Catatan, Isu, dan Prospek Kelompok Periklanan
1.3. Catatan, Isu, dan Prospek Kelompok Periklanan
Catatan, isu dan prospek periklanan diuraikan sesuai dengan periode analisis pada studi ini, yaitu pada dimulai tahun 2002, akan tetapi isu yang menarik pada dunia periklanan dimulai sejak tahun 2001, yaitu tiga tahun sejak terjadinya puncak krisis ekonomi. Data Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) bahkan menyebutkan angka belanja iklan selama tahun 2001 lalu untuk media radio masih paling kecil, apabila dibandingkan dengan media surat kabar, majalah, televisi, dan media luar ruang, meskipun masih di atas tabloid. Tercatat belanja iklan radio di tahun 2001 sekitar Rp 215 milyar, surat kabar Rp 1,8 trilyun, majalah Rp 266 milyar, dan tabloid Rp 133 milyar. Media radio swasta pasca kejatuhan rezim Soeharto mengalami banyak perubahan, termasuk perubahan dalam format berita, yang sekarang menjadi news and talk seperti yang ada di Amerika Serikat. Radio swasta yang berskala kecil di daerah tertentu memuat iklan penjualan mobil dan motor. Padahal sebelumnya, jarang sekali radio dengan segmen bawah memuat iklan yang biasanya ada di radio‐radio skala menengah atas. Tahun 2001 merupakan tahun yang penuh dengan berbagai tantangan dan sekaligus juga peluang. Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1998 mulai membaik pada tahun 2001. Ketidakpastian kondisi sosial dan politik nasional ikut mempengaruhi dinamika perekonomian Nasional. Di tengah ketidakpastian tersebut industri pertelevisian tidak banyak berpengaruh, bahkan mengalami peningkatan permintaan penayangan iklan dari tahun ke tahun sejak 1998. Terlebih lagi, jkia dibandingkan dengan media lain, media televisi tercatat paling banyak menerima proporsi kenaikan atas belanja iklan. (Iklan Radio TV Iklan Radio Diprediksi Naik 7% Dirgantara Online, Vol 12 No 3‐
4 Mei‐Agustus 2002) Industri iklan dengan demikian tetap memiliki prospek yang baik di masa‐masa
mendatang seiring dengan perkembangan media elektronik dan media cetak serta beraneka ragamnya acara‐acara televisi dan radio, seperti yang bersifat penyampaian informasi, pendidikan, musik, budaya dan berbagai aneka hiburan lainnya, yang dikemas untuk memberikan sajian yang menarik bagi seluruh elemen masyarakat. Keluasan dari kegiatan usaha penyiaran tersebut sangat terkait dengan kemampuan pemasang iklan mengalokasikan belanja iklan untuk produk atau jasanya di media televisi.
Faktor utama yang mendorong peningkatan belanja iklan adalah perbaikan ekonomi yang ditandai dengan terjadinya peningkatan pendapatan dan pertumbuhan konsumsi. Dampak positif dari pertumbuhan konsumsi ini berkolerasi dengan peluang media, khususnya media televisi untuk
meningkatkan pendapatan yang berasal dari iklan akan semakin besar pula. 4
4 Eko Santoso Soepardjo Komisaris Utama PT. Indosiar Visual mandiri, www.indosiar.com, 2002
Menurut Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) RTS Masli, jumlah belanja iklan di Indonesia tahun 2005 diperkirakan sekitar Rp 25 triliun. Jumlah ini meningkat kira‐kira 20 persen atau Rp 4 triliun dibandingkan dengan belanja iklan tahun 2004 yang berjumlah Rp 21 triliun. Jumlah belanja iklan tersebut berasal dari televisi sebesar lebih kurang 62 persen atau Rp 15,5 triliun dan media cetak sebesar 27 persen atau Rp 6,75 triliun. Di luar jumlah itu, media lain seperti radio dan iklan luar ruang memberikan kontribusi sebesar 11 persen atau Rp 2,75 triliun. Tingginya jumlah belanja iklan televisi disebabkan budaya membaca masyarakat Indonesia yang masih rendah. Rendahnya minat membaca tersebut dapat dikatakan menjadi penyebab tingginya nilai belanja iklan yang diperoleh dari masyarakat kelas menengah ke bawah. Jumlah belanja iklan meningkat karena kondisi
perekonomian yang membaik sehingga daya beli masyarakat ikut meningkat. 5 Ditunjang dengan perkembangan teknologi multimedia perkembangan iklan
akan semakin meningkat. Dilihat dari komponen biaya produksi suatu perusahaan manufaktur dan jasa secara rata‐rata biaya promosi biasanya menggunakan sekitar minimal 50‐60% dari biaya produksi, biaya promosi tersebut digunakan untuk belanja iklan di berbagai media, sehingga wajar jika jasa periklanan tidak akan pernah mati dan akan selalu berkembang.
5 Jumlah Belanja Iklan Sekitar Rp 25 Triliun” Kompas Senin, 17 Januari 2005