Penelitian Sebelumnya TINJAUAN PUSTAKA
perairan di Danau Maninjau. Untuk mencapai tujuan utama tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan beberapa kegaitan diantaranya 1
menentukan kondisi eksisting perairan Danau Maninjau, 2 membangun suatu model dinamis yang menggambarkan sistem pengendalian
pencemaran perairan di Danau Maninjau, dan 3 merumuskan kebijakan atau skenario pengendalian pencemaran perairan danau.
• Suroso danSusanto2006. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Debit Banjir Daerah Aliran Sungai Banjaran,
Jurnal Teknik Sipil, Vol. 3, No.2,Juli 2006. Dalam penelitian inimenyatakan bahwa
perubahan tata guna lahan Daerah Aliran Sungai DAS memberikan pengaruh cukup dominan terhadap debit banjir. Fenomena tersebut terjadi
di DAS Banjaran khususnya di bagian hulu yang merupakan Kawasan Wisata Baturraden serta daerah hilir akibat tekanan jumlah penduduk.
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji sampai sejauh mana dampak yang ditimbulkan akibat perubahan tata guna lahan di DAS Banjaran terhadap
debit banjir pada titik kontrol di daerah Patikraja. Metode menghitung debit banjir adalah metode rasional. Data yang diperlukan berupa data
curah hujan, data tata guna lahan dan data topografi. Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan harian yang tercatat di stasiun
Ketenger. Data hujan harian ini kemudian ditransformasikan menjadi intensitas hujan jam-jaman menggunakan metode Mononobe. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa, perubahan tata guna lahan di DAS Banjaran dari 1759. 28 ha sawah, 289.54 ha tegalan, 1284.36 ha
pemukiman pada tahun 1995, menjadi 1603.97 ha sawah, 283.32 ha tegalan, 1445.88 ha pemukiman pada tahun 2001, menyebabkan
peningkatan debit banjir sungai Banjaran di titik kontrol Patikraja. Peningkatan debit banjir akibat perubahan tata guna lahan, didekati
dengan mengikuti trend linier dengan persamaan Y=A+BX1+CX2+DX3. Variabel Y adalah debit banjir, sedangkan
X1,X2, X3 dan X4 masing-masing adalah luas sawah, tegalan, pemukiman. Koefisien korelasi gabungan sebesar 0,682, nilai A, B, C,
dan D untuk kala ulang 5 tahun kejadian hujan adalah -266.81, 0.09, 0.06, 0.18. Koefisien Korelasi Parsial RYX1=-0.682, RYX2=-0.616,
RYX3=0.682. Dari nilai koefisien korelasi parsial terlihat bahwa tata guna
lahan yang paling berpengaruh terhadap debit banjir adalah lahan sawah dan pemukiman kemudian tegalan
• Kusratmoko, etal.2002. Studi Hidrologi Hutan Kota Kampus Universitas Indonesia Depok,
Makara Sains, Vol.6, No.1, April 2002, Jurusan Geografi , Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Indonesia, Depok, 16424 E-mail: Kusre000yahoo.com. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pengamatan hidrologi di kawasan
hutan kota Kampus Universitas Indonesia Depok telah dilakukan selama bulan September 2000 - Februari 2001, dalam upaya untuk mengidentifi
kasi pengaruh tutupan lahan terhadap pembentukan aliran air. Hasil analisis data menunjukkan, bahwa tutupan vegetasi bawah berupa rumput
dan semak pada penggunaan lahan hutan kota di Kampus Universitas Indonesia memainkan peranan penting sebagai faktor pengontrol
pembentukan aliran permukaan dan bawah tanah, terutama signifi kan selama kejadian-kejadian hujan konvektif. Proporsi air hujan lolos pada
lokasi tersebut, yang menghasilkan aliran permukaan dan bawah tanah, bervariasi antara 5,3-7,2. Sementara pada lokasi pengamatan tanpa
vegetasi bawah dan lapisan seresah dihasilkan angka proporsi aliran sebesar 12,5-18,9.
• Tampubolon, 2008. Studi Jasa Lingkungan di Kawasan Danau Toba
Centre of Forest and Nature Conservation Research and Development CFNCRD and International Tropical Timber Organization
ITTO Bogor, Mei 2009. Studi ini menyatakan bahwa potensi ekonomi jasa lingkungan Kawasan Danau Toba sangat besar yaitu Rp.
1.386.311.032.980,80 yang terdiri dari jasa lingkungan air sebesar Rp. Rp. 785.155.388.680,80; jasa penyerapan karbon sebesar Rp.
599.471.892.800 dan jasa wisatarekreasi sebesar Rp 1.683.751.500 per tahun. Sudah barang tentu, nilai ekonomi ini masih di bawah nilai
ekonomi yang sesungguhnya karena disamping masih banyak jasa lingkungan yang belum dihitung juga disebabkan penilaian ekonomi jasa
lingkungan selalu under - price. Kawasan Danau Toba berperan sebagai penyedia provider jasa lingkungan berupa sumberdaya air, sekuestrasi
karbon, wisatarekreasi dan jasa lainnya. PLTA, PDAM, DMI,
hotelrestoran, usaha perikanan, transportasi, dan lain-lain berperan sebagai pemanfaat terutama dikaitkan dengan pemanfaatan secara
ekonomi. Pemanfaatan jasa sekuestrasi karbon dapat melalui skema CDM dan REDD baik dalam negeri maupun internasional. Sampai saat ini
belum ada mekanisme pembayaran jasa lingkungan transfer of payment antara pemanfaat dengan penyedia serta lembaga instansi formal dan
regulasinya UU atau Perda. Selama ini pemanfaat jasa lingkungan pengusaha hanya sebatas pemanfaatan CSR-nya bagi konservasi
sumberdaya alam dan lingkungan di Kawasan Danau Toba, yang sudah barang tentu tidak mencukupi. Secara teori dapat disimpulkan bahwa,
apabila seluruh dana jasa lingkungan diinvestasikan bagi konservasi sumberdaya alam dan lingkunganmaka kelestarian jasa lingkungan di
Kawasan Danau Toba akan tercapai.
• Simanihuruk, 2005. Pendekatan Partsipasif Dalam Perencanaan Konservasi Lingkungan Di Daerah Tangkapan Air Danau Toba”
Jurnal Wawasan, Oktober 2005, Volume 11, Nomor 2. Hasil penelitiannya adalah kondisi lingkungan DTA Danau Toba berupa
penutupan lahan hutan, kualitas air danau menurun, erosi dari areal pertanian besar, dan sarana prasarana kurang terurus. Pelaksanaan
kegiatan proyek masih banyak yang mengalami kegagalan karena pelaksanaannya sebagian besar masih pendekatan dari atas top-down
approach, kurang melibatkan masyarakat dalam perencanaannya sehingga masyarakat kurang berpartisipasi dalam menjaga, memelihara,
dan mendukung pelaksanaan kegiatan.Perbaikan lingkungan DTA Danau Toba mutlak sebagai usaha memperbaiki keles-tarian air Danau Toba
sekaligus mening-katkan parawisata yang menurun sejak tahun 1997, yang pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Agar
pelaksanaan kegiatan yang akan datang dapat berjalan lebih lancar maka sejak perencanaan masyarakat ikut dilibatkan, yakni dengan
melaksanakan PRA. Tanah marga yang tidak diusahakan selama ini karena pemiliknya tidak ditempat maka diusulkan untuk membuat kontrak
dengan pemerintah dengan marga, agar lahannya ditanami sesuai dengan prinsip konservasi tanah dan air. Lahan dan hasil tanaman tetap menjadi
hak marga tapi lahan mutlak diusahakan dan dikelola mengikuti prinsip konservasi tanah dan air.
• Parhusip,2005.Penelitian Air Tanah Untuk Pengembangan Daerah Irigasi di Nainggolan Pulau Samosir,
Departemen of Civil Engineering 2005 ITB Master Theses from JBPTITBSI 2005-02-03. Dalam
penelitian ini dilakukan survey geolistrik yang terutama ditujukan untuk mengetahui daerah prospek perlapisan tanah sebagai akifer. Pada daerah
prospek tersebut diteliti juga keberadaan parameter akifer, seperti ketebalan, kedalaman, maupun konduktivitas hidrolik akifer melalui uji
pemompaan sumur pumping test. Sistem irigasi pertanian pada daerah penelitian, khususnya tanaman padi, umumnya adalah tadah hujan. Saat
ini sudah mulai diterapkan sistem irigasi dengan memompa air langsung dari danau, yang diangkat ke elevasi tertentu yang selanjutnya
didistribusikan dengan gravitasi. Hasil penelitian menunjukkan terdapatnya akifer bebas yang berpotensi untuk digunakan sebagai sumber
air irigasi. Simulasi numerik yang dilakukan menunjukkan bahwa potensi ketersediaan air daerah penelitian mampu untuk melayani air irigasi
sawah tanaman padi seluas 140 Ha. Untuk kondisi optimis penurunan air di dalam sumur sekitar 2,4 m, sedangkan untuk kondisi pesimis
sekitar 5,5 m. Karena muka airtanah MAT di daerah persawahan cukup dangkal orde3m maka kedalaman sumur untuk dapat mengairi sawah
seluas 140 Ha tersebut sekitar 5,4 m optimis dan 8,5 m pesimis, sehingga eksploitasi air akan relatif mudah. Dengan demikian sumber air
ini dapat dimanfaatkan untuk perencanaan irigasi dengan sumur pompa, untuk menggantikan sistem pemompaan langsung dari Danau Toba.
Penerapan sistem irigasi ini, akan relatif lebih murah, efisien, akrab, dan sederhana teknologi tepat guna, serta pola tanam dapat menjadi 2-3 kali
per tahun maupun budi daya tanaman unggulan dapat dilakukan, disamping penambahan luas lahan pertanian.
• Siti,2008.Rencana Penataan Kawasan Wisata yang Berkelanjutan di Danau Toba Sumatera Utara Kasus: Sub DAS Naborsahon.
Program Studi Arsitektur Lanskap, Sekolah Pascasarjana IPB. Penelitian ini menyatakan bahwa Danau Toba terletak di Propinsi Sumatera Utara,
Indonesia dan tercatat sebagai danau air tawar terbesar di Asia Tenggara dan salah satu danau yang terdalam di dunia lebih dari 500 m yang
ditengahnya terdapat Pulau Samosir dan pada saat ini diusulkan sebagai World Heritage. Kondisi topografi Danau Toba berada pada ketinggian
906 - 1800 m dpl didominasi oleh perbukitan dan pegunungan, dengan kenyamanan fisik berupa temperatur udara yang sejuk dan potensi visual
danau. Sumberdaya danau dan pegunungan memberikan daya tarik bagi perkembangan wisata, yaitu berupa pemanfaatan kawasan danau dan
pegunungan baik secara fisik maupun visual. Keindahan alam Danau Toba menjadikan kawasan ini menjadi daerah kunjungan wisata yang
sangat potensial, dan telah berkembang menjadi kawasan wisata yang populer baik dalam skala nasional maupun internasional. Pada saat ini
kawasan Danau Toba telah mengalami kerusakan fisik, visual dan ekologis sehingga terus cenderung menurun kualitasnya. Bila hal tersebut
tidak dicegah, dapat menurunnya kualitas fisik danau dan kualitas sumberdaya wisata sehingga berdampak terhadap jumlah kunjungan
wisata dan selanjutnya akan menurunkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini merencanakan
penataan kawasan wisata yang berkelanjutan, yang bertujuan untuk 1 identifikasi dan analisis potensi ekologis danau dan potensi wisata, 2
identifikasi dan analisis keikutsertaan masyarakat lokal dan pemerintah dalam mendukung pengembangan kawasan wisata, dan 3 Merencanakan
penataan kawasan wisata Danau Toba yang berkelanjutan sustainable tourism. Penelitian dilakukan di sub DAS Naborsahon yang berada di
dalam Daerah Tangkapan Air DTA Danau Toba dan pada saat ini penuh dengan aktivitas dan akomodasi wisata. Observasi dilakukan terhadap
lima desa yang mewakili daerah hulu, tengah dan hilir, yaitu desa Sipangan Bolon, Girsang, Parapat, Tigaraja dan Pardamean Ajibata.
Penelitian ini memakai tiga model analisis, yaitu metode deskriptif kualitatif untuk mengklasifikasi kawasan potensi wisata, metode spasial
digunakan untuk kawasan wisata berkelanjutan berdasarkan kepekaan lingkungan, sosial ekonomi masyarakat dan potensi wisata, dan yang
terakhir adalah metode Analisis Hierarki Proses AHP digunakan untuk menentukan skala prioritas dalam pengembangan kawasan wisata secara
spasial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah tengah dan hulu di sub DAS Naborsahon diklasifikasikan sebagai zona perlindungan, dan
hanya dapat digunakan sebagai kawasan lindung dengan tipe kegiatan wisata yang dapat dikembangkan adalah wisata alam yang bersifat
edukasi. Sedangkan daerah hilir sebagai zona tidak lindung dan dapat direncanakan dan dirancang sebagai zona wisata secara intensif dan
ekstensif. Masyarakat daerah hulu kurang antusias untuk pengembangan daerahnya sebagai kawasan wisata karena kehidupan mereka umumnya
bertumpu pada bidang pertanian, sedangkan masyarakat hilir sangat menerima pengembangan dan penataan kawasan wisata karena sudah
berkembang sejak dahulu sebagai daerah wisata dan masyarakat sangat tergantung pada kegiatan tersebut untuk menambah pendapatan.
Perencanaan dan pengelolaan sumberdaya wisata yang sesuai sebaiknya dilakukan terhadap wilayah pengembangan wisata untuk mencapai wisata
berkelanjutan.