Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan
dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas.Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika
yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita
secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat Saaty, 1993. Pendekatan AHP menggunakan skala Saaty mulai dari nilai
bobot 1 sampai dengan 9. Nilai bobot 1 menggambarkan “sama penting”, sedangkan nilai bobot 9 menggambarkan kasus atribut yang “penting absolut”
dibandingkan dengan yang lainnya seperti disajikan dalam Tabel 1Skala Saaty Tahapan analisis data adalah sebagai berikut Saaty, 1993 :
1. Identifikasi sistem
, yaitu untuk mengidentifikasi permasalahan dan menentukan solusi yang diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan
dengan cara mempelajari referensi dan berdiskusi dengan para pakar yang memahami permasalahan, sehingga diperoleh konsep yang relevan
dengan permasalahan yang dihadapi. 2.
Penyusunan struktur hierarki
yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan sub tujuan, kriteria dan kemungkinan
alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. 3.
Perbandingan berpasangan , menggambarkan pengaruh relatif
setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Teknik perbandingan berpasangan yang digunakan dalam AHP
berdasarkan “judgement” atau pendapat dari para responden yang dianggap sebagai “ key person“. Mereka dapat terdiri atas: 1 pengambil
keputusan; 2 para pakar; 3 orang yang terlibat dan memahami permasalahan yang dihadapi.
4. Matriks pendapat individu
, formulasinya dapat disajikan pada Tabel 2. C1, C2, ..... Cn adalah set elemen pada satu tingkat dalam
hierarki berpendapat jika jumlah revisi terlalu besar, sebaiknya responden tersebut dihilangkan. Kuantifikasi pendapat dari hasil perbandingan
berpasangan membentuk matriks n x n. Nilai aij merupakan nilai matriks pendapat hasil perbandingan yang mencerminkan nilai kepentingan Ci
terhadap Cj.
5.
Matriks pendapat gabungan
, merupakan matriks baru yang elemen-elemennya berasal dari rata-rata geometrik elemen matriks
pendapat individu yang nilai rasio inkonsistensinya memenuhi syarat. Tabel 1 Skala Saaty
Tingkat Kepenting
an Definisi Penjelasan
1 Kedua elemen sama penting
Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan
3 Elemen yang satu sedikit lebih
penting daripada elemen yang lain
Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen disbanding
elemen yang lainnya 5 Elemen
yang satu
lebih penting daripada elemen yang
lain Pengalaman dan penilaian sangat
kuat mendukung satu elemen disbanding elemen yang lainnya
7 Satu elemen jelas lebih
penting dari elemen lainnya Satu elemen dengan kuat didukung
dan dominan terlihat dalam praktek 9
Satu elemen mutlak lebih penting dari elemen lainnya
Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain
memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin
menguatkan
2,4,6,8 Nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan
Kebalikan Jika untuk aktifitas I mendapat satu angka bila dibandingkan
dengan aktifitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya
bila dibandingkan dengan i
Tabel 2 Matriks Pendapat Individu
6. Pengolahan horisontal
, yaitu : a Perkalian baris; b Perhitungan vector prioritas atau vektor ciri eigen vektor; c Perhitungan akar ciri
eigen value maksimum, dan d Perhitungan rasio inkonsistensi. Nilai
C1 C2 ……. Cn
C1 1 a
12
….… A =a
ij
C2 1 a
12
1 …….
….. …….
…… 1
Cn 1a
1n
1a
2n
……. 1
pengukuran konsistensi diperlukan untuk menghitung konsistensi jawaban responden
7. Pengolahan vertikal,
digunakan untuk menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hierarki keputusan tertentu terhadap
sasaran utama.
8. Revisi Pendapat, dapat dilakukan apabila nilai rasio inkonsistensi pendapat
cukup tinggi 0,1. Keunggulan AHP adalah sebagai berikut :
a. Struktur yang berhierarki merupakan konsekuensi dari kriteria yang dipilih sampai pada subkriteria paling dalam.
b. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh pengambil keputusan.
c. Memperhitungkan daya tahan atau ketahanan output analisis sensitivitas pengambil keputusan.
d. Dapat menyelesaikan permasalahan yang kompleks dan strukturnya tidak beraturan, bahkan permasalahannya yang tidak berstruktur sama sekali.
e. Kurang lengkapnya data tertulis atau data kuantitatif mengenai permasalahan tidak mempengaruhi kelancaran proses pengambilan
keputusan karena penilaian merupakan sintesis pemikiran berbagai sudut pandang responden.
f. Sesuai dengan kemampuan dasar manusia dalam menilai suatu hal sehingga memudahkan penilaian dan pengukuran elemen
g. Metode dilengkapi dengan pengujian konsistensi sehingga dapat memberikan jaminan keputusannya yang diambil.
Kelemahan model AHP adalah sebagai berikut : a. Untuk melakukan perbaikan keputusan, harus dimulai lagi dari tahap
awal. b. Kekurangmampuan dalam mengatasi faktor ketidakpresisian yang dialami
oleh pengambil keputusan ketika harus memberikan nilai yang pasti pengevaluasian.
c. Perhitungan manual AHP akan memunculkan kesulitan apabila kriteria yang digunakan lebih dari 10.
d. Terdapat kemungkinan dimana hirarki yang berbeda diaplikasikan pada masalah yang identik.
e. Terdapat kemungkinan perubahan hasil yang berdampak besar akibat perubahan hirarki yang berskala kecil.
f. AHP tidak dapat diterapkan pada suatu perbedaan sudut pandang yang sangat tajamekstrim di kalangan responden.
g. Responden yang dilibatkan harus memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup tentang permasalahan dan metode AHP.
2.8 Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis SIG, merupakan model Teknologi Infomasi Geografis yang multi disiplin ilmu pengetahuan dimana model ini dapat
diaplikasikan dalam bidang apapun dan merupakan alat bantu dalam pengelolaan informasi yang memiliki 3tiga aspek kajian, meliputi referensi ruang,
pengelolaan datainformasi dan pemakaian informasi. Komponen utama SIG dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu: perangkat keras,
perangkat lunak, organisasi manajemen dan pemakai. Kombinasi keempat komponen ini akan menentukan kesuksesan pengembangan SIG dalam suatu
organisasi Arronof, 1993. Kegunaan Sistem Informasi Geografi SIG adalah sebagai alat bantu
tools, data lebih padat karena dalam bentuk digital, kemampuan analisa spasial lebih cepat dan tipe analisa dapat dikembangkan, pemakai mendapatkan
informasi yang lebih akurat, cepat dan dapat memanipulasi sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan Barus,et al., 2000.
2.9 Penelitian Sebelumnya
Berbagai penelitian yang dilakukan sebelumnya disajikan pada uraian di bawah ini :
• Marganof, 2007. Model pengendalian pencemaran perairan di Danau Maninjau Sumatera Barat,
Sekolah Pascasarjana IPB 2007. Penelitian
inimenyimpulkan bahwa kualitas perairan Danau Maninjau semakin menurun akibat masuknya beban pencemar baik organik maupun
anorganik yang berasal dari berbagai sumber pencemar. Sumber utama pencemaran berasal dari kegiatan di sekitar perairan danau, seperti dari
permukiman, pertanian, peternakan dan perhotelan serta kegiatan di badan air danau yaitu kegiatan keramba jaring apung KJA. Tujuan utama
penelitian ini adalah untuk membangun model pengendalian pencemaran
perairan di Danau Maninjau. Untuk mencapai tujuan utama tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan beberapa kegaitan diantaranya 1
menentukan kondisi eksisting perairan Danau Maninjau, 2 membangun suatu model dinamis yang menggambarkan sistem pengendalian
pencemaran perairan di Danau Maninjau, dan 3 merumuskan kebijakan atau skenario pengendalian pencemaran perairan danau.
• Suroso danSusanto2006. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Banjir Daerah Aliran Sungai Banjaran,
Jurnal Teknik Sipil, Vol. 3, No.2,Juli 2006. Dalam penelitian inimenyatakan bahwa
perubahan tata guna lahan Daerah Aliran Sungai DAS memberikan pengaruh cukup dominan terhadap debit banjir. Fenomena tersebut terjadi
di DAS Banjaran khususnya di bagian hulu yang merupakan Kawasan Wisata Baturraden serta daerah hilir akibat tekanan jumlah penduduk.
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji sampai sejauh mana dampak yang ditimbulkan akibat perubahan tata guna lahan di DAS Banjaran terhadap
debit banjir pada titik kontrol di daerah Patikraja. Metode menghitung debit banjir adalah metode rasional. Data yang diperlukan berupa data
curah hujan, data tata guna lahan dan data topografi. Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan harian yang tercatat di stasiun
Ketenger. Data hujan harian ini kemudian ditransformasikan menjadi intensitas hujan jam-jaman menggunakan metode Mononobe. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa, perubahan tata guna lahan di DAS Banjaran dari 1759. 28 ha sawah, 289.54 ha tegalan, 1284.36 ha
pemukiman pada tahun 1995, menjadi 1603.97 ha sawah, 283.32 ha tegalan, 1445.88 ha pemukiman pada tahun 2001, menyebabkan
peningkatan debit banjir sungai Banjaran di titik kontrol Patikraja. Peningkatan debit banjir akibat perubahan tata guna lahan, didekati
dengan mengikuti trend linier dengan persamaan Y=A+BX1+CX2+DX3. Variabel Y adalah debit banjir, sedangkan
X1,X2, X3 dan X4 masing-masing adalah luas sawah, tegalan, pemukiman. Koefisien korelasi gabungan sebesar 0,682, nilai A, B, C,
dan D untuk kala ulang 5 tahun kejadian hujan adalah -266.81, 0.09, 0.06, 0.18. Koefisien Korelasi Parsial RYX1=-0.682, RYX2=-0.616,
RYX3=0.682. Dari nilai koefisien korelasi parsial terlihat bahwa tata guna