Fase pelaksanaan liminal Dalam tahap pelaksanaan yang disebut juga sebagai tahap

atau melihat perempuan datang ke kebun itu, mereka harus lari menjauh dan bersembunyi. Konon suara dan tubuh wanita akan sangat merangsang dan menyebabkan penis tegang, sehingga proses kesembuhannya menjadi lebih lama.

b. Fase pelaksanaan liminal Dalam tahap pelaksanaan yang disebut juga sebagai tahap

peralihan, seorang anak disucikan dan menjadi subjek bagi prosedur-prosedur perubahan Dhavamony, 1995: 179. Fase liminal selalu digambarkan Van Gennep sebagai sesuatu yang berlangsung ‘di luar’ diri individu. Dalam bahasa Van Gennep sendiri, “The life of an individual in any society is a series of passage from one age to another and from one occupaion to another; from one situaion to another or from one cosmic or social world to another” Caton, 1993: 261. Metafora jalan ‘passage’ untuk mendeskripsikan ritus-ritus ini menunjukkan bahwa individu menempai lokasi-lokasi tertentu di mana individu itu bergerak. Makna ‘jalan’ ini pening untuk memahami akivitas- akivitas simbolik yang terdapat dalam ritus peralihan tersebut, misalnya jalan melewai gerbang, melintasi perbatasan wilayah suku, melewai terowongan bawah tanah, atau, seperi yang digambarkan dalam studi ini melewai sungai. Perubahan-perubahan itu idak sekedar perubahan lahiriah mekanis yang terlihat ‘di luar’ melainkan juga, seperi ditekankan Turner dan Caton 1993: 262 perubahan ‘di alam’ transformasi ontologis diri individu. Misalnya seorang gadis tumbuh menjadi seorang wanita dewasa. Secara terperinci, indakan-indakan yang dilakukan tukang sunat terhadap para peserta sunat adalah sebagai berikut. 1 Menuju sungai Setelah disepakai waktu dan tempatnya termasuk ‘mahar’ yang harus disiapkan, para remaja ini ‘dengan diam-diam’ meninggalkan kampung menuju tempat yang sudah ditentukan. Tempat itu biasanya kebun tukang sunat yang berada di dekat sebuah sungai. Di tempat itu para remaja yang inggal selama kurang lebih 8 hari diperbolehkan memeik jagung muda dan syur- sayuran yang ada. Pada hari pertama, pada waktu dini hari sekitar pukul 4 pagi para peserta sunat siap di sungai untuk di sunat. Dini hari dipilih sebagai waktu yang paling tepat karena saat ini udara dan air sungai sangat dingin. Penis yang direndam air dingin ini dipercaya dapat mengurangi pendarahan. 2 Pemotongan kulup Secara tradisional, tata cara, alat, dan teknik pemotongan kulup penis bervariasi. Keterampilan tukang sunat dalam memotong kulup pun berbeda-beda. Para tukang sunat yang diwawancarai biasanya memuji hasil karyanya sendiri sambil ‘merendahkan’ hasil karya tukang sunat lainnya. Pada saat pemotong kulup dilakukan, tukang sunat dibantu oleh seorang pembantu untuk memegang tubuh calon sunat dan memberikan pengobatan pasca pemotongan kulup dilakukan. 3 Tindakan ritual Prosedur sunat tradisional selalu diawali dengan doa untuk kepeningan keselamatan bagi peserta sunat yang ditujukan kepada Tuhan dan para leluhur. Beberapa tukang sunat memberlakukan ‘ritus menghitung batu’ sebagai sebuah ritus pengakuan dosa. Peserta yang telah melakukan hubungan seks dengan perempuan yang bukan istrinya dianggap dosa. Dosa- dosa tersebut dianggap dapat menjadi penghalang dalam proses sunat, seperi terjadinya pendarahan yang berlebihan dan sulitnya mendapatkan pasangan sifon. Setelah ritus ‘menghitung batu’, tukang sunat melaksanakan beberapa indakan ritual yang dianggap akan memberikan kekuatan dan keperkasaan kepada penis peserta sunat tersebut. Kayu bekas sunat, ditancapkan di pohon kedondong, karena pohon kedondong yang terasa ‘asam’ sangat merangsang remaja pemuda. Itulah sebabnya dalam masa ‘persembunyian mereka’ di kebun dan hutan diperingai oleh tukang sunat agar menjauhi kaum wanita. Bahkan anak laki-laki dilarang keras mendekai ibunya sendiri karena penisnya sedang sangat sensiif. Mendengar suara wanita mendekat, bahkan ibunya sendiri, peserta sunat harus segera bersembunyi. 4 Pelaksanaan hubungan seks wajib: sifon Setelah iga minggu berlalu dari saat pemotongan kulup, tukang sunat kembali ke kebun tempat berkumpul klien pasiennya. Menurut tradisi yang berlaku, tukang sunatlah yang menyiapkan perempuan pasangan sifon sesuai dengan jumlah pasiennya. 11 Perempuan pasangan sifon biasanya sudah menjadi langganan tukang sunat. Mereka dibayar masing-masing 1 perak. 11 Dewasa ini pasangan sifon idak lagi disiapkan oleh tukang sunat. Diduga bahwa para remajapemuda sekarang lebih mudah mencari sendiri pasangan sifonnya. Pada zaman dahulu, remajapemuda yang disunat adalah mereka yang belum pernah melakukan hubungan seks sama sekali. Mereka juga belum mampu mencari sendiri dan berkomunikasi dengan perempuan dengan baik. Tukang sunat memberikan instruksi mengenai pasangan sifon dan lokasi melakukan hubungan seks. Pada saat melakukan hubungan seks wajib ini, luka sunat belum sembuh benar. Saat melakukan hubungan seks, darah dari bekas luka itu masih terus menetes-netes. Setelah melakukan hubungan seks dalam rangka sifon, idak ada lagi pengobatan khusus terhadap luka tersebut. Para tukang sunat dan nara sumber yang diwawancarai percaya dan mengatakan secara meyakinkan bahwa obat penyembuh yang paling ampuh adalah cairan vagina perempuan pasangan sifonnya. Mengenai jumlah berapa kali seorang peserta sunat harus melakukan sifon atau hubungan seks ritual, ternyata idak ada kesepakatan tunggal. 12 Hal yang boleh dikatakan disepakai oleh tradisi adalah satu kali melakukan hubungan seks yang disebut sifon maputu, yaitu: pendinginan atau membuang panas. Konsep sifon diibaratkan sebagai sebuah proses pembentukan ‘pisau’ oleh seorang tukang besi Lake, 1999: 43-44. Orang yang baru menjalani penyunatan diibaratkan besi yang dibakar dalam pengapian. Bagaikan besi menjadi lembek karena dibakar api, demikian pula penis menjadi lemah karena disunat. Kedua-duanya berkurang kekuatannya karena panas maputu, malala. Agar memperoleh kekuatannya kembali, panas itu harus dibuang polen maputu sehingga memperoleh dingin manikin, oetene , dengan cara mencelupkan besi ke dalam air dan penis ke dalam cairan vagina. Itulah sifon. Lake, 1999: 444. 12 Di Desa Ai Neuk, hubungan seks ritual sifon cukup dilakukan satu kali saja Wawancara dengan tukang sunat Petrus Metan 56 tanggal 260808. Di desa Oesena, hubungan seks itu dilakukan dua kali, pertama pada hari kedelapan dan kedua setelah luka sunat itu benar-benar sembuh. Wawancara dengan tukang sunat Aloysius Taena 57 tanggal 270808. Tukang sunat dan nara sumber laki-laki yang diwawancarai memberikan kesaksian bahwa hubungan seks dalam rangka sifon dipercaya sebagai sebuah ‘pengenalan’ seks pertama kali dan merupakan hubungan seks yang paling mengesankan. Hubungan seks itu, demikian kesaksian para lelaki ini, sangat nikmat karena penis sedang keras dan kuat-kuatnya akibat mantra dan indakan ritual lain yang dilakukan tukang sunat. c. Fase penyatuan kembali reintegraion Ritus sunat sebagai sebuah ritus peralihan tentu saja merupakan simbol kemaian dan kebangkitan anak laki-laki, dan sebagai sebuah awal penerimaan dia sebagai anggota suku atau kelompok komunitas. Anak itu meninggalkan ketergantungannya terhadap sang ibu yang selalu mengawasinya dan kini memasuki kehidupan baru yang ditandai dengan cirri pria dewasa yang harus lebih dominan. Setelah iga minggu 13 inggal di kebun untuk merawat luka sunat dengan acara puncak yaitu sifon, hubungan seks ritual pasca sunat, ibalah saatnya peserta sunat kembali ke rumahnya masing-masing. Mereka akan dipandang sebagai ‘manusia normal’ civilized person. Kepulangan mereka kali ini perlu ‘diumumkan’ kepada semua warga desa. 14 Tukang sunat menganyam sebuah 13 Mengenai waktu berapa lama proses kesembuhan luka sunat sangat bervariasi. Aloysius Taena 57 tukang sunat dari desa Oesena Kampung Kuatnana mengatakan bahwa pada hari ke-8, peserta sunat sudah siap melakukan sifon. 14 Di Desa Oesena, idak ada acara khusus ‘pengumuman’ seperi ini. Mengingat waktu mereka berada di kebun ‘hanya’ delapan hari tanpa melakukan sifon di tempat yang sama, mereka diberi waktu ekstra kurang lebih 2 sampai 3 hari untuk mencari pasangan sifon sendiri. Jika sifon sudah dilakukan, mereka hanya melaporkannya saja kepada tukang sunat dengan membawa sopi masing- bakul kecil yang memiliki tutup yang disebut ‘tanasak’ yang diikat dengan benang berwarna-warni. Di badan ‘tanasak’ itu ditancapkan bulu ayam sejumlah orang yang disunat. Tanasak ini ditempatkan di lokasi yang mudah dilihat orang banyak, biasanya di perigaan. Orang-orang desa yang melihat ‘tanasak’ itu segera mengetahui bahwa sudah ada orang-orang ‘meo’, yaitu laki-laki perkasa dan tangguh yang berada di desa mereka. Pemuda yang sudah disunat dan melakukan sifon dipandang sebagai manusia terhormat secara adat, siap untuk menikah dan diperlakukan sebagai warga dewasa. Mereka memiliki privilege dan tanggung jawab yang lebih besar. Dalam acara-acara ritual- formal, mereka idak lagi menjadi objek sindiran sebagai orang yang ‘idak bersih’, ‘berbau’, ‘kotor’. Tiik akhir perjalanan panjang sunat tradisional ini adalah semacam ‘slametan’ sebagai ucapan syukur atas proses panjang yang sudah dilalui dengan selamat. Mereka yang baru saja ‘lolos’ dari indakan heroik itu memotong satu ekor ayam puih dan minum sopi bersama. 15

D. Sifon dan Identitas Kultural