K E KONOMI S UBSEKTOR I NDUSTRI K ERAJINAN
ONTRIBUSI II. K E KONOMI S UBSEKTOR I NDUSTRI K ERAJINAN
Kontribusi ekonomi subsektor industri kerajinan ini dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8 Kontribusi Ekonomi Subsektor Industri Kerajinan
1. Berbasis Produk Domestik Bruto (PDB)
a. Nilai Tambah
Miliar Rupiah
b. % Nilai terhadap Industri
Kreatif c. Pertumbuhan Nilai Tambah
d. % Nilai terhadap Total PDB
2. Berbasis Ketenagakerjaan
a. Jumlah Tenaga Kerja
b. Tingkat Partisipasi Tenaga
Kerja Terhadap Industri Kreatif c. Tingkat Partisipasi Tenaga
Kerja Terhadap Total Pekerja d. Pertumbuhan Jumlah Tenaga
kerja e. Produktivitas Tenaga kerja
Ribu Rupiah/ pekerja pertahun
3. Berbasis Nilai Ekspor
a. Nilai Ekspor
Ribu Rupiah
b.Pertumbuhan Ekspor
c. % Nilai ekspor terhadap
industri kreatif d. % Nilai Ekspor terhadap Total
4. Berbasis Jumlah Perusahaan
b. Pertumbuhan Jumlah
Perusahaan c.% Jumlah perusahaan terhadap
industri kreatif d.% Jumlah perusahaan
terhadap jumlah perusahaan
Sumber: Studi Pemetaan Industri Kreatif Departemen Perdagangan Indonesia, 2007 (diolah dari data BPS dan beberapa sumber data lainnya)
NALISIS III. A & P EMETAAN K ONDISI S UBSEKTOR I NDUSTRI K ERAJINAN
III.1 Analisis Kondisi Pondasi dan Pilar Subsektor Industri Kerajinan ONDASI A. P S UMBER D AYA I NSANI ( P EOPLE )
Sumber daya manusia yang kuat meliputi aspek; kuat dalam desain produk, kuat dalam teknik produksi, manajemen produksi dan bisnis, mampu mengkomersialisasikan produk dan memilih jalur distribusi yang sesuai, serta didukung oleh apresiasi pasar yang tinggi terhadap produk-produk kerajinan. Sumber daya manusia yang kuat harus dimiliki dalam jumlah dan sebaran yang memadai. Keseluruhan aspek sumber daya manusia tersebut akan menjadi siklus yang terus melipatgandakan nilai tambah industri kerajinan, dan pada akhirnya menentukan kemajuan industri tersebut. Oleh karena itu, manusia merupakan pondasi dasar yang paling menentukan tingkat kekokohan industri kerajinan Indonesia.
Beberapa kondisi positif yang bisa menjadi kekuatan pondasi sumber daya manusia di industri kerajinan antara lain:
Jumlah tenaga terampil sangat banyak, dengan kualitas keterampilan produksi yang
tinggi
Sebagai indigenous skill, keterampilan pekerja-pekerja kerajinan Indonesia sudah diakui sebagai salah satu yang terbaik. Kemampuan produksi untuk menghasilkan kualitas yang baik sangat tinggi. Hal ini terlihat ketika pengusaha-pengusaha kerajinan diberikan contoh produk atau gambar produk untuk diproduksi, para pengrajin mampu meniru, bahkan menghasilkan produk yang lebih baik dari contoh produk.
Tenaga terampil tersebar di seluruh wilayah Indonesia membentuk sentra-sentra
merupakan potensi untuk mencapai skala produksi besar, dan kemudahan pembinaan
Para pengrajin terampil yang mengumpul membentuk sentra-sentra kerajinan merupakan kekuatan tersendiri yang bisa dimanfaatkan untuk beberapa hal. Pertama adalah kemampuan mencapai skala produksi yang besar. Namun perlu dipilih model- model produksi yang sesuai agar standar kualitas menjadi sama dan terjaga. Kedua, kondisi ini akan sangat membantu kemudahan melakukan pembinaan, tidak perlu harus mengumpulkan para pekerja-pekerja dengan susah payah untuk dibina. Disseminasi informasi dan pengetahuan menjadi lebih mudah.
Hampir terdapat 500 etnis, dengan originalitas seni dan budayanya masing-masing,
merupakan potensi sumber inspirasi desain produk yang kuat
Etnis suku bangsa Indonesia yang besar ini merupakan sumber kreativitas yang tidak akan ada habisnya. Sehingga nilai tambah produk tidak hanya diperoleh dari rantai produksi saja, namun juga dari rantai kreasi. Jika kekuatan rantai kreasi ini makin baik, maka peningkatan nilai tambah pada aspek komersialisasi juga akan dimungkinkan, misalnya melalui pencitraan. Hanya saja, potensi sumber inspirasi ini kurang tergali dengan baik oleh pelaku-pelaku usaha kerajinan, terutama karena sifat alamiahnya yang sebagian besar berproduksi berdasarkan pesanan, dimana desain produk sudah disertakan oleh pemesan. Sehingga kreativitas konten lokal tidak tergali, tidak terasah dan tidak berkembang berkelanjutan. Dibutuhkan suatu lembaga yang berfungsi
Transfer knowledge untuk memproduksi terjadi secara informal dan tradisi
( indigenous), tidak terlalu membutuhkan lembaga pendidikan formal dan informal.
Transfer knowledge yang terjadi turun temurun merupakan kondisi yang mendukung untuk membentuk pekerja-pekerja terampil dengan cepat, dan juga membentuk wirausahawan-wirausahawan baru. Tinggal memberikan sentuhan manajemen produksi dan bisnis, sehingga kompetensi menjadi lengkap. Hal ini terlihat dari tipologi lahirnya pengusaha-pengusaha kerajinan seperti; tradisi keluarga, ikut kerja pada seorang pengusaha kerajinan dan setelah trampil membuat usaha sendiri, pedagang barang- barang kerajinan yang melihat peluang, belajar memproduksi dengan mudah dan membuat usaha sendiri.
Beberapa kondisi yang merupakan kelemahan pondasi sumber daya manusia di industri kerajinan antara lain:
- Lemah dalam desain produk, baik dalam jumlah maupun kualitas desain pekerja kerajinan.
Konsultan Internasional Trade Center Jenewa mengatakan bahwa memang produk-produk kerajinan Indonesia belum mampu memenuhi selera pasar Amerika dan Eropa dari aspek desain. Keterbatasan pengetahuan dan wawasan mengenai pasar menyebabkan desain- desain menjadi kurang bermutu dan minim sentuhan kontemporer. Dunia cendekiawan sekalipun yang mencoba menciptakan desain-desain, ternyata dirasakan belum layak jual.
Memang, selain lembaga-lembaga pendidikan seni murni dan desain produk yang jumlahnya sedikit di Indonesia, hampir tidak ada sekolah kerajinan tidak ada yang mendidik di aspek desain. Pelatihan-pelatihan desain yang coba diusahakan lembaga pendidikan dan pelatihan kurang bermanfaat, karena tidak adanya keberlanjutan setelah pendidikan dan pelatihan dilakukan. Hanya bersifat temporary project.
Selain itu, sampai saat ini apresiasi dari pemerintah, asosiasi dan industri besar kepada insan kreatif kerajinan dalam menghasilkan desain masih sangat kurang atau hampir tidak ada. Sehingga kurang memotivasi insan kreatif untuk berkarya dan menemukan desain-desain baru bermuatan lokal dengan sentuhan kontemporer. Apresiasi justru datang dari pihak asing semacam British Council.
- Lemah dalam mengkomersialisasikan produk
Kurangnya kemampuan mengkomersialisasikan ini berdampak pada minimnya jaringan pasar yang bisa dijangkau, minimnya loyalitas terhadap produk kerajinan Indonesia, pada akhirnya nilai tambah yang dinikmati pengusaha kerajinan menjadi kecil.
Kurangnya kemampuan komersialisasi ini disebabkan oleh berbagai hal, bahkan sudah menjadi lingkaran setan yang sulit menemukan akar permasalahannya. Biaya komersialisasi memang tinggi, perlu dana besar untuk mencari tahu kondisi aturan dan preferensi konsumen asing dan domestik, melakukan manajemen merek, promosi dan lain-lain. Margin pendapatan tidak mencukupi untuk melakukannya. Namun hal ini juga mungkin disebabkan pengrajin tidak mau dan tidak mampu melakukannya. Tidak mau
- Kurang memahami manajemen produksi dan bisnis
Para pengusaha kerajinan yang berhasil, umumnya adalah mereka yang memahami manajemen produksi dan bisnis. Mereka mengetahui kekuatan yang dimiliki, dan apa yang sebaiknya ditawarkan kepada pasar. Jumlah yang berhasil ini masih sedikit. Sebagian besar lainnya adalah para pengrajin dan pengusaha kerajinan yang belum paham manajemen produksi dan bisnis. Sehingga para pengrajin ini akan tetap menjadi pengrajin jika tidak punya kemampuan manajemen produksi dan bisnis, sulit sekali untuk naik kelas menjadi pengusaha kerajinan yang berhasil.
- Etos kerja dan produktivitas masih kurang
RRT memiliki produktivitas pekerja jauh lebih tinggi, mencapai 6:1 terhadap produktivitas pekerja kerajinan Indonesia. Produktivitas yang rendah ini memang bisa disebabkan oleh minimnya insentif yang diperoleh. Namun terutama adalah karena etos kerja pekerja yang masih perlu diperbaiki. Permasalahan ini akan sangat terasa ketika seorang pengusaha memperoleh order yang besar. Karena etos kerja dan produktivitas yang kurang, akhirnya pengusaha kerajinan menjadi bermasalah dalam quality, cost and delivery (QCD). Sehingga pesanan menjadi tidak berkelanjutan. Pemesan secara rasional akan mencari alternatif pengusaha kerajinan lain yang lebih baik.
- Anggapan bahwa industri kerajinan bukan tempat berkarir yang menjanjikan
Pekerja kerajinan belum optimal dalam mengerjakan pekerjaannya. Sebagai contoh kasus industri batik, terdapat kondisi dimana membatik dikerjakan jika pengrajin sedang tidak ada pekerjaan lain, jika ada pekerjaan lain, maka pekerjaan membatik ditinggalkan. Ini disebabkan oleh tingkat upah yang tidak memadai. Berkarir di industri kerajinan belum dianggap sebagai pilihan yang baik, yang akhirnya mempengaruhi etos kerja para pekerja kerajinan.
- Kekuatan pengusaha asing di pasar lokal, mendorong pengusaha lokal untuk didikte dan hanya menjadi pekerja kerajinan saja
Kondisi ini berdampak negatif untuk membangun pondasi sumber daya manusia yang kokoh. Kondisi ini akan menjadi positif, jika pengrajin mampu melayani permintaan pengusaha asing tersebut sambil memperkuat daya tawarnya.
- Jumlah penduduk banyak, merupakan potensi pasar tetapi apresiasi masyarakat masih rendah
Apresiasi masyarakat terhadap produk kerajinan yang rendah disebabkan oleh: (i) rendahnya daya beli menyebabkan konsumen domestik masih memprioritaskan pilihan produk yang dibelinya pada harga dan fungsi produk, sehingga aspek desain kreatif tidak menjadi pertimbangan utama; (ii) kurikulum sekolah yang digunakan selama ini kurang mendukung lahirnya kreativitas dan apresiasi terhadap kreasi. Kurikulum sekolah memang sudah mulai diperbaiki Departemen Pendidikan Nasional, yang memasukkan kurikulum berbasis kompetensi mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Kurikulum berbasis kompetensi ini baik untuk tumbuhnya kreativitas.
ILAR B. P I NDUSTRI ( I NDUSTRY )
Pilar industri kerajinan yang kuat adalah industri dengan struktur kuat, iklim usaha dan persaingan yang sehat. Industri yang kuat akan menjamin tersedianya bahan baku cukup dengan harga kompetitif, industri yang efisien dan inovatif, serta jalur distribusi yang luas.
Beberapa aspek positif pilar industri antara lain:
+ Jumlah usaha dan industri kerajinan banyak, terkumpul membentuk sentra-sentra
Jumlah yang banyak ini merupakan potensi yang baik untuk industri kerajinan. Dengan jumlah tersebut, industri kerajinan, khususnya satu sentra, berpotensi melakukan produksi pada skala yang efisien. Dengan sentuhan kualitas dan desain, maka tidak hanya keunggulan komparatif yang bisa diandalkan industri kerajinan nasional, akan tetapi juga keunggulan kompetitifnya. Bahkan ketika kapasitas suatu sentra sudah habis, sentra tersebut masih dapat bekerjasama dengan sentra-sentra lain yang sejenis.
+ Sektor-sektor industri pendukung seperti bahan baku banyak
Keragaman jenis dan jumlah bahan baku alami, merupakan keunggulan komparatif tersendiri bagi industri kerajinan nasional. Pengelolaan yang sesuai di sektor-sektor hulu industri kerajinan akan memperkuat struktur industri kerajinan itu sendiri.
+ Jaringan-jaringan distribusi semakin berkembang
Linkage antara produsen dengan distributor semakin baik. Jumlah jalur-jalur distribusi semakin meningkat, baik pasar modern, pasar tradisional, mall, galeri-galeri maupun toko-toko yang berdiri sendiri. Model-model kerjasama antara kedua rantai semakin besar peluangnya untuk dibenahi. Sistem kontrak, model pelabelan dan lain-lain perlu disesuaikan. Singkatnya, probabilitas produsen kerajinan untuk bisa memperoleh tempat display di jalur-jalur distribusi semakin besar.
+ Event-event promosi di dalam dan luar negeri semakin baik
Event-event promosi sudah semakin banyak jumlahnya dan semakin berkesinambungan sifatnya. Peran asosiasi dan pemerintah sangat vital di aspek ini. Fasilitasi-fasilitasi produsen untuk bisa mempromosikan diri, untuk tersambung langsung dengan konsumen semakin baik. Bahkan koordinasi promosi di luar negeri sudah mulai dibenahi oleh Departemen Perdagangan. Tinggal produsen-produsen kerajinan ini harus mampu mengemas kekuatan produk apa yang akan ditawarkannya.
+ Daerah-daerah yang sudah kuat imagenya dalam turisme, merupakan peluang menjadi jalur distribusi
Daerah-daerah dengan turisme yang kuat, seperti Bali, Yogyakarta, Batam merupakan keuntungan tersendiri untuk komersialisasi produk-produk kerajinan dalam negeri.
+ Beberapa citra ataupun individu tertentu sudah dipercaya di pasar luar negeri
Di titik awal pengembangan, brand-brand dan individu-individu dapat dimanfaatkan sebagai corong untuk mempromosikan produk-produk kerajinan lokal, sampai akhirnya para pengusaha-pengusaha kerajinan ini mampu secara mandiri mempromosikan diri, sampai kepada memiliki brand sendiri.
Beberapa aspek negatif di pilar industri antara lain: Lokasi pekerja dan bahan baku yang jauh mengurangi efisiensi
Keahlian berada di Cirebon, namun bahan baku berada di Kalimantan. Keahlian ada di Jepara namun bahan baku ada di daerah lain. Sentra penyamakan kulit ada di Garut, namun industri kerajinan barang kulit ada di Medan dan daerah lain. Kondisi-kondisi tersebut merupakan aspek-aspek yang menyebabkan biaya produksi semakin meningkat, makin tidak efisien.
Beberapa alternatif untuk menanggulangi kondisi tersebut antara lain; relokasi pekerja trampil ke sentra bahan baku, budi daya bahan baku di sekitar sentra industri kerajinan, perbaikan infrastruktur, regulasi impor.
Sentra industri di daerah mengalami permasalahan konektivitas terhadap pasar Sentra-sentra industri sebagian masih berada di daerah dimana konektivitas terhadap pasar masih bermasalah. Baik konektivitas fisik melalui infrastruktur menjangkau jalur distribusi dan end user, maupun konektivitas virtual melalui jaringan internet.
Komponen impor makin meningkat, sehingga mengurangi efisiensi Komponen impor sebenarnya berpeluang untuk meningkatkan efisiensi produksi, ketika komponen lokal sulit dan mahal diperoleh. Namun bagaimanapun juga, semakin tergantung terhadap komponen impor, maka industri akan semakin sensitif terhadap kondisi makro ekonomi nasional dan internasional. Sebagai perbandingan, ketika krisis 1997, industri-industri kerajinan yang hampir semuanya UKM/IKM adalah industri- industri yang sanggup bertahan, tidak guncang akibat krisis. Salah satu penyebabnya adalah minimnya ketergantungan akan komponen impor.
Ancaman produk asing, khususnya RRT, semakin besar Konsumen di dalam dan luar negeri masih rasional, dimana pertimbangan harga dan kualitas masih menjadi variabel keputusan utama dalam memilih produk yang akan dikonsumsinya. RRT menghasilkan produk-produk kerajinan yang bagus dan murah. Bahkan mereka mencanangkan akan menjadi pemasok terbesar di dunia. Hal ini merupakan ancaman tersendiri bagi industri kerajinan nasional.
Pemahaman yang minim terhadap konsumen luar negeri Minimnya riset-riset untuk memahami preferensi dan persyaratan regulasi di pasar luar negeri mengurangi daya saing produk kerajinan Indonesia terhadap produk kerajinan negara-negara lain.
Ancaman perusahaan asing di pasar domestik Perusahaan asing di Indonesia mampu menjual produk dengan harga mahal, karena produk mereka memang bagus dan layak jual, dikelola secara profesional, berpengalaman dan market oriented.
ILAR C. P T EKNOLOGI ( T ECHNOLOGY )
Pilar teknologi industri kerajinan yang kuat adalah teknologi yang memampukan tumbuhnya kreativitas, produksi yang lebih efisien dan inovatif, serta mampu menjangkau pasar dengan lebih baik. Akan tetapi, pada industri kerajinan, kecuali berbahan baku logam, teknologi modern tidak terlalu dibutuhkan dalam berproduksi. Ke-craftsmanship-an produksilah yang menjadi pemberi nilai tambah utama. Teknologi lebih dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas di rantai kreasi dan kapasitas di rantai komersialisasi.
Aspek positif pada pilar teknologi
+ ICT ( information and communication technology) semakin baik
Kondisi ini merupakan potensi bagi pengusaha untuk memperkaya kreativitas desain di rantai kreasi. Disseminasi informasi dan proses produksi semakin cepat dengan membaiknya ICT. ICT juga akan mampu meningkatkan kapasitas pengusaha kerajinan dalam menjangkau dan mengenali pasar.
Aspek negatif pada pilar teknologi antara lain: Riset bahan baku masih kurang, jumlah dan kualitasnya
Keleluasaan berkreasi, kualitas produksi, sangat dipengaruhi oleh bahan baku. Dengan riset yang baik, maka membatik tidak hanya bisa di atas bahan baku tekstil, namun juga pada bahan baku lain seperti kulit, kayu dan logam.
Riset tidak aplikatif, tidak dapat diterapkan di industri kerajinan Beberapa riset desain yang diciptakan akademia / dunia pendidikan belum layak untuk dikomersialisasikan.
Minimnya riset sosial, budaya dan seni bermuatan lokal Riset sosial, budaya dan seni bermuatan lokal yang baik, akan mampu menambah originalitas, otentitas produk-produk kerajinan domestik, sehingga bersaing di pasar, tidak hanya sisi harga, tetapi juga faktor otentik dan original tersebut.
ILAR D. P S UMBER D AYA ( R ESOURCES )
Pilar sumber daya alam yang kuat meliputi: bahan baku berkualitas, jumlah dan pilihan memadai, dengan harga yang kompetitif untuk mendukung efisiensi dan inovasi industri.
Aspek positif pada pilar bahan baku antara lain:
+ Jumlah ketersediaan bahan baku sangat besar. Hal ini merupakan salah satu keunggulan komparatif bagi industri kerajinan.
+ Penggunaan bahan baku tidak terlalu intensif dan umumnya terbarukan
Memang industri kerajinan merupakan salah satu pengguna bahan baku sumber daya alam. Akan tetapi selain penggunaannya tidak terlalu intensif, bahan baku tersebut juga bersifat terbarukan, kecuali pada logam, batuan dan tanah liat.
Aspek negatif pada pilar bahan baku antara lain: Bahan baku berjumlah besar namun belum diikuti pengaturan atau regulasi yang baik.
Sebagai contoh adalah kesulitan bahan baku rotan yang disebabkan karena peraturan yang ada belum diikuti oleh petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis di daerah.
Budidaya bahan baku kurang diperhatikan Budidaya bahan baku masih jarang dilakukan. Kecenderungan mengeksploitasi yang sudah ada, meskipun keberadaan bahan baku di daerah lain yang cukup jauh, masih merupakan pilihan utama. Budidaya kokon sudah dimulai, namun masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan industri domestik. mengimpor bahan baku akhirnya menjadi pilihan. Akibatnya, biaya produksi menjadi lebih mahal, yang pada akhirnya mengurangi daya saing.
Riset-riset yang sudah ada belum termanfaatkan Industri kerajinan masih cenderung kurang menghargai hasil riset lokal. Mereka lebih senang menggunakan yang sudah terbukit dan teruji. Misalnya inovasi paper clay dari daur ulang keramik, tidak dihargai industri lokal, malah dihargai industri luar negeri.
Penebangan liar dan penyelundupan mengurangi jumlah ketersediaan bahan baku Pemerintah masih lemah dalam menegakkan hukum terhadap pelaku yang melakukan penebangan liar dan penyelundupan kayu secara ilegal. Ekspor kayu ilegal masih banyak dilakukan di daerah-daerah rawan, seperti perbatasan Kalimantan dan Malaysia atau melalui perairan di sekitar Pulau Papua dan Maluku. Kondisi ini akan mempengaruhi kecukupan bahan baku untuk industri kerajinan domestik.
ILAR E. P I NSTITUSI ( I NSTITUTION )
Pilar institusi yang kuat adalah institusi yang mampu memperkaya kreativitas, mendukung efisiensi dan inovasi, menjangkau pasar lebih baik
Aspek positif pilar institusi meliputi:
+ Industri kerajinan ditopang oleh tradisi masyarakat yang kuat
Kualitas ketrampilan, originalitas dan kecepatan penyebaran ketrampilan merupakan potensi yang kuat, yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Karena aspek-aspek tersebut dimiliki dan diwarisi secara turun temurun. Misalnya; budaya menenun, budaya beternak, budaya menyamak, budaya mengukir, memahat dan lain-lain.
+ Potensi turisme baik, dan berkorelasi positif dengan industri kerajinan
Tatanan daerah yang baik, aman, masyarakat yang ramah (power of place) menjadi daya tarik tersendiri untuk turisme, baik dari domestik maupun mancanegara. Turisme secara langsung juga merupakan mekanisme promosi produk-produk kerajinan.
Aspek negatif pilar institusi meliputi: Pengusaha dan pekerja kurang ulet
Misalkan kasus industri batik, dimana membatik dikerjakan jika pengrajin sedang tidak ada pekerjaan lain, sedangkan jika ada pekerjaan lain, maka pekerjaan membatik ditinggalkan.
Belum ada pusat desain Saat ini belum terdapat suatu lembaga pusat desain yang secara konsisten dan berkesinambungan berkontribusi pada perbaikan desain-desain produk pada industri kerajinan.
Konsep klaster belum berhasil meningkatkan efisiensi dan inovasi Konsep klaster industri yang sudah dilakukan belum mampu meningkatkan efisiensi dan inovasi industri kerajinan secara signifikan.
Regulasi mall dan pasar modern masih perlu perbaikan Regulasi, layanan masyarakat dan penegakan hukum masih merupakan kendala
daripada enabler, antara lain:
Regulasi bahan baku cenderung berpihak pada sektor pertanian. Bahan baku terbaik pada umumnya diekspor. Mungkin hal ini disebabkan karena negara Indonesia
Penegakan hukum bagi para penyelundup masih kurang, sehingga ketersediaan bahan baku domestik menjadi terganggu.
Pelayanan administrasi ekspor produk dan impor bahan baku masih perlu ditata agar lebih cepat dan murah
Pelayanan pengurusan HKI, seperti merek, desain dan hak cipta perlu diperbaiki, agar tidak menjadi resistansi bagi pengusaha dalam mendaftarkan hak kekayaan intelektualnya.
ILAR F. P L EMBAGA P EMBIAYAAN ( F INANCIAL I NTERMEDIARY )
Pilar pembiayaan yang kuat adalah pembiayaan dengan skema yang sesuai dengan karakteristik bisnis industri kerajinan
Aspek positif pilar lembaga pembiayaan Adanya keringanan pinjaman untuk UKM/IKM, khususnya kerajinan
Skema pembiayaan KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) yang telah diluncurkan oleh Presiden RI pada tanggal 5 November 2007 berdasarkan Nota Kesepahaman Bersama (MoU) antara Pemerintah, Perusahaan Penjaminan, dan Perbankan (enam bank yaitu Bank Mandiri, BNI, BTN, BRI, Bank Bukopin, dan Bank Syariah Mandiri) pada tanggal 9 Oktober 2007 tentang Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada UMKM/Koperasi, merupakan peluang untuk memperoleh keringanan pinjaman. Hal ini dilaksanakan sesuai dengan Inpres No. 6 Tahun 2007 tanggal 8 Juni 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM.
Semakin banyak pihak yang bersedia mendanai UKM (termasuk industri kerajinan) Saat ini, berbagai pihak baik dari pemerintah, bank, maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bersedia mendanai UKM kerajinan semakin banyak jumlahnya. Hal ini merupakan kekuatan dan peluang yang baik untuk dimanfaatkan para pengusaha kerajinan
Aspek negatif pilar lembaga pembiayaan
- Mekanisme pembiayaan yang tepat belum ditemukan.
Kredit tanpa agunan atau kredit berbunga rendah adalah patron yang sudah diterapkan saat ini. Akan skema yang sesuai belum ditemukan
- Mental pengrajin bermasalah dalam pengembalian pinjaman
Beberapa pengrajin dan pengusaha justru memanfaatkan kredit tanpa agunan tersebut dengan tidak bijaksana. Ketiadaan agunan memanjakan beberapa pengrajin, karena merasa tidak perlu mengembalikan pinjaman, dengan alasan tidak berhasil mengembangkan usaha.
III.2 Pemetaan Kekuatan,kelemahan, Peluang serta Ancaman Subsektor industri Kerajinan
Pondasi/ Strength
Threats Pilar People
Weakness
Opportunity
Jumlah tenaga terampil banyak, Lemah dalam desain produksi apresiasi dan daya
beli masih kurang Tenaga terampil tersebar
dengan kualitas tinggi
Lemah dalam komersialisasi
Kurang memahami
Industri kerajinan
bukan tempat berkarir terdapat 500 etnis, sumber
membentuk sentra
manajemen produksi dan
bisnis
yang menjanjikan
inspirasi
Etos kerja dan produktivitas
Transfer knowledge mudah &
masih kurang
cepat
Kecenderungan hanya
menjadi pekerja kerajinan saja
Industry
Jumlah usaha dan industri
Lokasi pekerja dan bahan
+ Jaringan-jaringan distribusi
Ancaman produk
kerajinan banyak, terkumpul
baku yang jauh mengurangi
semakin berkembang
asing, khususnya
RRT, semakin besar Sektor-sektor industri
membentuk sentra-sentra
Lokasi di daerah-daerah
dalam dan luar negeri Pemahaman yang
pendukung seperti bahan baku
dimana konektivitas terhadap
semakin baik
minim terhadap
konsumen luar negeri Beberapa brand ataupun
banyak
pasar masih bermasalah
+ Daerah-daerah yang sudah
Komponen impor makin
Ancaman perusahaan
individu tertentu sudah
meningkat mengurangi
turisme,
merupakan
asing di pasar
dipercaya di pasar luar negeri
Technology
ICT
(information
and Riset bahan baku masih
communication
technology)
kurang, jumlah dan
semakin baik
kualitasnya Riset tidak applikatif, tidak
Pondasi/ Strength
Threats Pilar
Weakness
Opportunity
dapat diterapkan di industri kerajinan
Minimnya riset sosial, budaya dan seni bermuatan lokal
Resources
Jumlah ketersediaan bahan
Pengaturan atau regulasi
+ Penggunaan bahan baku
Riset-riset yang sudah
baku sangat besar
bahan baku kurang baik
tidak terlalu intensif dan
ada minim dan belum
Budidaya bahan baku kurang
umumnya terbaharukan
termanfaatkan
diperhatikan Penebangan liar dan penyelendupan mengurangi
jumlah ketersediaan bahan baku
Institution
Industri kerajinan ditopang
Apresiasi masyarakat
oleh tradisi masyarakat yang
kurang struggle
terhadap desain
masih rendah Potensi turisme baik, dan
kuat
Belum ada wadah design
centre
berkorelasi positif dengan
Regulasi, public service dan
industri kerajinan
cenderung merupakan barier daripada enabler
Konsep klaster belum berhasil meningkatkan efisiensi dan inovasi
Financial
Adanya keringanan pinjaman
Mekanisme pembiayaan yang
Semakin banyak pihak
Mental pengrajin
Intermediary
untuk UKM/IKM, khususnya
tepat belum ditemukan
yang bersedia mendanai
bermasalah
kerajinan
UKM