Luas Kebun Campuran Ha; X3 = Luas Sawah Ha; X4 = Luas
Semak Belukar Ha; X5 = Luas Lahan Terbuka Ha; X6 = Luas Tegalan Ha; X7 =
Luas Pemukiman Ha. Nilai korelasi parsial dapat dilihat bahwa perubahan tataguna yang paling berpengaruh terhadap aliran limpasan permukaan adalah
hutan dan kebun campuran. Dengan menggunakan dengan software MiniTab 14, maka didapat persamaan:
DRO = 224 – 0,00028 Hutan + 0,0071 Kebun Campuran
Persamaan tersebut dapat dikemukakan bahwa variabel yang berpengaruh positif terhadap DRO adalah hutan, kebun campuran artinya jika terjadi
perubahan kedua variable tersebut maka akan diikuti dengan perubahan aliran air limpasan permukaan.Dari hasil monitoring terhadap perubahan penggunaan lahan
maka didapat kondisi evapotranspirasi dan limpasan air permukaan yang berbeda dari tahun 2001 dengan tahun 2005 seperti dijelaskan pada Gambar 36.
Kondisi curah hujan pada tahun 2001 pada bulan April dan bulan Nopember sampai dengan Desember terdapat curah hujan yang tinggi diatas 200
mmbl. Pada tahun 2005 luas lahan yang bervegetasi semakin berkurang dan curah hujan diatas 200 mmbl terdapat pada April dan pada bulan Oktober-
Desember. Pada tahun 2001 dan tahun 2005 curah hujan senantiasa lebih besar dari pada Evapotranspirasi sehingga terjadi kondisi surplus air hujan. Limpasan
air permukaan DRO semakin meningkat dari tahun 2001sebesar 50 mmbulan pada bulan Nopember ke tahun 2005 sebesar 200 mmbl. Hal ini diduga akibat
dari jumlah luasan lahan yang bervegetasi semakin berkurang sehingga air limpasan semakin besar.
4.3 PERSEPSI PAKAR
4.3.1 Struktur Hirarki
Penggunaan AHP dimulai dengan membuat struktur hirarki atau jaringan dari permasalahan yang ingin diteliti. Di dalam hirarki terdapat tujuan utama,
kriteria, sub criteria dan alternatif yang akan dibahas. Perbandingan pasangan dipergunakan untuk membentuk hubungan di dalam struktur. Hasil dari
perbandingan pasangan ini akan membentuk matrik dimana skala rasio diturunkan dalam bentuk eigen vektor utama atau fungsi eigen.Analisis kebijakan ini disusun
atas lima levelhierarki, seperti yang disajikan pada Gambar 37.
4.3.2 Penyusunan Kuesioner dan Identitas Pakar
Setelah itu dilakukan penyusunan kuesioner berdasarkan levelhierarkhi dan diisi dengan jawaban pertanyaan dari pakar.Diskusi difokuskan pada
pertanyaan-pertanyaan spesifik untuk memperoleh pemahaman yang mendalam dari sudut pandang dan pengalaman pakar, persepsi, pengetahuan, dan sikap
tentang kebijakan konservasi sumberdaya air Danau Toba yang berkelanjutan. Kuesioner ditanyakan kepada 11 pakar. Identitas pakar yang diwawancarai adalah
disajikan pada Tabel 44. Tabel 44 Daftar pakar yang diwawancarai tentang persepsi Danau Toba
No. Nama Alamat
Profesi
1. Prof.Dr.Ing.Ternala Barus,
MSc Medan
Akademisi USU
2. Dr.Ir.Fritz. Sihombing,STh
P. SiantarKab.Simalungun Akademisi
UNH 3. Dr.Edward
Simajuntak,MSc Medan BKPEKDT
Lembaga 4. Annevte
Horschmann TuktuksiadongSamosir LSM
5. Drs. Amistan Purba, S.Si, MM Humbang
Hasundutan Masyarakat
6. Drs. Ervan Ghani, M.IP BaligeTobasa
Masyarakat 7.
Ir. E. Siagian, MSc Jakarta Otorita Asahan
Pengusaha 8. Drs.
Ketaren, MSc
BerastagiTanah Karo Masyarakat
9. Dr.Ir.H.Indrautama, Msc
Medan BLH Sumut Pemerintah
10. Dr.Ir.Budi S,
MSc JakartaPU Pemerintah
11. Dr.Ir.Indah Anggreani,M.Si
Kepala BTKLPPN Medan Pemerintah
4.3.3 Analisis Kebijakan
Penetapan prioritas kebijakan dalam AHP dilakukan dengan menangkap secara rasional persepsi pakar dan praktisi, kemudian mengkonversi faktor-faktor
yang tidak terukur intangible ke dalam aturan yang biasa, sehingga dapat dibandingkan. Tahap terpenting dari AHP adalah penilaian perbandingan
berpasangan, yang pada dasarnya merupakan perbandingan tingkat kepentingan antar komponen dalam suatu tingkat hirarki Saaty, 1993. Pengolahan data
dilakukan dengan berbasis komputer menggunakan perangkat lunak Expert Choice 2000
. Hasil analisis kebijakan dengan AHP disajikan pada Gambar 37 dan Tabel 45