Sasaran & Arah Pengembangan Subsektor Industri Arsitektur

IV.1 Sasaran & Arah Pengembangan Subsektor Industri Arsitektur

Hingga tahun 2015, sebagai langkah penguatan pondasi dan pilar dari model pengembangan ekonomi kreatif, maka sasaran pengembangan subsektor Industri Arsitektur yang ingin dicapai adalah Arsitek Indonesia berdaya saing di pasar dalam & luar negeri, terciptanya pasar yang apresiatif dan iklim usaha yang kondusif bagi industri arsitektur Indonesia.

Sasaran pengembangan industri arsitektur ini tentunya akan dapat dicapai dengan arah pengembangan sebagai berikut:

1. Penguatan kualitas dan pemerataan sebaran arsitek Indonesia

Penciptaan arsitek Indonesia yang mampu bersaing dalam menggarap pasar dalam negeri dan luar negri dan substitusi impor dari pekerjaan yang diberikan dari pemilik modal asing untuk bangunan di dalam negeri merupakan usaha yang harus dilakukan secara kontinu dengan komitmen dari ketiga aktor yang terlibat dalam pengembangan industri ini.

Pemain-pemain lama yang sudah mapan harus mulai diarahkan bersaing dengan pemain asing baik untuk pasar dalam negeri maupun luar negeri. Walaupun kemampuan biro arsitek ini telah banyak dikenal dengan keunggulan komparatif dengan penekanan ciri khas bangunan Indonesia seperti Bali, Toraja dan lain-lain, harus dilakukan penguatan ke arah keunggulan kompetitif sehingga dapat terlepas dari dominasi kekuatan ciri khas rancangan bangunan Indonesia. Dengan demikian spektrum hasil karya rancangannya dapat meluas bukan saja mengandalkan ciri khas bangunan Indonesia.

Profesi arsitek umumnya dilahirkan melalui lembaga pendidikan formal sebagai dasar untuk kemudian diasah melalui pengalaman. Kedua proses ini harus mampu menciptakan seorang arsitek yang mumpuni.Tugas cendekiawan pada lembaga pendidikan diharuskan untuk membentuk seorang arsitek yang memiliki dasar keilmuan dan keterampilan yang kuat melalui kurikulum yang berbasis kompetensi.

Kemudian aktor bisnis menambah wawasan dan peningkatan keterampilan dengan proses magang, business coaching dan mentoring yang tidak tertutup hanya untuk urusan teknis melainkan juga komersialisasi, pencitraan dan proses bisnis. Proses ini dapat juga difasilitasi oleh komunitas ataupun asosiasi dimana pertukaran informasi dan ilmu serta keterampilan dapat terjadi.

Penelitian produk arsitektur dan pengembangan keterampilan arsitek harus dilakukan bukan hanya menggali ciri khas bangunan Indonesia tetapi juga gaya arsitektur lain. Walaupun ciri khas desain arsitektur Indonesia membawa keunggulan komparatif, namun hal tersebut membatasi ruang gerak dan ceruk pasar yang dapat digarap dan dalam jangka panjang bukanlah merupakan keunggulan yang sustainable ketika arsitektur luar dapat mempelajari ciri arsitek lokal.

Konsentrasi terbesar pekerja arsitek terdapat di Jakarta. Pemicu utamanya adalah kurang tersedianya proyek/permintaan didaerah. Akibatnya terjadi ketimpangan kualitas antara

Jakarta dan kota lain serta tidak terciptanya proses pembelajaran di daerah. Oleh karena itu, peningkatan permintaan didaerah dapat distimulir melalui proyek pemerintah daerah yang berfungsi ganda sebagai edukasi pasar serta proses peningkatan kualitas arsitek daerah. Dengan demikian akan ada kans bagi kemunculan arsitek lokal untuk dapat dikenal secara lebih luas.

2. Pembentukan pasar yang apresiatif

Selain menggarap pasar ekspor maupun substitusi impor, pasar domestik merupakan potensi pasar arsitektur yang besar. Pasar domestik ini memiliki potensi membesar karena apresiasi pasar domestik atas desain arsitektur, sedikit demi sedikit mulai meningkat. Pemain baru dirangsang untuk tumbuh dan diarahkan menggarap pasar domestik yang selama ini masih sedikit tersentuh oleh arsitek karena dipersepsi belum diperlukan oleh masyarakat dan perannya dapat digantikan oleh developer/kontraktor/pemborong.

Edukasi pasar sangat diperlukan untuk membentuk pemahaman akan pentingnya desain arsitektur terutama dari sisi pertambahan nilai. Tantangannya adalah persepsi pasar yang belum memberikan apresiasi terhadap unsur desain baik karena dapat diatasi oleh developer/kontraktor/pemborong ataupun pertimbangan biaya.

Apresiasi pasar diperlukan untuk menciptakan demand atas jasa arsitektur yang akhirnya dapat meningkatkan kemampuan arsitek Indonesia untuk dapat mengekspresikan karya- karyanya pada proyek-proyek pembangunan di dalam negeri. Untuk proyek yang berskala besar, diharapkan bahwa unsur desain dapat dipisahkan dari tender pekerjaan konstruksi dan diberlakukannya sistem penilaian atas dasar kualitas desain terbaik bukan hanya semata-mata dinilai atas harga penawaran terendah.

Dengan adanya pasar yang apresiatif akan meningkatkan terjadinya ‘brain circulation’ , yaitu kembalinya arsitek Indonesia yang bekerja pada biro luar negeri ke Indonesia, karena mereka melihat potensi pasar di dalam negeri yang besar, sehingga mereka dapat membangun usaha biro arsitektur yang mampu berkompetisi layaknya biro arsitektur luar negeri untuk melayani pasar dalam negeri.

3. Penciptaan instrumen komersialisasi

Mengacu kepada pola interaksi antara industri dan pasar, seorang arsitek akan mendapatkan proyek ketika telah dikenal kemampuan dan kualitasnya. Disinilah dibutuhkan adanya promosi dan pemasaran. Hal ini dapat diperoleh melalui publikasi karya sebelumnya, jejaring antar pelaku melalui komunitas ataupun melalui sayembara dan kompetisi. Terutama untuk pasar ekspor dan substitusi impor, promosi dan pencitraan penting dilakukan. Promosi yang dilakukan bukan saja perorangan namun juga keunggulan komparatif bangsa secara agregat di pasar internasional.

Apabila kualitas individu kreatif pada industri arsitektur tercipta dan siklus pembelajaran berjalan dengan baik, maka proses kreasi sebagai unsur terpenting pada rantai nilai industri dapat terwujud.

Pada saat yang bersamaan juga perlu dilakukan pembentukan iklim usaha yang kondusif dan dapat menjamin kompetisi usaha yang sehat berdasarkan kualitas.

Seiring dengan siapnya sumber daya insani kreatif untuk menghasilkan rancangan arsitektur dan pasar sudah terbentuk tentu diperlukan instrumen komersialisasi yang menghubungkan antara arsitek sebagai supplier dan pasar sehingga terjadi proses transaksi.

4. Penciptaan iklim usaha yang kondusif

Penciptaan iklim usaha yang kondusif meliputi: penyediaan infrastruktur, kebijakan dan regulasi yang mendukung pertumbuhan industri arsitektur, administrasi publik yang transparan serta perlindungan atas HKI arsitek Indonesia. Pemerintah memiliki peran sentral dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi industri arsitektur ini. Sehingga diperlukan adanya political will dari pemerintah untuk mengembangkan industri kreatif ini.

Arah pengembangan industri arsitektur ini harus didukung oleh: - Kemampuan arsitek yang handal dan kualitas rancangan yang baik

- Standardisasi dan sertifikasi yang jelas - Regulasi dan aturan yang sesuai - Apresiasi pasar atas karya arsitektur yang tinggi - Sarana mempromosikan diri sebagai unjuk kemampuan dan kualitas

Selain itu, industri arsitektur memiliki ketergantungan pada lingkungan industri dan remote environment yang cukup besar. Lembaga perbankan yang menyediakan KPR, pengembang, pertumbuhan ekonomi dan bisnis retail (mall) serta pariwisata akan merangsang tingkat permintaan sehingga dapat berpotensi bagi perkembangan dan pertumbuhan industri arsitektur.

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24