Gambar 12. Alur Penelitian
2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di 7 Tujuh Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara yakni Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten
Toba, Kabupaten Samosir, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Karo dan Kabupaten Dairi. Kabupaten yang mengelilingi langsung kawasan Danau Toba
AHP
REKOMENDASI MODEL
KONSERVASI SUMBER DAYA AIR
SISTEM DINAMIS KAJIAN
NERACA AIR
F.J.MOCK KAJIAN
PERSEPSI PAKAR
KAJIAN EKOLOGIS
disajikan dalam Gambar Lampir 1. Penelitian dilakukan selama 10 Sepuluh bulan.
3. Bahan dan Alat
Bahan yang akan digunakan meliputi peta peta topografi, data pengelolaan lahan, peta kawasan hutan, peta kemiringan lahan, peta bentuk lahan, peta
geologi, pata tanah, peta rencana tata ruang wilayah, data distribusi hujan, Citra Satelit, perangkat GISSIG dan kuesioner untuk wawancara dengan para pakar.
4. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.Data primer dikumpulkan dengan metode wawancara dengan para
pakarobservasi lapangan, diskusi, sumbang saran, kuesioner. Data sekunder dikumpulkan dari studi perpustakaan, penelitian yang ada kaitannya sebelumnya
dan dari instansi yang terkait. Data yang diperlukan adalah data untuk menganalisis kondisi ekologis, kependudukan, data untuk menganalisis kondisi
neraca air dan persepsi pakar seperti disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Sumber dan Cara Pengambilan Data
No. Data dan Informasi Sumber Data
Jenis Data I.
Kajian Kondisi Ekologis
1 Peta Rupa Bumi RBI digital 1: 50.000
Bakosurtanal Sekunder
2 Peta Admisitrasi, digital 1:50.000
Bakosurtanal Sekunder
3 Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi
WRTRWP Bappeda Sumut
Sekunder 4
Peta Tutupan Lahan, digital 1:50.000 BPEKDT
Sekunder 5
Peta Geologi, digital 1:50.000 BPEKDT
Sekunder 6
Citra Landsat, 2001 2007 BiotropLapan
Sekunder 7
Peta Topografi, digital 1:50.000 Hasil Analisis
Sekunder 8
Peta Tanah, digital 1:50.000 Puslittanak Bogor
Sekunder
II. Kajian Neraca Air
1 Data Curah Hujan
BMG Sumut Sekunder
2 Data Iklim
BMG Sumut Sekunder
3 Kependudukan
BPS Sumut Sekunder
4 Debit ke Sungai Asahan
Otorita Asahan Sekunder
5 Tinggi Permukaan Air Danau Toba
Otorita Asahan Sekunder
5 Debit air dari luar DTA
Balai DAS Sekunder
III. Kajian Neraca Air
1 Persepsi Pakar
Wawancara Primer
BPEKDT = Badan Pengelola Ekosistem Kawasan Danau Toba; BMG=Badan Meteorologi dan Geofisika; DAS = Daerah Aliran Sungai; DTA= Daerah Tangkapan Air
5. Metode Analisis
1. Kajian kondisi ekologis perairan Danau Toba dan
sekitarnya 1.
Letak dan luas
Letak dan luas daerah tangkapan air dianalisa dengan dengan menggunakan peta digital topografi Danau Toba dengan skala 1: 50.000. Untuk
menentukan luas dan batasan daerah tangkapan air ini dipergunakan perangkat lunak Arc GIS.
2. Analisis Sumberdaya Fisik DTA
Setiap daerah tangkapan air danau memiliki karakter biofisik yang berbeda yang mencerminkan tingkat kepekaan dan potensi suatu daerah tangkapan air.
Pengumpulan data fisik dengan mencatat beberapa faktor yang dominan pada suatu wilayah akan mencerminkan karakteristik suatu DTA. Faktor-faktor
pengontrol karakteristik DTA antara lain adalah faktor iklim, kondisi tanah,
geologi dan faktor hidrologi. Untuk menggambarkan kondisi sumberdaya fisik
DTA Danau Toba maka digunakan data iklim, data tanah, data geologi dan data topografi. DTA Danau Toba memiliki karakteristik fisik yang khas yang sangat
rentan terhadap berbagai perubahan penutupan dan penggunaan lahan maupun terhadap kegiatan manusia di dalam DTA. Karakteristik fisik yang khas ini
mencakup 1 iklim, 2 kondisi jenis tanah, 3 kondisi formasi batuan dan 4 kondisi topografi, seperti diuraikan di bawah ini.
1. Faktor Iklim
Kondisi iklim DTA Danau Toba digambarkan oleh tipe iklim, data suhu udara, kelembapan udara, penyinaran matahari dan
kecepatan angin yang diambil dari data stasiun klimatologi yang ada di sekitar Danau Toba mulai tahun 1997 sampai dengan
tahun 2007.
2. Faktor Tanah. Pada dasarnya data-data tanah diperoleh dari data
sekunder yaitu data hasil pemetaan paling kini yang ada di Pusat Penelitian Tanah dan AgroklimatPuslittanak.
3. Faktor Geologi.
Untuk mendapatkan peta kondisi geologimaka dilakukan dengan menumpang tindihkan peta digital geologi skala 1:50.000 dengan
peta digital RBI skala1:50.000 sehingga dapat dilihat stabilitas geofisik daerah penelitian.
4. Faktor Topografi
Faktor topografi dinalisis dengan menggunakan peta Rupa Bumi Indonesia dengan batasan daerah tangkapan air. Hasil
analisis menghasilkan peta ketinggian dan peta kemiringan daerah tangkapan air.
1. Analisis Penggunaan Lahan
Untuk menganalisa kondisi perubahan penggunaan lahan dipergunakan aplikasi GIS.Informasi penggunaan lahan diperoleh melalui interpretasi Citra
Landsat tahun perekaman 2001 dan 2005 menggunakan ERDAS Imagine.
Perubahan penggunaan lahan diketahui dengan menumpangtindihkan overlay peta penggunaan lahan tahun 2001 dan 2005 dengan Citra Landsat tahun
perekaman 2001 dan 2005 dan didapatkan peta perubahan penggunaan lahan dengan perangkat lunak Arc Gis9.
2. Analisis Kemampuan Lahan
Metode yang dilakukan untuk menganalisa kemampuan lahan adalah dengan mengkonfirmasikan lokasi dan luas penggunaan lahan dengan peta satuan
lahan daerah tangkapan air. Metode dilakukan dengan menumpang tindihkan peta penggunaan lahan dengan peta kemampuan lahan sehingga didapat perbedaan
antara penggunaan lahan dengan peta kemampuan lahan.
3. Analisis Tataruang
Analisis tata ruang ini dilakukan dengan mengkonfrontasikan Peta Rencana Tata
Ruang Wilayah Propinsi RTRWP dengan Peta Kemampuan Lahan serta Peta
Penggunaan Lahan hasil analisis terdahulu dengan cara overlay. Melalui analisis ini, akan
diketahui apakah penggunaan lahan telah sesuai
dengan alokasi rencana dalam
RTRWP
2. Kajian Neraca Air Danau
1. Analisa Curah Hujan Rata-Rata
Untuk menentukan besarnya hujan rata-rata pada daerah aliran digunakan data
curah hujan maximum setiap hujan dari stasuin hujan dengan metoda Poligon Theissen, dengan rumus 2.1
R rata-rata = Curah hujan rata-rata mm
R1,R2,….Rn = Curah hujan disetiap titik pengamatan mm n
= Jumlah pengamatan A1,A2,….An = Luas daerah pengaruh stasiun hujan km
2
2. Analisa Evapotranspirasi
Evapotranspirasi Potensial ETp=e
Perhitungan nilai ETp menggunakan metode Dr. Thornthwaite yang
memanfaatkan suhu udara sebagai indeks ketersediaan energi panas untuk
berlangsungnya proses Evapotranspirasi dengan asumsi suhu udara tersebut
berkorelasi dengan radiasi matahari dan unsur lain yang mengendalikan proses
Sosrodarsono, 1976.
ETp = e = 1,6 10tI
a
………………2.4 a
= 0,000000675.I³ – 0,0000771.I² + 0.017921.I + 0.49239
a
; e
= Evapotranspirasi potensial bulanan cmbulan dan t = suhu rata‐rata bulanan
ºC
Evapotranspirasi Terbatas ET
Perbedaan evapotranspirasi potensial dengan evapotranspirasi terbatas dibanding dengan evapotranspirasi potensial dihitung menurut
metode F.J.Mock Sri Harto Br. 1993dengan rumus :
ETp – ETETp = m2018-n............................................3.5
ETp – ET = ETp m2018-n
ET = ETp – [ETpm2018-n]…………….. 3.6
dimana m = singkapan lahan Exposed surface dan n = jumlah hari
hujan dalam sebulan.
Infiltrasi dan Run Off
Surplus Curah Hujan Water Balance adalah curah hujan yang
jatuh ke permukaan daratan setelah mengalami evapotranspirasi yang dirumuskan dengan :
WS =
CH- ET
……………………………….…..3.7
I =
WS x i …………………………………….3.8
DRO =
WS – I …………………………………….3.9
Vn =
[0.5 x 1+k x I ] + k x Vn‐1
Bf =
I x Vn – Vn‐1 …………..…………..….3.10
CH = Curah hujan; ET = Evapotranspirasi, I = infiltrasi, WS= surplus air, i = koefisien infiltrasi, DRO = direct run off, V
n
= simpanan air tanah bulan ini; V
n-1
= simpanan air tanah bulan lalu; Bf= aliran dasar. Limpasan merupakan gabungan atau penjumlahan dari limpasan
permukaan dengan aliran dasar yang masuk ke sungai atau ke danau merupakan komponen hidrograf Sosrodarsono, 1976
RO =
Bf + DRO……………………………3.11
RO = Run Off atau limpasan.
3. Analisa Ketersediaan Air Danau dengan Metode
FJ. Mock
Debit inflow adalah debit air yang masuk ke danau yang berasal dari curah hujan yang di pengaruhi oleh factor klimatologi dan kondisi
daerah tangkapan. Untuk perhitungan debit inflow ini, digunakan dengan
Metode FJ. Mock Sriharto Br., 1988
Hujan netto : P
net
= P – ET Evapotranspirasi aktual
: ET = ETp – [ETpm2018-n] Kelebihan air
: WS = P
net
– SS Perubahan kandungan air tanah
: dV
t
= V
t
– V
t-1
Kandungan Air tanah : V
t
= ½ 1+k.I + k. V
t-1
Laju Infiltrasi : I = C
i
. WS Aliran Air tanah
: BF = I – dVt Aliran langsung
: DRO = WS – I Aliran permukaan:
: RO = BF + DRO Dalam satuan debit
: Q = 0,0116 . RO . AH
P
net
= hujan netto, dalam mm; P = hujan, dalam mm; Eto = evapotranspirasi potensial, dalam mm; Eta = evapotranspirasi aktual, dalam mm;
WS = kelebihan air, dalam mm; SS = daya serap tanah atas air, dalam mm; SM = kelembaban tanah, dalam mm; dV =perubahan kandungan air tanah, dalam mm;
Vt = kandungan air tanah, dalam mm; I = laju infiltrasi, dalam mm; Ci = koefisien infiltrasi 1; k = koefisien resesi aliran air tanah 1; DRO = aliran
langsung, dalam mm; BF = aliran air tanah, dalam mm; RO = aliran permukaan, dalam mm; H = jumah hari kalender dalam sebulan, hari; m = bobot lahan tak
tertutup vegetasi 0 m 40; A = luas DAS, dalam km2; Q = debit aliran permukaan, m
3
det
4. Analisa Neraca Air
Konsep neraca air pada dasarnya menunjukkan keseimbangan antara jumlah air
yang masuk ke, yang tersedia di, dan yang keluar dari sistem sub sistem tertentu
seperti yang disajikan pada Gambar 13.
Gambar 13 Neraca Air Danau
Secara umum persamaan neraca air danau dirumuskan sebagai berikut : I
= O ± ∆S atau
I - O = ± ∆S
Masukan Air Inflow Wateradalah : I
=I1 + I2 + I3+I4 I1
= P x Aw;I2 = Hujan netto x Ad = P- ET x Ad= Qro + Qbf x Ad; I3 = Qs ; I4= Ql
Dimana : I = Jumlah air yang masuk ke danau inflow; O= Jumlah air yang keluar dari danau outflow;
∆S=Perubahan jumlah air di danau ; I1 = jumlah hujan yang langsung masuk ke danau; I2=jumlah hujan yang jatuh ke
daratan; I3=debit sungai dari luar dta; P=Curah Hujan Rata-rata;Ev= Evaporasi Danau; Aw= Luas Danau; Qro= Debit Run Off ; Qbf= Debit Base Flow; Ad=
Luas Daratan; , Qs =Debit Sungai dari luar ; ET =Evapotranspirasi;Ql = debit yang lainnya
ET P
P Qs
Ev
Danau P
t1 t2
Qro
Qbf Ev
O3 O1
∆S
Keluaran Air Outflow Water adalah : O = O1+O2 + Ev + O3
O1= Debit Air Sungai yang keluar di Siruar, O2= Kebutuhan Air minum, Ev = Evaporasi danau,
∆S=Perubahan Tinggi Permukaan Danau=t1–t2xAw, t1=Elevasi awal permukaan danau, t1=Elevasi akhir permukaan danau, Aw=Luas
Danau; O3 = debit yang lainnya yang ke luar danau.
3. Kajian Persepsi Pakar
1. Metode Analisis Kebijakan
Perumusan arahan kebijakan pengendalian ruang kawasan Danau Toba digunakan metode analytical hierarchy process AHP. Penggunaan AHP
dimaksudkan untuk membantu pengambilan keputusan memilih strategi terbaik dengan cara: 1 memilih faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan konservasi
sumberdaya air Danau Toba yan berkelanjutan; 2 memilih aktor yang paling berpengaruh dalam penentuan kebijakan konservasi sumberdaya air Danau Toba;
3 mengamati dan meneliti ulang tujuan yang tepat dalam konservasi sumberdaya air Danau Toba; 4 memilih alternatif terbaik untuk diimplementasikan dan
membuat strategi secara optimal, dengan menentukan prioritas kegiatan. Tahapan AHP dimulai dengan yang bersifat umum, yaitu menjabarkan
kedalam sub tujuan yang lebih rinci yang dapat menjelaskan apa yang dimaksud dalam tujuan umum, Penjabaran terus dilakukan hingga diperoleh tujuan yang
bersifat operasional. Pada setiap hierarki dilakukan proses evaluasi atas alternatif alternatif. Tahap terpenting dari AHP adalah melakukan penilaian perbandingan
berpasangan pairwise comparisons guna mengetahui tingkat kepentinagn suatu kriteria terhadap kriteria lain. Penilaian dilakukan dengan membandingkan
sejumlah kombinasi elemen yang ada pada setiap hierarki sehingga dapat dilakukan penilaian kuantitatif untuk mengetahui besarnya nilai setiap elemen.
Penilaian perbandingan berpasangan dilakukan melalui pendapat pakar. Menurut Saaty, ada tiga prinsip dalam memecahkan persoalan dengan
AHP, yaitu prinsip menyusun hirarki Decomposition, prinsip menentukan prioritas Comparative Judgement, dan prinsip konsistensi logis Logical
Consistency. Hirarki yang dimaksud adalah hirarki dari permasalahan yang akan dipecahkan untuk mempertimbangkan kriteria-kriteria atau komponenkomponen
yang mendukung pencapaian tujuan. Dalam proses menentukan tujuan dan hirarki tujuan, perlu diperhatikan apakah kumpulan tujuan beserta kriteria-kriteria yang
bersangkutan tepat untuk persoalan yang dihadapi. Dalam memilih kriteria- kriteria pada setiap masalah pengambilan keputusan perlu memperhatikan
kriteria-kriteria sebagai berikut: 1.
Lengkap, kriteria harus lengkap sehingga mencakup semua aspek yang penting, yang digunakan dalam mengambil keputusan untuk
pencapaian tujuan. 2.
Operasional, dalam artian bahwa setiap kriteria ini harus mempunyai arti bagi pengambil keputusan, sehingga benar-benar dapat menghayati
terhadap alternatif yang ada, disamping terhadap sarana untuk membantu penjelasan alat untuk berkomunikasi.
3. Tidak berlebihan, menghindari adanya kriteria yang pada dasarnya
mengandung pengertian yang sama. 4.
Minimum, diusahakan agar jumlah kriteria seminimal mungkin untuk mempermudah pemahaman terhadap persoalan, serta
menyederhanakan persoalan dalam analisis. Untuk menyelesaikan persoalan dengan AHP menggunakan prinsip
sebagai berikut :
1. Menyusun HirarkiDecomposition
Setelah persoalan didefinisikan maka perlu dilakukan decomposition, yaitu memecahpersoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya.Jika ingin mendapatkan
hasil yang akurat, pemecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsurnya sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tadi.Karena alasan ini maka proses
analisis ini dinamai hirarki Hierarchy. Pembuatan hirarki tersebut tidak memerlukan pedoman yang pasti berapa banyak hirarki tersebut dibuat,
tergantung dari pengambil keputusan-lah yang menentukan dengan memperhatikan keuntungan dan kerugian yang diperoleh jika keadaan tersebut
diperinci lebih lanjut. Ada dua jenis hirarki, yaitu hirarki lengkap dan hirarki tidak lengkap. Dalam hirarki lengkap, semua elemen pada semua tingkat memiliki
semua elemen yang ada pada tingkat berikutnya. Jika tidak demikian maka dinamakan hirarki tidak lengkap.
2. Menentukan Prioritas ComparativeJudgement
Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat yang
diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen. Hasil dari penilaian ini akanditempatkan dalam bentuk
matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison. Dalam melakukan penilaian terhadap elemen yang diperbandingkan terdapat tahapan yakni:a.
Elemen mana yang lebih pentingdisukaiberpengaruhlainnya dan b. Berapa kali sering pentingdisukaiberpengaruhlainnya. Agar diperoleh skala yang
bermanfaat ketika membandingkan dua elemen, perlu memahami tujuan. Dalam penyusunan skala kepentingan, Saaty menggunakan patokan pada Tabel 4.
Tabel 4 Skala Kepentingan
Tingkat Kepentingan
Definisi Penjelasan 1
Kedua elemen sama penting Dua elemen mempunyai pengaruh
yang sama besar terhadap tujuan 3
Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lain
Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen disbanding
elemen yang lainnya 5
Elemen yang satu lebih penting daripada elemen yang lain
Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen
disbanding elemen yang lainnya 7
Satu elemen jelas lebih penting dari elemen lainnya
Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek
9 Satu elemen mutlak lebih
penting dari elemen lainnya Bukti yang mendukung elemen yang
satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang
mungkin menguatkan
2,4,6,8 Nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan
Kebalikan Jika untuk aktifitas I mendapat satu angka bila dibandingkan
dengan aktifitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya
bila dibandingkan dengan i
Dalam penilaian kepentingan relative dua elemen berlaku aksioma reciprocal
, artinya jika elemen i dinilai 3 kali lebih penting dibanding j, maka elemen j harus sama dengan 13 kali pentingnya dibanding elemen i. Disamping
itu, perbandingan dua elemen yang sama akan menghasilkan angka 1, artinya sama penting. Dua elemen yang berlainan dapat saja dinilai sama penting. Jika
terdapat m elemen, maka akan diperoleh matriks pairwise comparison berukuran m x n. Banyaknya penilaian yang diperlukan dalam menyusun matriks ini adalah
nn-12 karena matriks reciprocal dan elemen-elemen diagonalnya sama dengan satu.
Synthesis of Priority
Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari nilai eigen vectornya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks-matriks pairwise
comparison terdapat pada setiaptingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis antara local priority.Pengurutan elemen-elemen menurut
kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting.
3. Konsistensi Logis Logical Consistency
Konsistensi memiliki dua makna, pertama adalah objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi.Arti kedua adalah
menyangkut tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan pada kriteria tertentu.
1. Penggunaan AHP
AHP dapat digunakan dalam memecahkan berbagai masalah diantaranya untuk mengalokasikan sumber daya, analisis keputusan manfaat atau biaya,
menentukan peringkat beberapa alternatif, melaksanakan perencanaan ke masa depan yang diproyeksikan dan menetapkan prioritas pengembangan suatu unit
usaha dan permasalahan kompleks lainnya. Secara umum, langkah-langkah dasar dari AHP dapat diringkas dalam penjelasan berikut ini:
1. Mendefinisikan masalah dan menetapkan tujuan. Bila AHP digunakan untuk memilih alternatif atau penyusunan prioritas alternatif, maka pada tahap ini
dilakukan pengembangan alternatif. 2. Menyusun masalah dalam struktur hirarki. Setiap permasalahan yang kompleks
dapat ditinjau dari sisi yang detail dan terstruktur. 3. Menyusun prioritas untuk tiap elemen masalah pada tingkat hirarki. Proses ini
menghasilkan bobot elemen terhadap pencapaian tujuan, sehingga elemen dengan bobot tertinggi memiliki prioritas penanganan. Langkah pertama pada
tahap ini adalah menyusun perbandingan berpasangan yang ditransformasikan dalam bentuk matriks, sehingga matriks ini disebut matriks perbandingan
berpasangan. C merupakan kriteria dan memiliki n dibawahnya, yaitu A1 sampai dengan An.
Nilai perbandingan elemen Ai terhadap elemen Aj dinyatakan dalam aij yang menyatakan hubungan seberapa jauh tingkat kepentingan Ai bila dibandingkan
dengan Aj. Bila nilai aij diketahui, maka secara teoritis nilai aji adalah 1aij, sedangkan dalam situasi i=j adalah mutlak 1. Nilai numerik yang dikenakan
untuk perbandingan diatas diperoleh dari skala perbandingan yang dibuat oleh Saaty pada tabel diatas. Untuk menyusun suatu matriks yang akan diolah
datanya, langkah pertama yang dilakukan adalah menyatukan pendapat para responden melalui rata-rata geometrik yang secara sistematis ditulis sebagai
berikut:Aij = Z1,Z2,Z3,…,Zn1n ; Dimana aij menyatakan nilai rata-rata geometrik, Z1 menyatakan nilai perbandingan antar kriteria untuk responden ke
1, dan n menyatakan jumlah partisipan. Pendekatan yang dilakukan untuk memperoleh nilai bobot kriteria adalah dengan langkah-langkah berikut:
a. Menyusun matriks perbandingan
b. Matriks perbandingan hasil normalisasi
4.Melakukan pengujian konsistensi terhadap perbandingan antar elemen yang didapatkan pada tiap tingkat hirarki. Konsistensi perbandingan ditinjau dari per
matriks perbandingan dan keseluruhan hirarki untuk memastikan bahwa urutan prioritas yang dihasilkan didapatkan dari suatu rangkaian perbandingan yang
masih berada dalam batas-batas preferensi yang logis. Setelah melakukan perhitungan bobot elemen, langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian
konsistensi matriks. Untuk melakukan perhitungan ini diperlukan bantuan table Random Index RI yang nilainya untuk setiap ordo matriks dapat dilihat pada
Tabel5 berikut ini: Tabel 5 Random Index
Urutan Matriks
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 RI
0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49
Dengan tetap menggunakan matriks diatas, pendekatan yang digunakan dalam pengujian konsistensi matriks perbandingan adalah:
1. Melakukan perkalian antara bobot elemen dengan
nilai awal matriks membagi jumlah perkalian bobot elemen dan nilai awal matriks dengan bobot
untuk mendapatkan nilai eigen yang nilainya disampaikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Nilai Eigen Tujuan Sub-1
1 Sub-2
2 Sub-3
3 Jumlah
4=1+2+3 Bobotw
5=43 Nilai Eigen
6=54 Sub-1 0,13 0,11 0,17 0,41
0,13 3,15
Sub-2 0,26 0,21 0,17 0,63 0,21
3,05 Sub-3 0,52 0,84 0,66 1,97
0,66 3,06
2. Mencari nilai Consistency Index CI
Mencari nilai matriks Nilai matriks merupakan nilai rata-rata dari nilai eigen yang didapatkan
dari perhitungan sebelumnya.
3. Mencari nilai Consistency Index CI
d. Mencari nilai Consistency Ratio CR
Suatu matriks perbandingan disebut konsisten jika nilai CR 0,10.
5. Melakukan pengujian konsistensi hirarki. Pengujian ini bertujuan untuk menguji kekonsistensian perbandingan antara kriteria yang dilakukan untuk
seluruh hirarki.Total CI dari suatu hirarki diperoleh dengan jalan melakukan pembobotan tiap CI dengan prioritas elemen yang berkaitan dengan faktorfaktor
yang diperbandingkan, dan kemudian menjumlahkan seluruh hasilnya. Dasar dalam membagi konsistensi dari suatu level matriks hirarki adalah mengetahui
konsistensi indeks CI dan vektor eigen dari suatu matriks perbandingan berpasangan pada tingkat hirarki tertentu.
CR Hij = Rasio konsistensi hirarki dari matriks perbandingan berpasangan matriks i hirarki pada tingkat j yang dikatakan konsistensi jika nilainya 10.
CI Hij = Indeks konsistensi hirarki dari matriks perbandingan i pada tingkat j. RI Hij = Indeks random hirarki dari matriks perbandingan berpasangan i pada
hirarki tingkat j. CIi,j = Indeks konsistensi dari matriks perbandingan berpasangan i pada hirarki
tingkat j. EVi,j = Vektor eigen dari matriks perbandingan berpasangan i pada hirarki
tingkat j yang berupa vektor garis. CIi,j + 1 = Indeks konsistensi dari matriks perbandingan berpasangan yang
dibawahi matriks i pada hirarki tingkat j+1 berupa vektor kolom. RIi,j = Indeks random matriks perbandingan berpasangan i hirarki pada tingkat
j. RIi,j + 1 = Indeks rasio dari orde matriks perbandingan berpasangan yang
dibawahi matriks i pada hirarki tingkat j+1 berupa vektor kolom.
Menurut Saaty 1994 tahapan analisa data dengan AHP adalah: 1 Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi masalah; 2 Membuat struktur
hierarki yang dimulai dengan penentuan tujuan umum, sub-sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif pada tingkat kriteria yang paling bawah. Penyusunan
hierarki dilakukan melalui diskusi mendalam dengan pakar yang mengetahui persoalan yang sedang dikaji.
4. Struktur Hirarki
Untuk menganalisis kebijakan secara rasional dengan memilih alternatif yang paling disukai oleh para pakar, maka dipakai metode Analytical Hierarchy
Process AHP. Bagan alir dtruktur hirarkinya disajikan pada Gambar 14.
ALTERNATIP TUJUAN.
FAKTOR KEBIJAKAN KONSERVASI
SUMBER DAYA AIR DANAU TOBA
SUMBER DAYA ALAM
TEKNOLOGI KEBIJAKAN
PEMERINTAH SUMBER DAYA
MANUSIA
PEMERINTAH LSM
AKADEMISI PENGUSAHA
MASYARAKAT
EKOLOGI EKONOMI
KELEMBAGAAN SOSIAL
NERACA AIR
KONSERVASI HUTAN PADA
KAWASAN HUTAN KONSERVASI
KAWASAN INDUSTRI
KONSERVASI KAWASAN
PARAWISATA KONSERVASI
KAWASAN PEMUKIMAN
KONSERVASI KAWASAN
PERTANIAN
AKTOR
Gambar 14: Struktur Hirarki Penetapan Prioritas 1.
Fokus adalah Kebijakan Konservasi Sumber Daya Air
Danau Toba yang berkelanjutan 2.
Faktor terdiri dari Sumber Daya Alam, Sumber Daya
Manusia, Kebijakan Pemerintah dan Teknologi 3.
Aktor yang terlibat adalah Pemerintah, Masyarakat, Pengusaha,
Akademisi dan Lembaga Swadaya Masyarakat 4.
Tujuanadalah Kondisi Ekologis yang baik, Tinggi muka air stabil,
Pelestarian Kawasan Danau, Konservasi Danau dan Pemanfaatan Air secara ekonomi
5. Alternatif kebijakannya meliputi konservasi kawasan hutan, lahan,
pertanian, pemukiman, kawasanparawisata dan kawasan industry.
6. Pemodelan Sistem
Untuk membuat pemodelan maka dipakai Pendekatan Sistem yang merupakan metodologi pemecahan masalah yang dimulai dengan
mengidentifikasi serangkaian kebutuhan sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif.Pendekatan sistem ini dilakukan untuk
menunjukkan kinerja intelektual berdasarkan perspektif, pedoman, model, metodologi dan sebagainya yang diformulasikan untuk perbaikan secara
terorganisir dari tingkah laku dan perbuatan manusia Winardi, 1989; Zhu, 1998. Oleh karena itu, menurut Eriyatno 2007 pada pendekatan kesisteman dalam
penyelesaian suatu permasalahan selalu ditandai dengan 1 Pengkajian terhadap semua faktor penting yang berpengaruh dalam rangka mendapatkan solusi untuk
pencapaian tujuan dan 2 Model pengambilan keputusan lintas disiplin, sehingga permasalahan yang kompleks diselesaikan secara komprehensif.
1. Analisis Kebutuhan
Dalam penelitian ini, analisis kebutuhan diarahkan pada pihak yang mempunyai kepentingan dan keterkaitan terhadap konservasi air danau
dan sekitarnya. Mereka adalah : 1.
Masyarakat lokal yaitu masyarakat yang tinggal di sekitar danau yang memanfaatkan perairan danau untuk berbagai kepentingan.
2. Instansi terkait yaitu dinas instansi pemerintah daerah yang mempunyai
hubungan keterkaitan dengan perairan danau. 3.
Lembaga Swadaya Masyarakat LSM yaitu lembaga yang peduli terhadap kelestarian perairan danau
4. Akademisi yaitu lembaga yang melakukan penelitian pada perairan danau
5. Badan usaha milik negara yaitu perusahaan yang melakukan kegiatan
usaha di perairan danau. Perkiraan kebutuhan Stakeholder adalah seperti yang disajikan pada
Tabel7 Table 7 Perkiraan Kebutuhan Stake Holder
No. Stakeholder Kebutuhan
1 Masyarakat Lokal
Kualitas Air tidak turun Kuantitas Air tidak turun
Kebersihan dan Keindahan danau terjaga Pendapatan
meningkat Penyediaan
lapangan Kerja
Kegiatan budidaya perikanan tetap jalan Hasil tangkapan masyarakat tidak menurun
2 Data Instansi terkait
Elevasi Air danau tidak menurun Perikanan, Pertanian,
Peningkatan PAD Pariwisata, Pertamanan
Penyediaan lapangan kerja Kehutanan dan PU
Kebersihan dan Keindahan danau terjaga Kualitas Air tidak turun
Kuantitas Air tidak turun Peningkatan
perekonomian masyarakat
3 Lembaga Sosial
Kelestarian danau terjamin Masyarakat LSM
Pendapatan Masyarakat meningkat 4
Akademisi Peneliti Keanekaragaman Hayati terjaga
Kualitas Air tidak turun Kuantitas Air tidak turun
5 BUMN : PLTA
Ketinggian muka air danau tetap stabil Kualitas air danau tetap baik.
1. Formulasi Permasalahan
Permasalahan sistem pada dasarnya adalah terdapatnya perbedaan antara ketersediaan dari kondisi nyata dengan kebutuhan yang
diinginkan.Pada kondisi nyata, permasalahan sistem ditunjukan oleh adanya isu yang berkembang sehubungan dengan terjadinya penurunan
kualitas perairan dan degradasi lahan di kawasan danau Toba serta penurunan muka air danau.
Dalam memenuhi kebutuhan air yang berfluktuasi, perubahan besaran ketersediaan air harus didukung oleh keberadaan sumber dan cadangan air yang
baik.Jumlah air yang diindikasikan oleh tinggi permukaan air harus berada pada kisaran yang ditetapkan terutama pada bulan-bulan kering sehingga kebutuhan air
terutama pasokan air terhadap PLTA Asahan tetap terjamin. Berkurangnya ketersediaan air akan mengganggu kelangsungan operasional PLTA dan
terganggunya ekosistem danau. Sebaliknya jika terlalu banyak ketersediaan air maka muka air danau akan naik mengakibatkan terjadi banjir di pinggiran danau.
2. Identifikasi Sistem
Untuk menentukan hubungan sebab akibat maka dipergunakan Causal Loop Diagram
seperti diuraikan pada Gambar14.
Presipitasi
+ Resapan air
dan Aliran Dibawah Tanah
Aliran Permukaan
Ketersediaan air danau
+ Evapotranspirasi
+ +
+ +
Penggunaan Lahan
- Pertumbuhan Penduduk
Pemanfaatan Air +
+
Evaporasi +
+ +
+
Kebutuhan Air
+
Neraca Air +
+
Gambar 15 : Diagram lingkar sebab akibat
Hubungan antara input masukan dan output keluaran dalam sistem digambarkan dalam sebuah diagram inputoutput masukan-keluaran seperti
disajikan pada Gambar 15.
INPUT TIDAK TERKONTROL
1. Curah Hujan
2. Evapotranspirasi
3. Evaporasi Danau
4. Jenis Tanah
5. Topografi
OUTPUT YANG DIKENHENDAKI
1. Tinggi Muka Air yang stabil
2. Neraca Air Positip
MODEL INPUT
LINGKUNGAN Peraturan
Pemerintah
Gambar 16 : Diagram Input-Output
3. Rancang Bangun Model
Untuk pengambilan keputusan yang terbaik pada model konservasi sumber daya air danau dipakai pemodelan dinamis. Model dinamis ini
diproses menggunakan perangkat lunak Powersim Power Simulation seperti disajikan pada Gambar 17
4. Pengujian Model
Validasi merupakan usaha untuk menyimpulkan model apakah model sistem yang dibangun merupakan perwakilan yang sah dari
realitas yang dikaji, yang dapat menghasilkan kesimpulan yang menyakinkan Eriyatno, 1999.Validasi yang dilakukan adalah
terhadap struktur model dan keluaran model output model
.Validasitersebut dilakukan dengan membandingkan hasil keluaran model yang dirancang dengan data obsevasi lapangan pada
suatu periode tertentu.
Presipitasi Infiltrasi
+
Perkolasi +
Aliran Dibawah
Tanah +
Aliran Permukaan
Ketersediaan Air
+ Evapotran
spirasi
+ +
+ +
+ Penggunaan
Lahan Terbangun
- Pertumbuhan
Penduduk
Pemanfaatan Air
+
+ Evaporasi
+ +
+ Kawasan
Parawisata Kawasan
Industri
Kawasan Pemukiman
Kawasan Pertanian
Kawasan Hutan
+ +
+ +
+
+ +
+
+
- -
Kualitas Air
-
-
Gambar 17: Model Dinamis .
5. Simulasi
Fluktuasi muka air Danau Toba berkisar antara 903m – 905 dpl yang memungkinkan terjaminnya pemasokan air untuk menggerakkan turbin PLTA
Asahan. Untuk mengetahui operasi danau tersebut, maka dilakukan pendekatan sistem tiruan simulasi volume atau tinggi muka air danau yang diperlukan
dengan melihat ketersediaan dan kebutuhan air dari waktu ke waktu. Prinsip perhitungan yang berlaku dalam penelusuran air danau adalah sebagai berikut :
1 Air yang masukI, akan tertampung di dalam danau dalam waktu tertentu dt sehingga menyebabkan perubahan elevasi muka air kemudian keluar melalui
pemakaianO. Secara matematis digambarkan sebagai berikut : S
t+dt
- St = I – O, dan, dSdt = I – O dan S
t+dt
dt = I
rata2
– O
rata2
I
1
= inflow pada waktu t
1;
I
2
= inflow pada waktu t
2;
O
1
= outflow pada waktu t
1;
O
2
= outflow pada waktu t
2;
S
1
= volume danau pada waktu t
1
dan S
2
= volume danau pada waktu t
1.
dt adalah interval dari waktuSt adalah volume atau tinggi muka air awalS
t+dt
adalah kondisi muka air pada akhir. Simulasi pengendalian tinggi muka air disajikan pada Gambar 18.
Gambar 18 Simulasi Pengendalian Tinggi Muka Air Danau
Hujan
Infiltrasi Direct Run
Evapotranspira
Penggunaa n Lahan
Tekanan Penduduk
Kara kteristi k DTA Sub
Tata Ruang
Ke ma mpua nLahan
Base Flo w Debit Masuk
Evaporasi
Vo lu me
Debit Keluar
Rentang Tinggi Muka Air Danau
Kebutuhan Air M inum Konservasi
Persepsi Masyarakat
2. Rekomendasi
Dari hasil simulasi dapat ditentukan rekomendasi yang terbaik dari peubah yang dapat dikendalikan untuk memwujudkan tujuan.
2. Persepsi Pakar Tentang Arahan Kebijakan dan Strategi Konservasi
Untuk mengetahui persepsi yang terbaik dari para pakar tentang konservasi sumber daya air Danau Toba, maka pertanyaan kepada para pakar
difokuskan terhadap Konservasi Kawasan Hutan, Konservasi Kawasan Pertanian, Konservasi Pemukiman, Konservasi Kawasan Parawisata dan Konservasi
Kawasan Industri. Hasil dari wawancara dengan para pakar dianalisis dengan AHP untuk mengambil sautau keputusan yang paling terbaik terhadap pihak yang
berkepentingan dengan keberadaan kuantitas air Danau Toba. Model yang dipergunakan untuk pengambilan keputusan pada pembuatan
kebijakan adalahMetode AHP yangdikembangkan oleh Thomas L. Saaty, yang terdiri dari sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas
persoalan yang kompleks dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-
bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan
mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variable yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil
pada situasi tersebut. Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks
dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau
prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan
yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuatSaaty,
1993.
3. Tahapan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan tahapan yang disajikan dalam Gambar 19
Gambar 19 Tahapan Penelitian
4. Kondisi umum lokasi penelitian
Berdasarkan laporan LTEMP No. 01 tahun 2004, kondisi umum lokasi penelitian yang digambarkan oleh kondisi hidrologi Danau Toba disampaikan
sebagai berikut. Air yang masuk ke dalam Danau Toba berasal dari 1 Air Hujan yang langsung jatuh di Danau Toba, 2. Air yang berasal dari sungai-sungai yang
masuk ke dalam danau. Di sekeliling danau terdapat 19 Sub DTA yang merupakan daerah tangkapan air 19 sungai yang masuk ke dalam danau. Sungai-
sungai tersebut adalah : S. Sigubang, Bah Bolon, Sungai Guloan, S. Arun, S. Tomok, S. Pulau KecilSibandang, S. Halian, S. Simare, S. Aek Bolon, S.
Mandosi, S. Gongpan, S. Bah Tongguran, S. Mongu, S. Kijang, S. Sinabung, S.
Pengumpulan Data
Data Sekunder Peta , Penduduk,
Sosial dan Ekonomi
Data Primer Kuesioner dan
Wawancara
MODEL KONSERVASI
SUMBER DAYA AIR
SISTEM DINAMIS
KAJIAN NERACA
AIR F.J.MOCK
KAJIAN PERSEPSI
MASYARAKA T
AHP KAJIAN
EKOLOGIS DTA
REKOMENDASI
Ringo, S. Prembakan, S. Sipultakhuda dan S. Silang. Sedangkan satu-satunya sungai yang merupakan pelepasan air dari danau ini adalah S. Asahan yang
mengalir dan bermuara di Pantai Timur Sumatera Utara. Air yang mengalir ke S. Asahan ini dimanfaatkan oleh PLTA Asahan. Lima buah sungai yaitu S.
Sigubang, Bah Bolon, Guloan, Arun dan Tomok berada di Pulau Samosir dan sungai-sungai lainnya berada di daratan Pulau Sumatera.
Data mengenai pengamatan debit pada sungai-sungai yang mengalir ke dalam Danau Toba ini belum diperoleh. Namun dari hasil beberapa literatur yang
didapatkan bahwa fluktuasi debit antara puncak musim hujan dan musim kemarau pada sungai-sungai ini relatif lebar. Pada puncak musim hujan debit sungai
meningkat cepat sebaliknya pada musim-musim kemarau debit sungai-sungai ini sangat rendah. Pada kondisi hujan normal masukan air dari sungai-sungai tersebut
berkisar antara 41,613 m
3
det pada bulan Juli puncak musim kemarau sampai dengan 124,914 m
3
det pada bulan November puncak musim hujan. Pada tahun kering 1997, debit aliran masuk ke dalam danau dari sungai-sungai tersebut
berkisar antara 8,56 m
3
det pada bulan Januari sampai dengan 62,539 m
3
det pada bulan April. Sedangkan pada tahun basah 1999, debit aliran masuk ke dalam
danau dari sungai-sungai tersebut berkisar antara 83,535 m
3
det pada bulan Agustus sampai dengan 493,812 pada bulan Mei LTEMP, 2004
Berdasarkan pengamatan selama 14 tahun 1986 – 1999 tercatat bahwa tinggi rata-rata buma air bulanan Danau Toba ini berkisar antara 903,65 m dpl
bulan September sampai dengan 904,04 m dpl bulan Mei. Sedangkan tinggi muka air maksimum bulanan berkisar antara 904,62 m dpl bulan September
sampai dengan 905,23 m dpl. bulan Mei. Tinggi muka air minimum bulanan berkisar antara 902, 28 m dpl bulan Agustus sampai dengan 902,88 m dpl.
bulan Februari. Kisaran paling lebar tinggi muka air danau bulanan antara 902,28 m dpl – 905,23 m dpl, dengan demikian perbedaan tinggi muka air danau
maksimum-minimum paling lebar yang terjadi selama periode ini sebesar 2,95 meter LTEMP, 2004
Berdasarkan data tinggi muka air dari tahun 1997-2007 yang didapat dari pengamatan PT. Otorita Asahan menunjukkan fluktuasi muka air sekitar 2,8
meter. Muka air tertinggi terjadi pada bulan Januari tahun 2004 sebesar 905,08 m dpl dan terendah terjadi pada bulan Juli tahun 1998 sebesar 902,28 m. Tinggi
muka air merupakan refleksi dari neraca air yang terjadi di daerah tangkapan air. Dari hasil analisis ditemukan tinggi permukan danau rata-rata berada pada elevasi
903,85 m dpl.
Bab IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Ekologis Daerah Tangkapan Air
Penilaian kondisi ekologis DTA Danau Toba dilakukan terhadap daerah di dalam batas daerah tangkapan air danau. Kondisi yang dinilai adalah kondisi
sumber daya fisik, kemampuan lahan, penggunaan lahan, tata ruangserta tekanan penduduk. Kondisi ekologis ini mencirikan potensi ketersediaan air di daerah
tangkapan air Danau Toba.
4.1.1 Letak dan Luas
Letak dan luas daerah tangkapan air dianalisa dengan menggunakan peta digital topografi Danau Toba skala 1: 50.000 dan software ArcView sehingga
didapatkan peta DTA Danau Toba, seperti di sajikan pada Gambar20 dan hasil seperti dijelaskan berikut ini.
a. Letak
Daerah Tangkapan Air Danau Toba terletak di antara 2 10’LU-3
0’LU dan 98
20’BT-99 50’BT, diantara pegunungan Bukit Barisan di Propinsi Sumatera
Utara. Secara administratif, DTA ini terdapat di kabupaten: 1 Toba Samosir, 2 Simalungun, 3 Karo, 4 Dairi, 5 Humbang Hasundutan, 6 Tapanuli Utara
dan 7 Samosir.
b. Luas
Total luas Daerah Tangkapan Air Danau Toba adalah seluas 379.940,348 ha, terdiri dari luas perairan 104.528,25 ha 1.045,2825 km2, luas daratan
275.412.10 ha 2,754.12 km2. Luas DTA di masing-masing kabupaten disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Kabupaten yang masuk di DTA Danau Toba
1 Dairi
6.375,97 2,39
2 Humbang Hasundutan
38.572,68 14,47
3 Karo
5.844,75 2,19
4 Samosir
103.286,94 38,74
5 Simalungun
21.349,91 8,01
6 Tapanuli Utara
11.465,09 4,30
7 Tobasamosir
79.736,11 29,90
Jumlah 266.631,45
100,00 No
Kabupaten Luas ha
78
Gambar 20 Peta Administrasi DTA Danau Toba