Intensitas Sumber Daya

2. Intensitas Sumber Daya

Di dalam industri kreatif, secara general memang peran kreativitas adalah sentral sebagai sumber daya utama. Akan tetapi, memang terdapat beberapa industri yang masih sangat membutuhkan sumber daya yang bersifat fisik, berupa sumber daya alam baik sebagai bahan mentah maupun bahan baku antara bagi industri tersebut. Industri-industri seperti penerbitan dan percetakan misalkan, pada kondisi sekarang masih sangat membutuhkan kertas sebagai bahan baku utama, walaupun trend masa depan adalah penggunaan saluran digital untuk menyampaikan informasi. Walaupun demikian, masih sangat sulit untuk mengabaikan peran kertas –yang bersumber dari pepohonan yang merupakan sumber daya alam – di dalam industri ini.

Industri lainnya yang memiliki kondisi yang sama –bahkan dalam hal ini peran sumber daya fisiknya tak tergantikan – adalah industri kerajinan dan industri fesyen. Industri kerajinan membutuhkan berbagai bahan baku yang berasal dari alam, misalkan kayu, rotan, plastik, batu-batuan, logam, dll. Industri fesyen mutlak memerlukan bahan baku tekstil sebagai sumber daya yang utama. Walaupun pada kedua industri tersebut trend globalnya adalah untuk meningkatkan nilai tambah dari aspek desain –bukan lagi aspek produksi/manufaktur – namun tidak bisa mengabaikan kebutuhan sumber daya berwujud fisik dalam hal ini. Industri pasar barang seni, walaupun tidak lagi melakukan kegiatan produksi, juga merupakan industri yang mengandalkan sumber daya berwujud fisik, karena produk yang dijual nampak wujud fisiknya.

Industri-industri di atas dapat dikategorikan sebagai industri yang berbasis sumber daya yang kasat mata (tangible-based). Sedangkan sebagian besar subsektor industri kreatif lainnya sangat minim kebutuhan sumber daya berwujud fisiknya, dan biasanya tidak dominan perannya. Industri-industri seperti permainan interaktif dan musik misalkan, mengandalkan

24 Toh, Choo, Ho (2003): Economic Contributions of Singapore’s Creative Industries, Ministry of Information, Communication and The Arts, Singapore, 2003

Berdasarkan kedua dimensi di atas, ke-14 sektor industri kreatif yang ada dapat diposisikan ke dalam sebuah matriks 2 dimensi, yang masing-masing dimensi memiliki 3 dan 4 komponen (matriks 3x4). Sebuah subsektor bisa mengandung lebih dari satu substansi yang dominan untuk menciptakan nilai tambah bagi barang dan jasa yang dihasilkannya, sehingga bisa diposisikan di tengah-tengah kedua substansi tersebut. Sebagai contoh, musik adalah subsektor yang terkait Seni dan Budaya, tetapi juga sangat erat kaitannya dengan media yang digunakan untuk menampilkannya, sehingga musik diposisikan di antara kedua aspek tersebut.

Intensitas Sumber Daya

Film, Video,

IT &

Fotografi

Software Game

Interaktif Radio

Penerbitan R&D

Pasar Barang

Seni

Percetakan

Fesyen Kerajinan

Media

Seni Budaya

Desain

IpTek

Substansi Dominan dalam Industri Tersebut Substansi Dominan dalam Industri Tersebut

Gambar 27 Klasifikasi 14 Subsektor Industri Kreatif

Berdasarkan klasifikasi pada matriks di atas, subsektor yang dikelompokkan dengan warna yang sama akan memerlukan strategi pengembangan yang serupa karena kemiripan karakterisitik, baik dari aspek sumber daya insani maupun substansi yang harus dikembangkan. Terdapat 7 kelompok subsektor industri kreatif:

1. Kelompok Subsektor Industri publikasi dan presentasi lewat media (Media Publishing and Presence) yaitu: subsektor Penerbitan-Percetakan dan subsektor Periklanan (warna oranye, 2 subsektor)

2. Kelompok Subsektor Industri dengan kandungan budaya yang disampaikan lewat media elektronik (Electronic Media Presentation with Cultural Content: yaitu subsektor TV dan Radio dan subsektor Film Video dan Fotografi (warna ungu, 2 subsektor)

3. Kelompok Subsektor Industri dengan kandungan budaya yang ditampilkan ke publik baik secara langsung maupun lewat media elektronik (Cultural Presentation) yaitu subsektor Musik dan subsektor Seni Pertunjukan (warna merah, 2 subsektor)

4. Kelompok Subsektor Industri yang padat kandungan seni dan budaya (Arts & Culture Intensive), yaitu subsektor Kerajinan dan subsektor Pasar barang seni (warna coklat 2 subsektor)

5. Kelompok Subsektor Industri Design, yaitu subsektor Desain, subsektor Fesyen dan subsektor Arsitektur (warna hijau, 3 subsektor)

6. Kelompok Subsektor Industri kreatif dengan muatan teknologi (Creativity with Technology): subsektor Riset dan Pengembangan, subsektor Permainan Interaktif dan subsektor Teknologi Informasi dan Jasa Perangkat Lunak (warna biru tua, 3 sektor).

Kerangka kerja melalui pembagian ke dalam tujuh kelompok industri kreatif ini akan berperan penting dalam menentukan strategi pengembangan. Dengan mengetahui intensitas pemanfaatan sumber daya alam di dalam industri kreatif, maka strategi pengembangan sektor tertentu harus memperhatikan aspek kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang dibutuhkan dalam industri tersebut. Selain itu, kebijakan pemerintah dari berbagai instansi yang menyentuh empat aspek dominan yang berbeda di dalam industri kreatif tersebut (Seni & Budaya, Media, Desain dan IpTek) akan berdampak pula pada subsektor industri kreatif bersangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah terhadap pengembangan industri kreatif akan bersifat lintas sektoral dan membutuhkan koordinasi antar instansi.

Dalam hal ini, kebijakan industri kreatif nasional nantinya akan memerlukan kebijakan dari berbagai instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah, yang harus dilengkapi dengan program kerja masing-masing yang bermuara pada Rancangan Pengembangan Industri Kreatif nasional.

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24