K E KONOMI S UBSEKTOR I NDUSTRI A RSITEKTUR

ONTRIBUSI II. K E KONOMI S UBSEKTOR I NDUSTRI A RSITEKTUR

Kontribusi ekonomi subsektor industri Arsitektur ini dapat dilihat pada tabel berikut

Tabel 6 Kontribusi Ekonomi Subsektor Industri Arsitektur

Rata- Indikator

1. Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB)

a. Nilai Tambah

Miliar Rupiah

b. % Nilai terhadap Industri Kreatif

c. Pertumbuhan Nilai Tambah

d. % Nilai terhadap Total PDB

2. Berbasis Ketenagakerjaan

a. Jumlah Tenaga Kerja

b. Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja Terhadap Industri Kreatif

c. Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja Terhadap Total Pekerja

d. Pertumbuhan Jumlah Tenaga kerja

e. Produktivitas Tenaga kerja

Ribu Rupiah/pekerja pertahun

3. Berbasis Nilai Ekspor

a. Nilai Ekspor

Ribu Rupiah

b.Pertumbuhan Ekspor

c. % Nilai ekspor terhadap industri kreatif

Persen

d. % Nilai Ekspor terhadap Total Ekspor

Persen

4. Berbasis Jumlah Perusahaan

a. Jumlah Perusahaan

b. Pertumbuhan Jumlah Perusahaan

c.% Jumlah perusahaan terhadap industri kreatif

d.% Jumlah perusahaan terhadap jumlah perusahaan total

Sumber: Studi Pemetaan Industri Kreatif Departemen Perdagangan Indonesia, 2007 (diolah dari data BPS dan beberapa sumber data lainnya)

NALISIS III. A K ONDISI S UBSEKTOR I NDUSTRI A RSITEKTUR

III.1 Analisis Kondisi Pondasi dan Pilar Subsektor Industri Arsitektur ONDASI A. P S UMBER D AYA I NSANI ( P EOPLE )

Industri arsitektur, merupakan industri jasa yang sangat bergantung pada sumber daya insani yang ada dalam industrinya. Terdapat beberapa kondisi positif yang tekait dengan sumber daya insani arsitektur Indonesia, yaitu:

+ Munculnya arsitektur Indonesia yang diakui kemampuannya di dunia internasional.

Masyarakat Indonesia, pada dasarnya merupakan masyarakat yang kreatif dan memiliki kemampuan seni dan estetika yang tinggi. Sudah ada beberapa arsitek Indonesia yang membuat desain arsitektur untuk dibangun di negara lain. Ini menunjukkan bahwa sumber daya insani Indonesia memiliki standar kemampuan yang dapat diterima secara internasional.

+ Arsitek Indonesia banyak yang berkarya pada biro arsitektur di luar negeri yang

merupakan potensi terjadinya brain circulation dan promosi arsitektur Indonesia.

Dengan adanya arsitek Indonesia di luar negeri, merupakan suatu potensi bagi Indonesia untuk mengupayakan terjadinya brain circulation dengan mengundang arsitek-arsitek tersebut melakukan mentoring/sharing dengan arsitek dalam negeri.

Selain itu, para arsitek yang ada di luar negeri tersebut dapat menjadi corong promosi arsitektur khas Indonesia, misalnya arsitektur khas Sumatra, arsitektur khas Bali, arsitektur khas Betawi, arsitektur khas Jawa, dan arsitektur-arsitektur lainnya.

+ Munculnya arsitek Indonesia yang berani mengangkat konsep arsitektur lokal ke dunia internasional.

Untuk tujuan ekspor, arsitek Indonesia diuntungkan dengan adanya ciri khas bangunan lokal yang menjadi data tarik tersendiri bagi konsumen di luar negeri seperti bangunan bergaya tropical Balinesse atau bergaya joglo Yogyakarta, dsb. Hal ini tentunya dapat menjadi keunggulan kompetitif dari para arsitek Indonesia.

+ Sudah ada ajang penghargaan bagi para arsitek Indonesia.

Seperti yang diungkapkan oleh Ikatan Arsitekur Indonesia, bahwa memberi penghargaan atas karya para arsitek dan komunitas pemerhati bidang arsitektur merupakan tradisi dalam organisasi profesi arsitek di seluruh dunia, termasuk Ikatan Arsitek Indonesia (IAI). Penghargaan yang diberikan oleh IAI ini diharapkan dapat memacu para arsitek untuk menciptakan lingkungan binaan yang memberi dampak positif bagi kehidupan generasi mendatang.

Sehingga pentingnya ajang penghargaan ini adalah untuk memotivasi arsitek Indonesia untuk mau berkarya dan mengasah kreativitasnya.

+ Kemampuan dan ketrampilan pemanfaatan teknologi ( software pendukung) yang cukup baik oleh para arsitek Indonesia.

Arsitek Indonesia sudah fasih dalam penggunaan computer aided drawing (CAD) membuat produktivitas kerja arsitek Indonesia semakin meningkat.

Sayangnya kondisi di atas, belum dibarengi dengan usaha-usaha untuk membuat industri arsitektur ini menjadi lebih kuat. Hal ini terbukti dari kondisi berikut ini:

 Pelaku industri arsitektur (biro maupun perseorangan) masih terkonsentrasi di

Jakarta.

Pelaku industri arsitektur (biro maupun perseorangan) terkonsentrasi di Jakarta hingga mencapai 60%. Hal ini mengakibatkan sebaran pekerja kreatif arsitektur sangat timpang. Konsentrasi pekerja ini disebabkan oleh konsentrasi permintaan yang juga masih terkonsentrasi di kota-kota besar.

 Kurikulum arsitektur yang kurang memadai dan ketidaksesuaian jalur karir arsitek di

Indonesia.

Kurikulum pendidikan arsitektur 4 (empat) tahun dirasa kurang memadai untuk mencetak arsitek yang berkualitas. Hal ini berhubungan dengan akreditasi dari Diknas untuk jangka waktu pendidikan sarjana. Namun hal ini dijembatani dengan adanya proses magang pada biro arsitek selama atau setelah proses pendidikan. Sedang dalam usulan untuk membuat pendidikan profesi arsitektur setelah lulus dari strata 1 (sarjana) sebagai respon atas kebutuhan industri.

Agar dapat menghasilkan arsitektur yang handal, maka disarankan untuk tidak hanya mengajarkan arsitektur kepada anak didiknya, tetapi mengajarkan ‚bagaimana mempelajari arsitektur‛ dan pembekalan kemampuan berimajinasi yang dapat mengasah kreativitas arsitek dalam membuat desain arsitektur. Perkembangan arsitektur demikian cepatnya, sehingga kemampuan bagaimana mempelajari arsitektur menjadi penting untuk dapat selalu mengikuti perkembangan arsitektur tersebut. Hal ini mengakibatkan tidak banyak arsitek Indonesia yang memiliki kemampuan desain yang handal.

Salah satu arsitek lokal Indonesia, Popo Danes mengkritisi perguruan tinggi yang memiliki jurusan atau program studi arsitektur di Indonesia yang banyak menghasilkan sarjana arsitektur tetapi kebanyakan belum siap dalam menghadapi dunia kerja yang sebenarnya. Itu terjadi, katanya menjelaskan, karena visi pendidikan yang ada tidak berinterelasi dengan situasi profesional praktis. Rendahnya kemampuan komunikasi serta tingginya ego menjadi salah satu kendala yang dapat menghambat peningkatan

kompetensi lulusan arsitektur sekarang. 18

Salah satu akibat dari penjelasan di atas adalah banyak lulusan jurusan arsitektur yang berkarir justru bukan di industrinya. Berdasarkan data yang diperoleh, lulusan jurusan arsitek dari universitas yang bekerja pada industrinya diperkirakan hanya mencapai 8%- 10%. Selain karena kemampuan lulusan arsitek yang kurang memadai, hal ini dapat juga disebabkan oleh kurangnya lapangan pekerjaan bagi arsitek, dan kurangnya kesempatan bagi arsitek Indonesia, karena sebagian besar proyek desain bangunan dengan skala besar, dikerjakan oleh arsitek asing.

 Arsitektur Indonesia kurang memperoleh kesempatan untuk membuat desain

gedung/bangunan berskala besar di Indonesia.

18 Karya Arsitektur Harus Sering Dikomunikasikan (artikel popo danes)

Ketidakpercayaan pengguna jasa arsitektur kepada kemampuan arsitek Indonesia merupakan kendala bagi arsitek Indonesia untuk mendapat kesempatan untuk mengerjakan proyek desain arsitektur dengan skala besar. Kecilnya kesempatan yang diperoleh oleh arsitek Indonesia juga mungkin disebabkan oleh karena sebagian besar tender proyek pembangunan gedung/bangunan dengan skala besar dimenangkan oleh perusahaan asing yang akhirnya akan menggunakan jasa arsitek asing dalam pembuatan desain arsitekturnya.

Hal ini tentunya menjadi tantangan bagi arsitek Indonesia untuk mensiasati kondisi yang ada, yang tentunya harus didukung oleh pemerintah dan para intelektual (khususnya cendekiawan) untuk mendukung keberadaan arsitek Indonesia.

 Walaupun sudah bermunculan arsitek yang mengangkat konsep arsitektur Indonesia,

tetapi jumlahnya belum banyak.

Arsitek Indonesia sebagian besar tidak mengangkat konsep arsitektur lokal Indonesia yang sesungguhnya memiliki ciri khas tersendiri. Padahal konsep arsitektur Indonesia jika digali lebih mendalam memiliki nilai estetika dan seni yang tinggi dan dapat dijual ke manca negara jika dikemas dengan baik.

Arsitek lokal yang ingin mengangkat konsep arsitektur Indonesia haruslah memiliki pemahaman yang luas dari arsitektur berwawasan kebudayaan, kemampuan untuk menjelaskan dan membahasakan berbagai aspek terkait dari arsitektur cultural maupun tropis yang dijadikan bahasan, termasuk segi filosofis, material, komersial, dan lainnya.

 Arsitek asing mulai mendalami dan menguasai konsep arsitektur Indonesia. Arsitek lokal enggan untuk mengangkat konsep arsitektur lokal Indonesia tetapi akhirnya konsep arsitektur lokal ini dipelajari oleh arsitek asing yang kemudian dikemas dengan lebih menarik.

Hal ini didukung oleh pernyataan Popo Danes, yang menyatakan bahwa kemungkinan kalah bersaingnya para arsitektur lokal yang ada di Indonesia dengan mereka yang berasal dari luar. Di Bali, kini sudah banyak arsitek asing yang menguasai arsitektur Bali, dan juga kini menjadi penjual-penjual lahan yang sudah siap dengan berbagai alternatif desain berarsitektur Bali. Di Bali kini yang menguasai adalah para arsitek- arsitek asing.

 Kurangnya sayembara arsitektur dalam negeri. Adanya sayembara akan membuka peluang arsitek baru untuk menampilkan karyanya dan menjadi lebih dikenal oleh masyarakat. Hal ini penting untuk meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap karya arsitek lokal dan juga meningkatkan apresiasi antar arsitek Indonesia.

Selain hal yang telah disebutkan di atas, sayembara arsitektur juga merupakan wahana bagi arsitek anyar untuk menampilkan karyanya dan membuka akses ke pasar yang lebih luas.

 Kurangnya dukungan untuk mengirimkan arsitek dalam negeri untuk mengikuti

ajang sayembara arsitektur di luar negeri.

Keikutsertaan arsitek Indonesia ke luar negeri sangatlah penting sebagai sarana promosi arsitek Indonesia di luar negeri. Hal ini tentunya dapat meningkatkan ekspor jasa arsitek dalam negeri

 Kurangnya dukungan dan pemanfaatan sarana promosi bagi dan oleh arsitek

Indonesia

Kurangnya pameran karya-karya arsitek Indonesia di dalam negeri, kurangnya keikutsertaan arsitek Indonesia dalam pameran arsitek luar negeri, kurangnya pembuatan publikasi arsitektur Indonesia dalam majalah atau tabloid tentang arsitektur, dan kurangnya buku yang memuat karya arsitek Indonesia merupakan kelemahan industri arsitek ini dalam melakukan usaha pemasaran arsitek-arsitek Indonesia . Kegiatan promosi ini tentunya sangat memerlukan dukungan dari ketiga aktor dalam pengembangan industri kreatif, yaitu cendekiawan, bisnis (dalam hal ini arsiteknya sendiri dan biro arsitektur) dan pemerintah. Dan khususnya pemerintah, diharapkan dapat memberikan kemudahan administrasi bagi para arsitek Indonesia jika ingin melakukan pameran arsitektur di luar negeri

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24