Ceuk Aki Marana deui, muga-muga raja putra, lamun dek loba putra teh, putrana muga sing warna, anu segut nu kumisan,
kajeun teuing loba bulu, godeg bewos masing gagah. Pupuh VII, bait 19, 30
Tejemahan:
Meskipun Sunan Sandi, keluarga Ratu Pasehan, pembantunya itu juga, yaitu Nini Teguh Jaya. Kini cerita yang melahirkan,
putranya lelaki bagus, enam batara segera berjalan.
Aki Marana berkata lagi, semoga raja putra, jika beranak banyak, semoga anaknya memiliki rupa, yang cekatan dan
berkumis, biarpun berbulu banyak, bercambang berjanggut supaya gagah.’
Putra Prabu Siliwangi dari Ratu Inten Dewata, adik Ratu Pasehan, lahir dalam pengembaraan dan diramalkan akan
menjadi raja Timbanganten selanjutnya. Sejak lahir ia memiliki tampilan isik yang menarik. Kata alus berari ‘baik, bagus’ dalam
ari isik dan sikap seseorang. Karena kata alus digunakan pada bayi yang belum terlihat sikapnya, kata itu berari merujuk pada
‘baik’ dalam tampilan isik. Selanjutnya, konsep gagah dalam WBT dihubungkan dengan tampilan isik seorang raja yang berkumis,
berjanggut, dan bercambang.
5. Keberanian
Sifat berani untuk membela kebenaran dan kehormatan ditunjukkan oleh Ratu Pasehan. Ratu Pasehan diitnah oleh
Burung Baok karena telah menghukum nya. Prabu Siliwangi segera memerintahkan paih untuk membawa Ratu Pasehan dalam
keadaan terbelenggu rantai besi ke Pajajaran. Ratu Pasehan yang
merasa idak bersalah berani menghadapi kenyataan itu. Hal itu ditunjukkan kuipan sebagai berikut:
Kangjeng ratu Pasehan ngalahir, teu sawios sumawon andika, najan diri kaula ge, tunggal kapurba nu agung, kaprentah
ka jiwa bumi. Ka nagara Pajajaran, masrahkeun sakujur, sumawonten ditalenan, najan sanget diri ditelasan pai,
masrahkeun diri kapurba. Pupuh IV, bait 17
Terjemahan:
Kangjeng Ratu Pasehan berkata, idak apa-apa dengan ucapanmu, meskipun diriku juga, satu prabu yang agung,
diperintah ke jiwa bumi. Ke negara Pajajaran, memasrahkan diri, jangankan dibelenggu, meskipun dihukum pai, memasrahkan
diri kepada Prabu.’
Keberanian ini sesuai dengan ciri budaya orang Sunda yang berjiwa satria. 1984: 131 Jiwa satria ini berari siap menerima
segala konsekuensi dari semua perbuatan yang pernah dilakukan. Akan tetapi, keberanian Ratu Pasehan diikui dengan kecerdikannya
menghadapi Prabu Siliwangi. Sebelum menghadap Prabu, Ratu Pasehan meniipkan minuman kepada Inten Dewata untuk
diminum Prabu Siliwangi. Minuman itu mampu menyadarkan
Prabu Siliwangi dari kemarahannya.
6. Keahlian Perang
Keahlian perang ditunjukkan oleh putra Prabu Siliwangi, Sunan Burung Baok. Ia gagal menjadi penguasa Timbanganten
dan diberi hukuman mai oleh ayahnya sendiri. Ia bertobat dan meminta hukumannya digani dengan tugas sebagai senapai.
Prabu Siliwangi mengabulkan permintaan itu dan memerintahkan anaknya untuk menaklukan raja-raja yang idak mau takluk.
Burung Baok berhasil menjadi senapai tangguh Pajajaran.
Raden Santang Peretala, geus kamashur perjurit pakuning bumi, di Pulo Jawa kamashur, Kangjeng Perbu Pajajaran, geus
kagungan pakuning bumi nu punjul, di mana aya nu baha, Santang Pertala nu ngusir. Pupuh X, bait 11.
Terjemahan:
Raden Santang Pertala, telah termasyhur prajurit penjaga bumi, termasyhur di Pulau Jawa, kangjeng Prabu Pajajaran,
telah mempunyai penjaga bumi yang unggul, seiap ada ancaman, Santang Pertala yang mengusir.’
Keahlian perang merupakan kebutuhan yang diperlukan oleh seorang raja di mana pun untuk dapat mempertahankan diri. Akan
tetapi, tampaknya dalam pandangan orang Sunda yang sikapnya relaif halus dan idak terlalu menyenangi konlik, keahlian
perang dibutuhkan dalam keperluan minimalnya. Melalui Babad Timbanganten BT, kita diingatkan bahwa raja adalah seorang
manajer. Ia idak perlu secara langsung memiliki keahlian perang, tetapi harus mengatur seseorang untuk memiliki keahlian itu dan
bertugas sesuai dengan tugasnya. Burung Baok yang berperangai keras gagal menjadi raja dan idak dipaksakan sebagai raja, tetapi
dijadikan senapai yang sesuai dengan karakter dan keahlian berperang yang dimilikinya.
7. Pertapa