Catatan, Isu, dan Prospek Kelompok Penerbitan & Percetakan

11.3. Catatan, Isu, dan Prospek Kelompok Penerbitan & Percetakan

Kepala Pusat Grafika Indonesia (Kapusgrafin), Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), Pudjo Sumedi AS dalam menyatakan terdapat sebanyak 7.760 perusahaan yang bergerak di industri cetak di Indonesia, dimana sekitar 80 persen memakai peralatan yang sangat tua. Pertumbuhan industri percetakan dan penerbitan buku di Indonesia masih memprihatinkan, tertinggal jauh dibandingkan dengan negara‐negara lain. Ketertinggalan tidak hanya dari segi jumlah cetakan dan buku yang diterbitkan, tapi juga dari sisi peralatan pencetakan yang digunakan. Walaupun industri percetakan di Indonesia sudah menunjukkan kecenderungan meningkat setelah mengalami stagnasi pada 1998 akibat resesi di berbagai bidang, tapi masih tertinggal bila dari negara‐negara lain, khususnya jiak dibandingkan dengan China dan India, dua negara berpenduduk terbesar di dunia. Di China, sedikitnya terdapat 90.000 industri cetak, sementara India sebanyak 45.000 industri cetak.

Adapun dari sisi aspek sumber daya manusia (SDM) di bidang Grafika, saat ini jumlahnya mencapai 200.576 orang. Sementara kebutuhan SDM mencapai 1,5% atau 3.000 orang. Menurut Pudjo, pemenuhan SDM baru mencapai 1.739 orang, sehingga masih kekurangan 1.261 orang.

Lalu, bagaimana dengan pencetakan buku? Kondisinya setali tiga uang. China dengan penduduk 1,3 miliar jiwa mampu menerbitkan sekitar 140.000 judul buku baru setiap tahun. Vietnam dengan penduduk 80 juta jiwa menebitkan 15.000 buku baru setiap tahun. Malaysia yang berpenduduk 26 juta jiwa menerbitkan sekitar 10.000 judul buku baru setiap tahun. Dibandingkan dengan di negara‐negara tersebut, pencetakan buku baru Indonesia masih tidak menggembirakan. Indonesia dengan penduduk 220 juta jiwa, hanya mampu menerbitkan kurang lebih 10.000 judul buku baru setiap tahun.

Menurut Pudjo, dari sekitar 10.000 judul buku baru yang terbit di Indonesia setiap tahun, didominasi buku‐buku umum, yakni 3.200 judul atau 32 persen. Lainnya, buku pelajaran sebanyak 2.500 judul atau 25 persen, buku anak‐anak dan remaja sebanyak 1.900 judul (19 persen), buku agama 1.800 judul (16 persen), dan buku perguruan tinggi 800 judul (8 persen).

Jumlah buku‐buku yang diterbitkan memang satu soal, masalah harga pun menjadi perkara lain. Dibandingkan dengan di berbagai negara berkembang lainnya, harga buku di Indonesia masih tergolong tinggi. ʹʹDi India, buku sangat murah, ʹʹ tutur National Coordinator for Target MDGs (Millenium Development Goals)

UNDP, Nasir Tamara saat berbicara dalam World Book Day 2007 di Jakarta. Tidak hanya soal harga yang murah, jenis buku yang diterbitkan di negeri itu juga lebih meragam dan selalu up to date, mengikuti perkembangan perbukuan di dunia. ʹʹBuku asing tidak cukup setahun sudah diterbitkan dalam bahasa India. Harganya pun bisa ditekan karena tidak perlu dicetak dalam bentuk luks. Nasir mengakui, di Indonesia tidak banyak penerjemah yang bagus. Tapi itu bukan menjadi faktor penghambat. Dia menyatakan perlunya ada komite yang mengurusi masalah ini. ʹʹHarus ada komite untuk terjemahan,ʹʹ ucap mantan wartawan Harian Republika ini. Nasir juga mengusulkan agar bisa bernegosiasi membuat moratorium untuk hak cipta buku‐buku asing.

Bambang Wasito Adi, Kepala Pusat Informasi dan Humas, Depdiknas, mengakui, Indonesia memang belum bisa seperti di India. Negeri itu, kata Bambang, memiliki kertas yang murah, tinta juga murah karena diproduksi di dalam negeri. Tidak hanya itu. Mesin‐mesin cetak di India umumnya dibuat sendiri, sementara di Indonesia masih mesin cetak impor dari luar negeri. Depdiknas, kata Bambang, tidak bisa mengatur kertas, tinta, juga mesin cetak. ʹʹIni yang perlu diatasi.ʹʹ

Kalangan penerbit tidak menutup mata melihat kenyataan masih rendahnya perkembangan industri penerbitan buku di Indoneaia. Berbicara dalam seminar grafika, Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Pusat, Setia Dharma Madjid mengatakan, ketertinggalan itu tidak lepas dari industri grafika dan industri toko buku. Grafika, toko buku, dan penerbit merupakan tiga pilar yang disebutnya, mendukung perkembangan industri penerbitan buku. Setia juga menyadari, faktor yang mempengaruhi prospek industri penerbitan adalah budaya baca. Namun dia mengakui belum mengetahui seberapa tinggi atau rendahnya minat baca di Indonesia. Itu karena di negeri ini belum punya grand design untuk bisa mengukur berapa persen bangsa ini yang berbudaya baca.

Itulah yang mendasari keinginan untuk merancang grand design minat baca dan menuju budaya baca. Keinginan itu, kata Setia, dirancang oleh IKAPI bersama‐ sama dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), dan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI. Dari sini diharapkan ada tolok ukur prosentase minat baca dan budaya baca di Indonesia. Terkait minat baca, kata Setia, IKAPI berencana menggulirkan satu sistem yang dinamakan perpustakaan bergilir. ʺPerpustakaan bergilir adalah satu konsep bahwa judul buku di satu kelurahan itu berbeda untuk setiap RT (Rukun Tetangga). Jadi setiap dua bulan akan berputar ke RT lain dengan judul yang lain, ʺ ujarnya.

Minat baca memang satu soal. Tapi itu saja tidak cukup. Seperti dituturkan Bambang Wasito Adi, soal harga kertas, tinta, dan mesin cetak, pun tak kalah pentingnya. Di samping dalam penerbitan buku juga ada faktor dari pengarang dan editor. Andai semua ini bisa dibenahi secara besama‐sama, bukan tidak mungkin rendahnya pertumbuhan industri percetakan dan perbukuan di Indonesia, sebagaimana diungkapkan Pudjo Sumedi, bisa menjadi sebaliknya

Dokumen yang terkait

Studi Kualitas Air Sungai Konto Kabupaten Malang Berdasarkan Keanekaragaman Makroinvertebrata Sebagai Sumber Belajar Biologi

23 176 28

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24