melakukan analisis-analisis seperti
tersebut di atas telah tersedia pada beberapa perangkat lunak SIG. Pada aplikasi penggunaan ketiga tipe analisis tersebut, sepenuhnya
tergantung kepada keterampilan pengguna untuk menentukan tipe analisis mana yang akan di pakai. Beberapa perangkat lunak SIG menyediakan fasilitas bahasa
pemrograman makro yang dapat diintegrasikan pada semua bentuk pekerjaan SIG. Dengan bahasa pemrograman tersebut pengguna dapat membuat aplikasi
rutin untuk tujuan tertentu. Produk atau output SIG dapat berupa peta berwarna atau hitam putih, tabel, angka statistik, dan laporan.
2.5 Kesesuaian Lahan dan Daya Dukung
2.5.1 Kesesuaian Lahan
Proses penentuan pemanfaatan ruang sangat bergantung pada penentuan lokasi yang secara biogeofisik sesuai sehingga dapat menjamin
kelangsungan kegiatan pada lokasi yang sesuai, tidak saja mencegah kerusakan lingkungan tetapi juga menjamin keberhasilan ekonomi kegiatan tersebut. Tahap
pertama dalam proses pemanfaatan ruang adalah penentuan kelayakan biogeofisik dari wilayah pesisir dan laut. Pendugaan kelayakan biogeofisik
dilakukan dengan cara mendefinisikan persyaratan biogeofisik setiap kegiatan, kemudian dipetakan dibandingkan dengan karakteristik biogeofisik wilayah
pesisir itu sendiri. Dengan cara ini kemudian ditentukan kesesuaian penggunaan setiap unit lokasi peruntukan di wilayah pesisir dan laut.
Penentuan kelayakan
biogeofisik ini
dapat dilakukan
dengan menggunakan teknologi SIG seperti arc view Kapetsy et al., 1987. Informasi
dasar biasanya dalam bentuk peta tematik, yang diperlukan untuk menyusun kelayakan biogeofisik ini tidak saja meliputi karakteristik daratan dan
hidrometerologi seperti kelerengan, tutupan lahan, peruntukan lahan, dan lain- lain tetapi juga oseanografi dan biologi perairan pesisir dan laut seperti pasang
surut, arus, kedalaman, ekosistem mangrove, lamun, terumbu karang dan lain- lain. Berdasarkan fungsinya, ruang dapat dikelompokkan menjadi kawasan
lindung dan budidaya yang masing-masing memiliki persyaratan biogeofisik. Kawasan lindung merupakan kawasan dengan keanekaragaman hayati yang
tinggi, yang tidak boleh digunakan untuk kegiatan manusia kecuali penelitian ilmiah atau seremoni keagamaanbudaya oleh masyarakat lokal dan harus dapat
diterima dan didukung oleh masyarakat lokal; sedangkan kawasan budidaya dapat dimanfaatkan untuk berbagai peruntukkan sesuai dengan kemampuan
lahannya Dacles et al., 2000. Aktifitas budidaya laut untuk masing-masing kriteria kesesuaian budidaya laut menurut DKP, 2002 disajikan dalam bentuk
tabel pada Lampiran 2. Kesesuaian suatu ruang untuk kegiatan tertentu akan dapat berkurang
bahkan menjadi tidak sesuai jika kemampuan sistem yang ada didalamnya tidak mampu lagi untuk menanggung beban kegiatan yang dilakukan diatasnya. Oleh
karena setiap sistem memiliki ambang batas atau kemampuan untuk mendukung aktifitas didalamnya. Kemampuan dimaksud disebut sebagai kemampuan
mendukung atau daya dukung yang ada di suatu sistem tertentu.
2.5.2 Daya Dukung Lahan
UU No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup UU PPLH Bab 1 pasal 1 disebutkan bahwa daya dukung
lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya.
Daya dukung didefinisikan sebagai intensitas penggunaan maksimum terhadap sumberdaya alam yang berlangsung secara terus-menerus tanpa merusak alam
Price, 1999. Daya dukung merupakan alat perencanaan, digambarkan sebagai
kemampuan dari suatu sistem tiruan atau alami untuk mendukung permintaan dari berbagai penggunaan sampai suatu titik tertentu yang dapat mengakibatkan
ketidakstabilan, penurunan, atau kerusakan Godschalk and Park, 1978. Roughgarden 1979 menyatakan bahwa daya dukung adalah suatu ukuran
jumlah organisme yang dapat di dukung oleh lingkungan pada sumberdaya yang dapat diperbaharui.
Dalam upaya pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya alam di pesisir, faktor daya dukung lahanlingkungan merupakan faktor yang harus
dipertimbangkan. Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa sumberdaya alam dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan apabila dikelola dengan tetap
memperhatikan daya dukung lahan dan lingkungannya. Daya dukung dapat dinaikkan
kemampuannya oleh
manusia dengan
memasukkan dan
menambahkan ilmu dan teknologi ke dalam suatu lingkungan. Namun demikian
peningkatan daya dukung lingkungan memiliki batas-batas dimana pada keadaan tertentu cenderung sulit atau tidak ekonomis lagi bahkan tidak mampu
lagi dinaikkan kemampuannya karena akan terjadi kerusakan pada sumberdaya atau ekosistem. Penggunaan IPTEK yang tidak bijaksana justru akan
menghancurkan daya dukung lingkungan. Kelestarian, keberadaan atau optimisasi manfaat dari suatu sumberdaya
alam dan lingkungan merupakan salah satu persyaratan dilakukannya penilaian daya dukung carrying capacity. Tujuan utama dari penilaian ini adalah untuk
mempertahankan atau melestarikan potensi sumberdaya alam dari areal tersebut pada batas-batas penggunaan yang diperkenankan atau yang dimungkinkan.
Nilai yang dihasilkan dari perhitungan atau pendekatan daya dukung dari sumberdaya alam dan lingkungan adalah penting untuk menentukan bentuk-
bentuk pengelolaan terhadap sumberdaya tersebut terutama dalam tujuan menjaga, mengendalikan, dan juga melestarikan lingkungan.
Penilaian yang sistematik terhadap sumberdaya alam dan lingkungan yang menjadi dasar dari kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya dilakukan
terutama untuk mengetahui potensinya. Dengan pendekatan ini maka akan dapat diketahui kapasitas dari suatu kawasan atau ekosistem yang dinilai, yang
selanjutnya akan dapat merupakan ukuran danatau nilai pendugaan terhadap kualitas sumberdaya alam dan lingkungan.
2.6 Pendekatan Sistem
Sistem adalah suatu kesatuan usaha yang terdiri dari bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain yang berusaha mencapai suatu tujuan dalam suatu
lingkungan yang kompleks. Pengertian ini mencerminkan adanya beberapa bagian dan hubungan antara bagian dan menunjukkan kompleksitas dari sistem
yang meliputi kerjasama antara bagian yang interdependen satu sama lain Marimin, 2004, sedangkan pendekatan sistem didefinisikan sebagai suatu
metodologi penyelesaian masalah yang dimulai dengan tentatif mendefinisikan atau merumuskan tujuan dan hasilnya adalah suatu sistem operasi yang secara
efektif dapat dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan Eriyatno, 1998. Menurut Manetsch and Park 1979, suatu pendekatan sistem akan dapat
berjalan dengan baik jika terpenuhi kondisi-kondisi berikut : 1 tujuan sistem didefinisikan dengan baik dan dapat dikenali jika tidak dapat dikuantifikasikan, 2
prosedur pembuatan keputusan dalam sistem ini adalah terdesentralisasi atau