Catatan, Isu, dan Prospek Kelompok Permainan Interaktif
8.3. Catatan, Isu, dan Prospek Kelompok Permainan Interaktif
Industri permainan interaktif (game) di Asia banyak dikembangkan dari Jepang. Namun, Jepang bukan satu‐satunya negara Asia yang jadi fokus utama industri permainan interaktif. Kini Hong Kong, Taiwan, Singapura, dan Korea Selatan patut diperhitungkan juga keberadaannya. Pengembang‐pengembang permainan interaktif mulai bermunculan sejak era 90‐an. Di antara keempat negara ini Korea Selatan adalah negara dengan yang kemajuan paling pesat.
Dari website maxonne.blogspot.com tercatat bahwa pada tanggal 22 april 2007, dari jam 9:00 sampai jam 15:00, telah terjadi suatu peristiwa langka, yaitu berkumpulnya game developer dan profesi terkait lainnya seputar games development . Peserta yang hadi sekitar 80‐90 orang dari total 130 pendaftar. Acara ini disponsori oleh Microsoft Indonesia dan AdIns (PT. Adicipta Inovasi Teknologi), Media Partner oleh Majalah Hotgame dan Mobile Media Magazines, serta didukung oleh Matahari Studios dan Menara Games. Selain itu disebutkan juga bahwa di Indonesia telah banyak para pengembang indie games, seperti: VRES games, inveria studios, Sangkuriang Studios, Sonia Studios, Bajing Loncat dan Heru. VRES dikenal dengan permainan interaktif MMORPG, yang menggunakan engine TrueVision. Inveria Studios memproduksi Physics Game Engine , sementara Sangkuriang memiliki games MMORPG Nusantara Online. Sonia Studios mampu membuat games platform Mobiles, sedangkan Bajing Loncat memiliki AdverGames yaitu permainan interaktif untuk keperluan advertising, dan Rama Aditya, song composer yang pernah menerima pekerjaan outsourcing membuat lagu untuk permainan interaktif Final Fantasy.
Guntur Gozali (Managing Director AdIns) sempat membicarakan situasi kondisi industri permainan interaktif di Indonesia dan kendalanya. Kendala dalam perkembangan industri permainan interaktif adalah antara lain: kurangnya inovasi/kreativitas yang dimiliki oleh para pelaku dalam pengembangan content dari permainan interaktif itu sendiri; lemahnya dukungan dana/modal; ketidakmampuan dalam melakukan proses komersialisasi, khususnya dalam hal pemasaran dan pengemasan agar produk mereka dapat diterima oleh pasar, serta yang utama belum adanya dukungan dari pemerintah.
Bagi penyedia online gaming, tantangannya juga tidaklah simpel. Menjalankan suatu jasa permainan online bukanlah hal yang mudah dan murah. Diperlukan suatu infrastruktur dan sistem pengamanan yang andal. Dan kebanyakan pembuat permainan interaktif (game publisher) yang mempunyai content memiliki pengetahuan yang terbatas di bidang ini. Akibatnya, muncul kompleksitas model bisnis baru yang harus dinamis dan didukung oleh pembuat konsol permainan interaktif, pemilik content, game developer, pemilik infrastruktur/jasa, dan pihak lainnya. Tidak seperti halnya pada era booming dotcom, semua pihak sudah lebih menyadari bahwa permulaan model bisnis haruslah bertujuan untuk mencapai keuntungan. Faktor lain yang sangat penting adalah kebutuhan untuk menciptakan kumpulan penggemar (fans base) karena belum banyak gamer yang sudah merasakan online gaming.
Produsen konsol permainan interaktif juga menghadapi dilema dalam merancang hardware. Membuat konsol video permainan interaktif siap pakai untuk online gaming bukanlah keputusan yang mudah. Apabila konsol dilengkapi dari awal, biaya produksi akan meningkat. Dan sudah terbukti, industri konsol permainan interaktif ini sangat sensitif terhadap harga. Sebaliknya, bila tidak disiapkan dari awal, konsumen harus membeli alat‐alat tambahan yang cukup mahal. Dan biasanya angka pembelian alat‐alat tambahan seperti ini cukup rendah, yang berakibat para pembuat permainan interaktif (game publisher) segan untuk melakukan investasi guna mendukung alat tersebut. Perlu juga dikaji, online sebenarnya adalah suatu fitur dari gaming. Memanfaatkan fitur online, tidak berati secara otomatis akan menyebabkan munculnya inovasi pada industri ini. Kunci dari keberhasilan terletak pada game content itu sendiri apabila sukses, dipastikan jasa online gaming juga akan menikmati keberhasilannya.
Sebenarnya Industri Permainan Interaktif ini memiliki prospek yang luar biasa. Sebagai contoh Menara Games yang hanya dijalankan oleh dua orang saja, dinyatakan bahwa setiap permainan interaktif ringan (casual games) milik mereka yang diunduh (download) di internet dihargai sekitar USD 20. Padahal setiap harinya ada sekitar 100 orang pengunduh. Jika dikalkulasi maka pendapatan mereka dapat mencapai sekitar 18 juta rupiah per hari (dengan asumsi kurs USD
1 adalah Rp 9000,‐). Dan itu baru dari satu permainan interaktif saja. Apalagi jika kita melihat pasar dunia. Potensi permainan interaktif dunia sangat besar; dimana pada tahun 2004 saja sudah membukukan US$ 20 miliar atau sekitar Rp 186 triliun. Di AS, industri permainan interaktif telah eksis selama 20 tahun dan memberikan kontribusi sekitar US$ 30 miliar dari total industri disana. Korea juga mulai mengikutinya dan mampu memberikan kontribusi US$ 2 milliar dari total pendapatan negara.
Sayangnya, pemerintah belum menanggapi industri ini secara serius. Tak ada dukungan, baik dana maupun infrastruktur, yang kiranya dapat disediakan sehingga dapat mendorong game developer di negara ini untuk semakin go internationa l. Pemerintah belum dapat melihat peluang besar dari industi ini khususnya produk permainan interaktif.
Langkah selanjutnya dari para pelaku games developer adalah mereka bertekad untuk sama‐sama berjuang membangun industri ini. Rencananya, mereka akan membuat komunitas game developer baik secara offline maupun online. Secara offline , akan diselenggarakan pertemuan rutin di antara mereka membahas berbagai isu dan permasalahan yang dihadapi. Dalam waktu dekat meraka akan mendirikan IGDA (International Games Developer Association) untuk perwakilan di Indonesia. Sedangkan dalam hal online, mereka akan membuat blog aggregratos dalam Bahasa Inggris. Blog ini akan memudahkan mereka untuk mendapatkan proyek outsourcing dari luar negeri yang jumlahnya diperkirakan tidak kecil. Blog tersebut akan menjadi milik komunitas dan Microsoft telah bersedia
menyediakan server tersendiri. Microsoft Indonesia tampaknya sangat serius membantu anak‐anak muda berbakat ini. Pertanyaannya adalah bagaimana dengan para pelaku industri menyediakan server tersendiri. Microsoft Indonesia tampaknya sangat serius membantu anak‐anak muda berbakat ini. Pertanyaannya adalah bagaimana dengan para pelaku industri
Bagi para pelaku game developer itu sendiri, mereka juga harus dapat lebih kreatif dan berusaha lebih keras lagi agar mampu berbicara dalam persaingan industri permainan interaktif. Tema produk dari permainan interaktif serta content yang dimili harus memiliki cita rasa lokal yang cukup tinggi jika memang ingin dikembangkan dalam pasar domestik (misal dengan menggunakan Bahasa Indonesia, karakter permainan interaktif memakai pakaian adat, dan lain sebagainya). Mereka harus belajar membangun jejaring dalam membangun usahanya disertai dengan berbagai kegiatan pemasaran yang kreatif yang didukung dengan kemasan yang baik pula. Jika itu semua telah dimiliki, maka dana tidak akan menjadi masalah lagi dalam mengembangkan aktivitas mereka, sehingga akhirnya dapat berbicara lebih banyak lagi di tataran yang lebih luas.