lisan masih mendapat tempat dalam konteks budaya masa kini, di mana manusia telah ada dalam konteks modernisasi bahkan
posmodernitas. Penelusuran konteks kekinian dari tradisi inilah sesungguhnya dimaksudkan dari konsep di atas itu.
C. Karakteristik Sosio-kultural Bali
Suku bangsa Bali yang menghuni pulau ini merupakan suatu kelompok etnik yang terikat oleh kesadaran akan kesatuan
kebudayaannya. Kesadaran kesatuan seperi itu lebih diperkuat oleh adanya bahasa yang sama dan eksistensi agama Hindu yang
telah lama terintegrasi ke dalam kebudayaan Bali. Meskipun ada kesadaran yang demikian, kebudayaan Bali pada hakikatnya
mewujudkan banyak variasi dan perbedaan setempat Bagus dkk,1981:1. Variasi ini bukan hanya berlaku antara kabupaten
kota di Bali, namun berlaku antara desa di sebuah kabupaten, dan sering disebut sebagai bentuk sima
7
. Sima termasuk tatanan sosial masyarakat yang dihormai oleh yang mpunya tradisi-tradisi
khususnya di wilayah pedesaan. Masyarakat Bali dalam tatanan kehidupan sosial-budayanya
memiliki ciri-ciri khusus sebagai sebuah komunitas yang disebut desa adat
8
baca: Desa Pakraman. Namun kehidupan sosial-
7
Sima adalah digunakan dalam wilayah adat kebiasaan yang berlaku pada satuan hidup setempat. Baca. Warna dkk,1991. hal. 650. Kamus Bali – Indonesia.
Dinas Pendidikan Dasar propinsi Bali. Namun di sisi lain kata sima sering mengalami bentukan menjadi sima-krama yang arinya hampir mirip dengan silahturahmi.
Dalam seiap kesatuan hidup setempat selalu terdapat sima yang berbeda-beda, meskipun ada sima yang sama antara satu daerah dengan yang lain.
8
Dalam pandangan orang Bali konsep desa memiliki dua pengerian, yaitu: pertama desa sebagai suatu kesatuan wilayah tempat para warganya
budaya masyarakat Bali sekarang ini telah mengalami berbagai perubahan. Paling idak terdapat sepuluh kecenderungan
perubahan Bali pada permulaan abad XXI yang mempengaruhi kebudayaannya, antara lain 1 makin sesaknya ruang pulau Bali
yang berdampak membesarnya tekanan terhadap manusia Bali dan kebudayaanya, 2 makin padat dan heterogennya penduduk
dengan beragam potensi konlik, 3 makin berkembangnya format ekonomi industri dan jasa disertai dengan menurunnya ekonomi
agraris, 4 makin mengentalnya komitmen otonomi daerah dengan diiringi bangkitnya primordialisme, 5 makin meluasnya
dan kompleksnya jaringan relasi dengan menembus batas-batas lokal, nasional, dan global, 6 makin berkembangnya demokrasi
dengan paradigma baru dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, 7 makin terakselerasinya kemajuan pendidikan dan
iptek dengan berbagai peluang dan tantangannya, 8 makin membesarnya parisipasi dan aksi pemberdayaan perempuan,
9 makin diversiikasinya kelembagaan sosial sebagai manifestasi demokraisasi, lokalisasi, dan globalisasi, dan 10 makin
tumbuhnya kesadaran akan signiikansi dari kualitas SDM sebagai bagian dari persoalan dasar tentang ari dan makna kehidupan
sebagai manusia Geriya,2000:43-50.
Kesepuluh kecenderungan tersebut akan mengubah karakterisik sosio-kultural masyarakat di masa kini dan masa yang
akan datang. Perubahan itu akan berdampak pada kehidupan
secara bersama-sama mengonsepsikan dan mengakikan upacara-upacara dan berbagai kegiatan soaial yang ditata oleh suatu sistem budaya dengan nama desa
adat dan kedua desa sebagai kesatuan wilayah administrasi dengan nama desa dinas
. Geriya dkk,1981, hal.44. Ssitem Kestuan hidup Stetempat Daerah Bali. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
sosial masyarakar Bali secara verikal kaya-miskin yang pada akhirnya menuju pada kecemburuan sosial yang semakin tajam.
Dibalik perubahan tersebut, ternyata ada daerah-daerah tertentu di Bali yang mengalami masalah sosial khususnya kemiskinan
“yang laten” yang hingga kini sulit diatasi, di antaranya adalah daerah Muni Gunung, di Karangasem sampai desa Penuktukan
Buleleng. Pertanyaannya adalah mengapa seakan mentalitas budaya orang seperi di Muni Gunung sulit dirubah bahkan hingga
sekarang ini. Mungkin pertanyaaan ini akan dicoba diungkapkan melalui tradisi lisan sebagaimana judul di atas, yang dikaitkan
dengan karakterisik kehidupan sosial dan topograi daerahnya, di samping itu beberapa karakterisik daerah lainnya juga berkenaan
dengan budaya air. Budaya air dimaksudkan di sini adalah poros orientasi kultural maupun religiusitas
9
masyarakat Bali selatan dan utara berpusat Gunung dan danau Batur Kintamani, Bangli.
Kajian di sini menggunakan pendekatan theo-antropologi, yaitu pendekatan teologis yang berbicara mulai hakikat keberagamaan
9
Konsep tentang arah adalah amat pening arinya dalam agama orang Bali. Hal-hal yang dikeramat diletakkan pada arah gunung baca: Kaja atau utara dan hal-
hal yang biasa dan idak keramat diletakkan pada arah laut baca: kelod atau selatan. Bagus,2007. ”Manusia dan Kebudayaan Bali” Dalam Manusia dan Kebudayaan Di
Indonesia . Editor Koentjaraningrat. Cet.22. Hal.290. Bandingkan dengan I Wayan
Geriya,2000. Dalam kepercayaan masyarakat Bali menganggap gunung sebagai tempat suci atau stana para dewa. Beberapa pura terpening di Bali terletak pada
lereng gunung, seperi Pura Pulaki, Batukaru, Besakih, Lempuyang, dan Andakasa. Gunung dianggap sebagai tempat suci tampaknya dilandasi oleh konsep mandala.
Tranformasi Kebudayaan Bali Menuju Abad XXI. Hal.104. Demikian pula Danau Batur masih menjadi ikon persubakan di Bali berkaitan dengan “penguasa air” yang
menjadi lambang kesuburan warga subak di Bali baca: Pura Ulun Danu Batur atau Buyan. Pada pura Ulun-ulun: temukuan, ulun carik, bedugul, ulun suwi, ulun danu
adalah tempat dewi-dewi air berdiamberstana. Baca: Cliford Geertz,2000. Negara Teater
. Bentang Budaya. Page.142-143.
hingga konsepsi upacara, tempat suci dan sebagainya. Sedangkan pendekatan antropologi atau kebudayaan sebagai peneliian
ilosoi yang cukup deil, namun juga idak berari peneliian budaya itu serba sulit. Peneliian budaya idak harus dilakukan
oleh antropolog, arkeolog, budayawan, dan sejenisnya. Tetapi boleh dilakukan oleh siapa saja, yang terpening mereka harus
menguasai metode dan metodologinya Endraswara,2006:4-5.
D. Mitos I Ratu Ayu Mas Mĕmbah: Pendekatan Theo-