Kontribusi Ekonomi Kelompok Seni Pertunjukan

10.2. Kontribusi Ekonomi Kelompok Seni Pertunjukan

Secara keseluruhan kontribusi ekonomi kelompok seni pertunjukan ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel B 10‐2 Kontribusi Ekonomi Kelompok Seni Pertunjukan Indikator

2005 2006 Rata ‐rata 1. Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB)

a. Nilai Tambah

Miliar Rupiah

b. % Nilai terhadap Industri

Kreatif c. Pertumbuhan Nilai Tambah

0,01% 2. Berbasis Ketenagakerjaan

d. % Nilai terhadap Total PDB

a. Jumlah Tenaga Kerja

b. Tingkat Partisipasi Tenaga

Kerja Terhadap Industri Kreatif c. Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja

Terhadap Total Pekerja d. Pertumbuhan Jumlah Tenaga

Ribu Rupiah/

e. Produktivitas Tenaga kerja

3. Berbasis Aktivitas Perusahaan

a. Nilai Ekspor

Ribu Rupiah

b.Pertumbuhan Ekspor

c. % Nilai ekspor thd industri

kreatif d. % Nilai Ekspor thd Total

Ekspor e. Jumlah Perusahaan

f. Pertumbuhan Jumlah

g.% Jumlah perusahaan thd

industri kreatif h.% Jumlah perusahaan thd

jumlah perusahaan total

Persen

10.2.1 Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB)

Negara ‐negara maju telah lama mengembangkan seni pertunjukan sebagai industri karena peluang pasar seni pertunjukan terbuka luas. Sebagai ilustrasi, seni pertunjukan di Eropa menunjukkan peluang yang cukup besar untuk dikembangkan. Pada tahun 2000 saja tercatat sekitar 1.750 festival yang melibatkan 20.000 pergelaran. Eropa memiliki 3.000 gedung pertunjukan dengan 15.000 pergelaran yang melibatkan 200 ribu artis dengan total penghasilan mencapai 12 miliar dolar.

Seni pertunjukan adalah salah satu kelompok industri kreatif yang potensial untuk dikembangkan. Potensi ini terlihat dari keanekaragaman budaya tradisional Indonesia dan munculnya seniman tari yang mumpuni. Prestasi para seniman Indonesia mulai terdengar di arena Internasional. Salah satu seniman tari Indonesia mendapatkan penghargaan dari Masyarakat Seni Pertunjukan

Internasional di New York adalah Sardono W. Kusumo 28 .

Terdapat beberapa asosiasi yang berminat mengembangkan seni pertunjukan. Salah satunya adalah Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia ( www.mspi.org ) yang memiliki lebih dari 1.100 anggota individu dan lembaga. Ada juga organisasi yang mengkhususkan diri pada dakwah melalui drama, seperti Himpunan Seni Budaya Islam yang mempunyai lebih dari 20 afiliasi di seluruh Indonesia. Beberapa asosiasi lainnya bercorak budaya daerah, antara lain Lembaga Kebudayaan Betawi. Contoh seni pertunjukan dengan corak tradisional adalah tari Bali (wali, bebali, dan balih‐balihan), seni kerawitan, seni pedalangan, wayang, seni tari sunda, gamelan, seni resitasi mahidin, kesenian tradisional keraton, ketoprak, dan tari minangkabau.

Selain asosiasi di atas, terdapat lembaga lain yang turut mengembangkan seni pertunjukan, antara lain Dewan Kesenian Jakarta dan Yayasan Kelola (www.kelolaarts.or.id). Baru‐baru ini, Dewan Kesenian Jakarta dan Yayasan kelola bekerjasama memberikan hibah bagi seniman perorangan maupun kelompok yang berhasil mengembangkan seni pertunjukan (musik, tari, teater) yang bertema perkotaan.

Acara untuk memperkenalkan seni pertunjukan Indonesia ke pasar internasional adalah perlehatan dua tahunan Indonesia Performing Arts Mart (IPAM)

( www.ipam ‐indonesia.org ) yang kerap digelar di Bali sejak tahun 2003 29 . IPAM keempat digelar di Solo pada tanggal 5‐9 Juni 2007. Program ini bertujuan untuk membuka jaringan antara para presenter yang terdiri dari art manager, promotor, agen dan produser dari berbagai penjuru dunia dengan para seniman seni pertunjukan Indonesia. Dari pertemuan ini diharapkan akan terjadi komitmen dalam bentuk kontrak atau perjanjian penyelenggaraan pertunjukan (pergelaran).

Penggagas IPAM adalah Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata RI dan didukung oleh Yayasan Kelola dan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia

28 Sal Murgiyanto, “Sardono W. Kusumo menari mencari arti bagi nurani”, Kompas, 6 Juni 2003. 29 “Indonesia Performing Arts Mart 2005: Upaya jual seni pertunjukan ke pasar internasional”,

Suara Merdeka , 6 Juni 2005.

(MSPI). Seni pertunjukan diharapkan menjadi salah satu model penggerak industri kebudayaan Indonesia dengan memberikan perspektif global kepada para seniman seni pertunjukan Indonesia dalam menangkap peluang untuk maju ke pasar internasional. Dengan masuknya IPAM dalam kalender kegiatan bursa seni pertunjukan dunia akan mendorong perkembangan seni pertunjukan di Indonesia. Selain itu, IPAM juga menjadi salah satu dari 17 kegiatan bursa seni pertunjukan internasional di berbagai negara antara lain Asian Arts Mart (AAM) di Singapura, Australian Performing Arts Market (APAM) di Australia, dan Tokyo Performing Arts Market (TPAM) di Jepang.

Pasar seni pertunjukan internasional semakin menuntut karya seni unggulan yang lebih kreatif dan efisien untuk ditampilkan. Para seniman Indonesia harus mampu mengemas hasil karyanya sesuai dengan tuntutan pasar. Terdapat tiga faktor penting dalam seni pertunjukan supaya dapat menenuhi tuntutan pasar, yaitu kemenarikan, keunikan, dan kemudakan akses. Faktor kemenarikan memiliki unsur estitis, artisis, dan profesional sesuai kegunaan. Faktor keunikan mengandung unsur spesifik dan orisinalitas. Faktor kemudahan akses mempunyai unsur jumlah seniman, properti, dan perlengkapan. Para calon pembeli sering menitikberatkan faktor kemudahan akses karena terkait dengan masalah penghematan dana.

Seni pertunjukan di Indonesia secara umum terkait dengan pergelaran untuk kepentingan ritual, artistik prestisius, akademis, festival, dan pertukaran budaya. Aspek industri kelompok ini kurang mendapat perhatian yang serius. Hal ini ditandai dengan kurangnya data yang menunjukkan belanja yang dikeluarkan terhadap kelompok ini. Dengan memperhatikan berbagai konser dan perlehatan yang telah digelar, estimasi nilai ekonomi dari seni pertunjukan Indonesia adalah sebagai berikut:

Tabel B 10‐3 Estimasi PDB Kelompok Seni Pertunjukan

PDB Kelompok Seni No

Estimasi Pendapatan

Estimasi NTB

dasar Harga Konstan Pertunjukan (Ribu

Tahun Kelompok Seni

Pertumbuhan PDB

Kelompok Seni

Pertunjukan atas Deflator PDB

Kelompok

Pertunjukan (Ribu

Tahun 2000 (Ribu Rupiah)

Nilai PDB industri kreatif kelompok seni pertunjukan jika dibandingkan dengan PDB industri kreatif, dapat dilihat pada grafik berikut ini: Nilai PDB industri kreatif kelompok seni pertunjukan jika dibandingkan dengan PDB industri kreatif, dapat dilihat pada grafik berikut ini:

PDB Kelompok Seni Pertunjukan

PDB Industri Kreatif

Gambar B 10‐1 Nilai PDB Industri Kreatif vs Kontribusi PDB Kelompok Seni Pertunjukan

Rata ‐rata kontribusi PDB kelompok seni pertunjukan terhadap PDB nasional adalah sebesar 0,01%.

% Nilai terhadap Industri Kreatif % Nilai terhadap Total PDB

Gambar B 10‐2 Kontribusi PDB Kelompok Seni Pertunjukan Terhadap Industri Kreatif & PDB Total Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000

Persentase kontribusi PDB kelompok seni pertunjukan terhadap industri kreatif cukup stabil dari tahun 2002‐2006 yaitu berkisar di antara 0,09%‐0,12%., sedangkan kontribusi terhadap PDB nasional relatif konstan pada angka 0,01%.

10.2.2 Berbasis Ketenagakerjaan

Data jumlah pekerja industri seni pertunjukan dengan kategori pengangkutan dan komunikasi (impresariat) diestimasi dengan mengalikan jumlah tenaga kerja di sektor pengangkutan dan komunikasi dari data Sakernas Indonesia (Survei Angkatan Kerja Nasional), yang dipublikasikan Biro Pusat Statistik setiap tahunnya dengan rasio NTB seni pertunjukan. Rasio NTB seni pertunjukan adalah hasil bagi Nilai Tambah Bruto seni pertunjukan terhadap Nilai Tambah Bruto sektor pengangkutan dan komunikasi.

Sedangkan jumlah pekerja dengan kategori jasa rekreasi, kebudayaan dan Olahraga ini diestimasi dengan mengalikan jumlah tenaga kerja di sektor jasa kemasyarakatan dari data Sakernas Indonesia (Survei Angkatan Kerja Nasional), yang dipublikasikan Biro Pusat Statistik setiap tahunnya dengan rasio NTB seni pertunjukan. Rasio NTB seni pertunjukan adalah hasil bagi Nilai Tambah Bruto seni pertunjukan terhadap Nilai Tambah Bruto sektor jasa kemasyarakatan.

Jumlah tenaga kerja kelompok seni pertunjukan jika dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja industri kreatif, dapat dilihat pada grafik berikut ini.

k e e 4.000.000

ng P 3.000.000

Jumlah Tenaga Kerja Kelompok Seni Pertunjukan Jumlah Tenaga Kerja Industri Kreatif

Gambar B 10‐3 Jumlah Tenaga Kerja Kelompok Seni Pertunjukan dan

Industri Kreatif Periode 2002‐2006

Rata ‐rata jumlah tenaga kerja yang terserap pada kelompok industri seni pertunjukan adalah 7.621 pekerja di periode 2002‐2006. Nilai ini cukup stabil walaupun agak berfluktuatif dari awal hingga akhir periode. Jumlah pekerja di kelompok ini berkisar dari 6.934 pekerja (nilai terendah, tahun 2003) hingga 8.285 pekerja di akhir periode.

Dari data yang diperoleh juga dapat diolah menjadi tingkat partisipasi tenaga kerja industri kreatif kelompok seni pertunjukan terhadap industri kreatif serta terhadap total pekerja, yang dapat dilihat pada grafik berikut.

ri 0,12% ont 0,10%

a 0,08% e nt 0,06%

Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja Terhadap Industri Kreatif Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja Terhadap Total Pekerja

Gambar B 10‐4 Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja Kelompok Seni Pertunjukan terhadap Industri

Kreatif dan Total Pekerja Periode 2002‐2006

Grafik memperlihatkan bahwa tingkat partisipasi tenaga kerja kelompok seni pertunjukan terhadap industri kreatif terus meningkat dari tahun 2002 hingga 2006. Pada tahun 2002, persentasenya mencapai 0,12%, dan terus turun hingga tahun 2006 menjadi hanya 0,17%.

Sedikit berbeda dengan pola yang diperlihatkan oleh tingkat partisipasi tenaga kerja kelompok seni pertunjukan terhadap total pekerja yang nilainya stabil pada persentase 0,01% di sepanjang periode.

Pertumbuhan jumlah tenaga kerja kelompok seni pertunjukan jika dibandingkan dengan pertumbuhan jumlah tenaga kerja industri kreatif, dapat dilihat pada grafik di bawah ini.

Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Kelompok Seni Pertunjukan Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Industri Kreatif

Gambar B 10‐5 Pertumbuhan Jumlah Tenaga Kerja Kelompok Seni Pertunjukan terhadap

Industri Kreatif Periode 2002‐2006

Pertumbuhan jumlah tenaga kerja kelompok seni pertunjukan sangat berfluktuatif dari tahun ke tahun. Diawali 2,56% di tahun 2003, naik menjadi 12,34% (2004), turun kembali pada tahun 2005 menjadi ‐2,50%, hingga akhirnya kembali naik mencapai 6,37% di akhir periode.

Selanjutnya disajikan nilai produktivitas tenaga kerja kelompok seni pertunjukan serta industri kreatif sebagaimana yang terlihat pada Gambar B 10‐6 ini.

ng 17.417 ra

Produktivitas Tenaga kerja Kelompok Seni Pertunjukan Produktivitas Tenaga kerja Industri Kreatif

Gambar B 10‐6 Produktivitas Tenaga Kerja Kelompok Seni Pertunjukan

dan Industri Kreatif Periode 2002‐2006

Dari grafik di atas terlihat bahwa produktivitas kelompok seni pertunjukan berada di bawah nilai produktivitas industri kreatif secara keseluruhan. Nilai produktivitas kelompok ini hanya berkisar di antara 13–15 juta per orang per tahunnya di sepanjang periode. Nilai ini memiliki gap yang agak besar dengan nilai produktivitas industri kreatif secara keseluruhan yang mencapai 17–21 juta per orang per tahunnya.

10.2.3 Berbasis Aktivitas Perusahaan

Jumlah perusahaan industri seni pertunjukan dengan kategori pengangkutan dan komunikasi (impresariat) diestimasi dengan mengalikan jumlah tenaga kerja di sektor pengangkutan dan komunikasi dari data Sakernas Indonesia (Survei Angkatan Kerja Nasional), yang dipublikasikan Biro Pusat Statistik setiap tahunnya dengan rasio NTB seni pertunjukan. Rasio NTB seni pertunjukan adalah hasil bagi Nilai Tambah Bruto seni pertunjukan terhadap Nilai Tambah Bruto sektor pengangkutan dan komunikasi.

Sedangkan jumlah perusahaan dengan kategori jasa rekreasi, kebudayaan dan Olahraga ini diestimasi dengan mengalikan jumlah tenaga kerja di sektor jasa kemasyarakatan dari data Sakernas Indonesia (Survei Angkatan Kerja Nasional), yang dipublikasikan Biro Pusat Statistik setiap tahunnya dengan rasio NTB seni pertunjukan. Rasio NTB seni pertunjukan adalah hasil bagi Nilai Tambah Bruto seni pertunjukan terhadap Nilai Tambah Bruto sektor jasa kemasyarakatan.

Jumlah tenaga kerja dari data Sakernas Indonesia yang dimaksudkan diatas hanyalah terbatas pada jumlah total pekerja dengan status pekerjaan: SPU 1 (status berusaha sendiri tanpa dibantu orang lain), SPU 2 (berusaha dibantu pekerja keluarga atau karyawan tidak tetap), dan SPU 3 (berusaha dengan dibantu oleh karyawan tetap)

Jumlah perusahaan kelompok seni pertunjukan jika dibandingkan dengan jumlah perusahaan industri kreatif, dapat dilihat pada grafik berikut ini.

aan 2.188.815 u 2.000.000 sah

Jumlah Perusahaan Kelompok Seni Pertunjukan Jumlah Perusahaan Industri Kreatif

Gambar B 10‐7 Jumlah Perusahaan Kelompok Seni Pertunjukan dan Jumlah Perusahaan

Industri Kreatif Periode 2002‐2006

Terlihat dari gambar di atas jumlah perusahaan kelompok seni pertunjukan tidak mengalami terlalu banyak perubahan, dimana pada tahun 2002 jumlah perusahaan dalam kelompok ini hanya berjumlah 1,241 perusahaan dan hanya bertambah menjadi 1,314 perusahaan di tahun 2006.

Persentase jumlah perusahaan kelompok seni pertunjukan jika dibandingkan dengan jumlah perusahaan industri kreatif dan total jumlah perusahaan secara nasional, dapat dilihat pada grafik berikut ini.

% Jumlah Perusahaan thd Industri Kreatif % Jumlah Perusahaan thd Total Perusahaan

Gambar B 10‐8 Persentase Jumlah Perusahaan Kelompok Seni Pertunjukan terhadap Jumlah Perusahaan Industri Kreatif dan Jumlah Perusahaan Total Periode 2002‐2006

Persentase jumlah perusahaan di kelompok seni pertunjukan terhadap jumlah perusahaan di industri kreatif memiliki tren meningkat, walaupun tidak dengan nilai yang besar. Dimana pada tahun 2002 tingkat partisipasi jumlah perusahaan di kelompok ini adalah sebesar 0,04% dan meningkat menjadi 0,06% di tahun 2006. Sedangkan untuk tingkat pertumbuhan dari jumlah perusahaan kelompok seni pertunjukan bila dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan dari jumlah perusahaan di industri kreatif, dapat dilihat di gambar dibawah ini.

Pertumbuhan Jumlah Perusahaan Kelompok Seni Pertunjukan Pertumbuhan Jumlah Perusahaan Industri Kreatif

Gambar B 10‐9 Pertumbuhan Jumlah Perusahaan Kelompok Seni Pertunjukan terhadap Pertumbuhan Jumlah Perusahaan Industri Kreatif Periode 2003‐2006

Dapat dilihat dari gambar di atas, pertumbuhan jumlah perusahaan di kelompok seni pertunjukan ini mencapai nilai tertinggi di tahun 2004 yaitu sebesar 12,14%. Di tahun 2005 terjadi penurunan secara drastis yang mengakibatkan tingkat pertumbuhan jumlah perusahaan bernilai negatif (‐ 12,35%). Tetapi hal tersebut tidak berlangsung lama, dikarenakan di tahun 2006, pertumbuhan jumlah perusahaan di kelompok seni pertunjukan ini naik menjadi 2,18%.

Berdasarkan data Direktori Ekspor Indonesia, yang dipublikasikan oleh Biro Pusat Statistik Indonesia setiap tahunnya, kelompok industri seni pertunjukan tidak tercatat melakukan ekspor, walaupun berdasarkan sumber data lainnya diketahui bahwa sudah banyak organisasi masyarakat seni pertunjukan Indonesia yang melakukan pertunjukan di Luar Negeri.

10.2.4 Dampak Terhadap Sektor Lain

Berdasarkan definisi kelompok industri kreatif studi ini, dan dengan menggunakan tabel input output update 2003 Indonesia 175 sektor, diperoleh angka pengganda output kelompok Seni Pertunjukan sebesar 2,01. Angka ini menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan satu satuan uang permintaan akhir pada kelompok industri kreatif Seni Pertunjukan, maka output perekonomian total akan meningkat sebesar 2,01 satuan uang. Misalnya permintaan akhir berbentuk investasi, dilakukan pada kelompok industri Seni Pertunjukan sebesar Rp. 1 miliar, maka output total perekonomian nasional akan meningkat sebesar Rp. 2,01 miliar. Dari 14 kelompok industri kreatif yang telah didefinisikan dalam studi ini, kelompok Seni Pertunjukan berada pada urutan ke‐6 dalam peringkat angka pengganda output.

Ke arah hulu, koefisien backward linkage kelompok Seni Pertunjukan sebesar 2,01. Peningkatan output Seni Pertunjukan sebesar 1 satuan uang, baik akibat Ke arah hulu, koefisien backward linkage kelompok Seni Pertunjukan sebesar 2,01. Peningkatan output Seni Pertunjukan sebesar 1 satuan uang, baik akibat

Ke arah hilir, koefisien forward linkage kelompok Seni Pertunjukan sebesar 2,23. Peningkatan output Seni Pertunjukan sebesar 1 satuan uang, baik akibat peningkatan konsumsi, investasi atau ekspor, akan memicu peningkatan output sektor ‐sektor industri hilir Seni Pertunjukan sebesar 2,23 satuan uang. Misalnya terjadi peningkatan konsumsi iklan sebesar Rp. 1 miliar, maka output sektor‐ sektor industri hilir Seni Pertunjukan akan meningkat sebesar Rp. 2,23 miliar. Dari

14 kelompok industri kreatif, Seni Pertunjukan berada pada urutan ke‐11 dalam peringkat forward linkage. Sektor‐sektor industri hilir yang paling terpengaruh terhadap perubahan output Seni Pertunjukan adalah sektor Jasa Hiburan ‐Rekreasi‐Kebudayaan, Jasa Penunjang Angkutan, dan Jasa Perdagangan.

Rata ‐rata backward linkage dan forward linkage menunjukkan bahwa keterkaitan kelompok Seni Pertunjukan dengan sektor industri lain, paling erat dengan sektor Jasa Hiburan‐Rekreasi‐Kebudayaan, Jasa Penunjang Angkutan, dan Jasa Perdagangan.

Rekapitulasi linkage dapat dilihat pada tabel B 10‐4 berikut.

Tabel B 10‐4 Linkage Kelompok Seni Pertunjukan

TOTAL AVERAGE 1 173 jasa hiburan, rekreasi

AVERAGE BL

AVERAGE FL

0.557 173 jasa hiburan, rekreasi 0.556 2 158 jasa penunjang angkutan

0.554 173 jasa hiburan, rekreasi

0.520 158 jasa penunjang angkutan 0.521 3 149 jasa perdagangan

0.523 158 jasa penunjang angkutan

0.094 172 film dan jasa distribusi

0.067 172 film dan jasa distribusi

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24