Kerangka Pemikiran Development of marine culture-based minapolitan model in Kupang Regency

mendukung antara satu pelaku dengan pelaku yang lain. Oleh karena itu untuk mencapai tingkat keberhasilan, beberapa faktor kunci yang harus diperhatikan dalam klaster minapolitan antara lain : pertama, tercipta kemitraan dan jaringan networking yang baik. Tercipta kemitraan dan jaringan yang ditandai adanya kerjasama antar perusahaan merupakan hal yang sangat penting karena tidak hanya untuk memperoleh sumber daya, namun juga dalam hal fleksibilitas, dan proses pembelajaran bersama antar perusahaan. Fleksibilitas akan tercipta misalnya dalam hal penentuan jumlah produksi, sedangkan proses pembelajaran bersama, misalnya dalam transfer dan penyebaran teknologi yang dapat meningkatkan keahlian pelaku perusahaan yang ada dalam klaster. Kedua, adanya inovasi, riset dan pengembangan. Inovasi secara umum berkenaan dengan pengembangan produk atau proses, sedangkan riset dan pengembangan berkenaan dengan pengembangan ilmu pengetahuan. Ketiga, tersedianya sumber daya manusia tenaga kerja yang handal. Produktivitas SDM merupakan salah suatu indikator keberhasilan dari sebuah klaster. Dengan SDM yang handal dan memiliki jiwa kewirausahaan yang tinggi, maka keberadaan kapital maupun kelembagaan dapat dijalankan dengan baik. Ilustrasi tentang pentingnya peran SDM dan kewirausahaan dapat diwakili oleh Negara Singapura dan Jepang. Negara ini mengalami keterbatasan SDA dibandingkan Indonesia namun memiliki SDM yang berkualitas, sehingga kapital dan aturan- aturan yang mereka ciptakan dapat menempatkan negara tersebut pada jajaran negara-negara maju. Disamping ketiga faktor tersebut tingkat keberhasilan klaster minapolitan juga ditentukan oleh penentuan lokasi klaster. Penentuan lokasi merupakan keputusan yang didasarkan pada perpaduan dari berbagai faktor yang mempengaruhi seperti ketersediaan sumberdaya input, biaya transportasi, harga faktor lokal, kemungkinan produksi dan substitusi, struktur pasar, kompetisi dan informasi. Pendekatan klaster minapolitan merupakan suatu strategi yang dapat digunakan dalam meningkatkan daya saing sumber daya perikanan. Untuk mendukung strategi tersebut beberapa hal yang harus diupayakan antara lain pertama, terpenuhinya kebutuhan dasar sebuah klaster seperti terciptanya stabilitas ekonomi makro yang mantap, iklim investasi yang kondusif, dan terjaminnya penyelenggaraan hukum yang efisien dan dapat dipercaya. Kedua, peningkatan kompetensi SDM dari masing-masing pelaku dalam klaster hendaknya dilakukan dengan cara pengembangan keterampilan dan kecakapan baik melalui pelatihan maupun kegiatan produktif lainnya. Ketiga, mengembangkan berbagai kelembagaan pendukung terutama kelembagaan pembiayaan, penelitian, penyuluhan, dan pendidikan. Adanya kelembagaan tersebut akan mampu meningkatkan akses pelaku terhadap informasi terkait dengan permodalan, teknologi dan inovasi yang sangat diperlukan untuk meningkatkan kinerja klaster. Keempat, diperlukan identifikasi dan pemetaan karakterisasi wilayah dalam menentukan lokasi untuk klaster perikanan. Penentuan lokasi klaster tersebut merupakan keputusan yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektifitas. Bila beberapa hal di atas dapat tercipta dengan baik, niscaya klaster minapolitan dapat berkembang dengan baik dan dengan sendirinya daya saing sumber daya perikanan dapat meningkat baik itu di dalam negeri maupun internasional. Pertambahan penduduk dan perubahan konsumi masyarakat ke arah protein hewani yang lebih sehat adalah salah satu penyebab meningkatnya kebutuhan produk perikanan. Sementara pasokan ikan dari hasil penangkapan cenderung semakin berkurang, dengan adanya kecenderungan semakin meningkatnya gejala kelebihan tangkap dan menurunnya kualitas lingkungan, terutama wilayah perairan tempat ikan memijah, mengasuh dan membesarkan anak. Guna mengatasi keadaan ini, maka pengembangan budidaya laut merupakan alternatif yang cukup memberikan harapan. Hal ini didukung oleh potensi alam Indonesia yang memiliki 81.000 km garis pantai dan penduduk yang telah terbiasa dengan budaya pantai dengan segala pernik-perniknya. Kegiatan budidaya laut dan pantai berpeluang besar menjadi tumpuan bagi sumber pangan hewani di masa depan, karena peluang produksi perikanan tangkap yang terus menurun. Dasar hukum minapolitan adalah Permen KKP No.12 tahun 2010 tentang minapolitan, dan Kepmen KKP No.32 tahun 2010 tentang penetapan kawasan minapolitan. Minapolitan adalah konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas dan percepatan, sedangkan kawasan minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, danatau kegiatan pendukung lainnya. Tujuan dari minapolitan adalah untuk a meningkatkan produksi, produktivitas, dan kualitas produk kelautan dan perikanan; b meningkatkan pendapatan nelayan, pembudidaya ikan, dan pengolah ikan yang adil dan merata; dan c mengembangkan kawasan minapolitan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi di daerah. Sedangkan karakteristik kawasan minapolitan meliputi : a Suatu kawasan ekonomi yang terdiri atas sentra produksi, pengolahan, danatau pemasaran dan kegiatan usaha lainnya, seperti jasa dan perdagangan; b Mempunyai sarana dan prasarana sebagai pendukung aktivitas ekonomi; c Menampung dan mempekerjakan sumberdaya manusia di dalam kawasan dan daerah sekitarnya; dan d Mempunyai dampak positif terhadap perekonomian di daerah sekitarnya. Persyaratan kawasan minapolitan adalah : a kesesuaian dengan Rencana Strategis, Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW danatau Rencana Zonasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil RZWP-3-K kabupatenkota, serta Rencana Pengembangan Investasi Jangka Menengah Daerah RPIJMD yang telah ditetapkan; b memiliki komoditas unggulan di bidang kelautan dan perikanan dengan nilai ekonomi tinggi; c letak geografi kawasan yang strategis dan secara alami memenuhi persyaratan untuk pengembangan produk unggulan kelautan dan perikanan; d terdapat unit produksi, pengolahan, danatau pemasaran dan jaringan usaha yang aktif berproduksi, mengolah danatau memasarkan yang terkonsentrasi di suatu lokasi dan mempunyai mata rantai produksi pengolahan, danatau pemasaran yang saling terkait; e tersedianya fasilitas pendukung berupa aksesibilitas terhadap pasar, permodalan, sarana dan prasarana produksi, pengolahan, danatau pemasaran, keberadaan lembaga-lembaga usaha, dan fasilitas penyuluhan dan pelatihan; f kelayakan lingkungan diukur berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, potensi dampak negatif, dan potensi terjadinya kerusakan di lokasi di masa depan; g komitmen daerah, berupa kontribusi pembiayaan, personil, dan fasilitas pengelolaan dan pengembangan minapolitan; h keberadaan kelembagaan pemerintah daerah yang bertanggung jawab di bidang kelautan dan perikanan; dan i ketersediaan data dan informasi tentang kondisi dan potensi kawasan.

2.3 Budidaya Laut di Kabupaten Kupang

Sumberdaya perikanan di perairan NTT dapat diklasifikasikan menjadi perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Khusus perikanan budidaya laut termasuk budidaya kerapu, rumput laut, mutiara dan teripang dengan potensi pengembangan sekitar 12.187 ha dan tingkat pemanfaatan baru mencapai 12,97 1.580 ha dan sebagian besar hasil potensi yang ada masih dikelola secara tradisional karena keterbatasan sarana, pengetahuan dan modal. Berikut ini adalah penjabaran jenis, proses dan konstruksi budidaya laut yang diteliti di Kabupaten Kupang.

2.3.1 Budidaya Keramba Jaring Apung

Dalam analisis kelayakan usaha budidaya keramba jaring apung KJA di Kabupaten Kupang, dipilih ikan kerapu sebagai obyekkomoditi yang akan dikaji. Ikan kerapu merupakan jenis ikan demersal yang suka hidup di perairan karang, di antara celah-celah karang atau di dalam gua di dasar perairan. Ikan karnivora yang tergolong kurang aktif ini relatif mudah dibudidayakan, karena mempunyai daya adaptasi yang tinggi. Untuk memenuhi permintaan akan ikan kerapu yang terus meningkat, tidak dapat dipenuhi dari hasil penangkapan sehingga usaha budidaya merupakan salah satu peluang usaha yang masih sangat terbuka luas. Dikenal tiga jenis ikan kerapu yaitu kerapu tikus, kerapu macan, dan kerapu lumpur yang telah tersedia dan dikuasai teknologinya. Dari ketiga jenis ikan kerapu di atas, untuk pengembangan di Kabupaten Kupang ini disarankan ikan kerapu tikus Cromileptes altivelis. Hal ini karena harga per kg jauh lebih mahal dibandingkan dengan kedua jenis lainnya. Di Indonesia, kerapu tikus ini dikenal juga sebagai kerapu bebek atau di dunia perdagangan internasional mendapat julukan sebagai panther fish karena di sekujur tubuhnya dihiasi bintik- bintik kecil bulat berwarna hitam. a. Penyebaran dan Habitat Daerah penyebaran kerapu tikus di Afrika Timur sampai Pasifik Barat Daya. Di Indonesia, ikan kerapu banyak ditemukan di perairan Pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi, Pulau Buru, dan Ambon. Salah satu indikator adanya ikan kerapu adalah perairan karang. Indonesia memiliki perairan karang yang cukup luas sehingga potensi sumberdaya ikan kerapunya sangat besar. Dalam siklus hidupnya, pada umumnya kerapu muda hidup di perairan karang pantai dengan kedalaman 0,5-3 m, selanjutnya menginjak dewasa beruaya ke perairan yang lebih dalam antara 7-40 m. Telur dan larvanya bersifat pelagis, sedangkan kerapu muda dan dewasa bersifat demersal. Habitat favorit larva dan kerapu tikus muda adalah perairan pantai dengan dasar pasir berkarang yang banyak ditumbuhi padang lamun. Parameter- parameter ekologis yang cocok untuk pertumbuhan ikan kerapu yaitu temperatur antara 24 –31 C, salinitas antara 30-33 grkg, kandungan oksigen terlarut 3,5