anggota masyarakat yang relevan dengan tuntutan perubahan zaman di samping pewarisan kebudayaan dan internalisasi pada
iap individu.Folklor sebagai media pendidikan dalam pranata keluarga berperan meningkatkan pengetahuan sosial budaya
di masyarakat.Salah satu bagian dari berfolklor yang dapat dimanfaatkan sebagai media pendidikan adalah bercerita rakyat
menuturkan dongeng, legenda, dan mitos.Lewat dongeng, legenda, dan mite, orang mendapat pelajaran tentang kehidupan
sehari-hari.
Perlu juga dirancang buku pedoman semacam kurikulum untuk peningkatan pengetahuan prakis masyarakat dengan media
pendidikanfolklor.Berbagai bentuk folklor bukan lisan merupakan media pendidikan prakis bagi generasi muda seperi pembuatan
kerajinan tangan.
C. Folklor sebagai Sumber Pendidikan
Folklor mengandung nilai budaya yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pendidikan.Nilai budaya yang terkandung
dalam genre folklor merupakan pesan-pesan sebagai sumber pengetahuan atau pendidikan bagi generasi penerus. Pada
hakikatnya genre-genre folklor merupakan bentuk ungkapan budaya yang mengandung nilai-nilai yang dapat diteladani dan
diinternalisasikan oleh generasi penerus. Sistem nilai merupakan
posisi sentral dari struktur budaya suatu masyarakat. Sistem nilai merupakan fenomena dan problema dasar kehidupan manusia.
Nilai merupakan perangkat struktur dalam kehidupan manusia. Menurut Danandjaja, nilai merupakan konsep abstrak
mengenai sifat kepribadian suatu kolekif dalam menghadapi
masalah kehidupannya. Nilai yang dimaksud disini adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi
manusia. Sesuatu yang bernilai itu berari berharga dan berguna bagi kehidupan manusia. Nilai budaya yang terdapat dalam
folklor dapat menjadi sumber yang berguna dan bernilai dalam meningkatkan atau menambah pengetahuan siswa.
Banyak pelajaran yang bisa diambil darinilai folklor dan bisa dijadikan bahan pembelajaran dalam pranata sekolah dan pranata
keluarga dalam mengatasi persoalan kehidupan sehari-hari. Folklor memiliki nilai budaya sebagai peninggalan leluhur yang diwariskan
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Folklor mengandung pesan-pesan yang hendak disampaikan kepada masyarakat baik
berupa makna dan fungsi, nilai dan norma maupun kearifan
lokal.Menurut teori lapisan, makna dan fungsi merupakan lapisan luar the outer layer, nilai dan norma merupakan lapisan
tengah the middle layer, dan kearifan lokal merupakan lapisan ini the core layer. Dalam hal ini, folklor sebagai bagian dari
kebudayaan memiliki sistem makna yang dikonsepsikan tersusun secara berlapis-lapis seperi lapisan kulit bawang. Yang tampak
di lapisan luar the outer layer
adalah signiikasi bentuk dengan acuannya makna bersama dengan fungsinya. Keika melihat ulos
sebagai bagian folklor dari daerah Tapanuli, orang dengan cepat mengatakan bahwa itu adalah kain tradisional Batak makna yang
biasanya digunakan seperi selendangfungsi.Di balik lapisan luar tersebut terdapat lapisan tengah the middle layer, yaitu
berupa nilai dan norma; nilai lazimnya menunjuk pada mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk, sedangkan
norma biasanya menunjuk pada mana yang dianggap benar dan
mana yang dianggap salah meskipun sering juga disebut “nilai” terutama “nilai budaya” yang mengacu kepada keduanya baik
tentang benar-salah maupun tentang baik-buruk.Koentjaraningrat 1983 mengatakan bahwa sistemnilai budaya adalah konsepsi
yang hidup dalam alam pikiran manusia mengenai hal-hal yang dianggap amat bernilai dalam kehidupan dan berfungsi sebagai
pedoman teringgi bagi ingkah lakunya dalam kehidupan sehari- hari.Nilai budaya digolongkan pada nilai idenitas, nilai interaksi,
dan nilai visi hidup.Dengan demikian, nilai budaya yang terkandung dalam ulos
adalah nilai idenitas karena ulos itu menandai idenitas Batak dan juga nilai interaksi karena orang Batak tahu
siapa yang berhak memberikan dan menerima ulos dalam interaksi sosial Batak.Di balik lapisan tengah terdapat lapisan ini
the core layer berupa nilai yang diyakini suatu komunitas dapat diterapkan dalam mengatasi persoalan-persoalan hidup mereka
demi meningkatkan kesejahteraaan dan menciptakan kedamaian di antara mereka.Dalam masyarakat Batak, ulos sebagai folklor,
memiliki kearifan lokal karena pembuatan, pemberian, dan
penggunaan ulos mengandung nilai yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan menciptakan kedamaian
pada komunitas Batak.Namun kenyataannya, isilah “nilai budaya” juga sering digunakan untuk kearifan lokal karena nilai budaya
yang diyakini dapat menata kehidupan sosial itulah yang disebut
dengan kearifan lokal. Folklor yang mengandung kearifan lokal dapat dimanfaatkan
sebagai sumber pendidikan karakter. Kearifan lokal adalah
kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan
kehidupan masyarakat. The local wisdom is the community’s wisdom or local genius deriving from the loty value of cultural
tradiion in order to manage the community’s socialorder or social life. Kearifan lokal merupakan nilai budaya lokal yang dapat
dimanfaatkan untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana. The local wisdom isthe value of local
culture having been applied to wisely manage the community’s social order and social life.
Berdasarkan uraian di atas, kearifan lokal adalah pengetahuan
asli indigineous knowledge atau kecerdasan lokal local genius
suatu masyarakat yang berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat dalam rangka
mencapai kemajuan komunitas baik dalam penciptaan kedamaian maupunpeningkatan kesejahteraan masyarakat. Kearifan lokal
itu mungkin berupa pengetahuan lokal, keterampilan lokal, kecerdasan lokal, sumber daya lokal, proses sosial lokal, norma-
eika lokal, dan adat-isiadat lokal.
Dalam kenyataannya sekarang, implementasi kearifan lokal itu semakin menurun sehingga sulit ditemukan manusia, pemimpin,
dan pengambil keputusan yang bijaksana dalam melaksanakan tugasnya dalam suatu komunitas. Bahkan, pemimpin dan pengambil
keputusan sama sekali idak mengetahui manfaat kearifan lokal dalam pembangunan. Kenyataan keidaknyambungan miss-
match
dalam berbagai program pembangunan yang terjadi di Indonesia dianggap karena kearifan lokal idak berjalan atau idak
diperhitungkan dalam pembangunan. Program pembangunan yang dirancang selama ini idak menjawab masalah-masalah yang
dirasakan masyarakat secara langsung. Oleh karenanya, kajian,
revitalisasi, dan implementasi kearifan lokal sangat perlu dilakukan agar terbentuk manusia yang bijaksana dan pemimpin yang bisa
menjadi penunjuk arah bagi program pembangunan yang benar- benar menjawab kebutuhan rakyat.
Kekurangpahaman mengenai peningnya nilai budaya merupakan faktor utama kenapa kearifan lokalnya idak
mendapat perhaian dalam pembangunan. Masih ada orang yang menganggap bahwa tradisi budaya idak relevan dengan
kehidupan modern sekarang ini, padahal negara atau bangsa yang berhasil membangun kesejahteraan rakyatnya adalah bangsa yang
membangun berbasis budayanya. Sekarang ini, Cina dan Jepang masing-masing negara pertama dan keiga tersejahtera terkaya
peringkat dunia dan kedua negara ini membangun dengan
berbasis pada budaya rakyatnya. Sering sekali pembangunan bangsa kita dikaitkan dengan pencarian “untung” proit, bukan
pencarian “manfaat” beneit, padahal meskipun segala-galanya memerlukan uang, idaklah uang segala-galanya. Kebudayaan dan
kearifan lokalnya memang idak langsung memberikan untung secara ekonomis, tetapi secara perlahan-lahan kearifan lokal
sebagai warisan masa lalu itu akan memberikan manfaat untuk peningkatan kesejahteraan dan pembentukan kedamaian rakyat
melalui karakter yang kuat generasi mudanya.
Local genius, indigenious knowledge atau local wisdom dapat digali secara ilmiah dari produk kultural dengan interpretasiyang
mendalam. Sebagai produk kultural, tradisi budaya seperi folklor mengandung berbagai hal yang menyangkut hidup dan kehidupan
komunitas pemiliknya, misalnya sistem nilai, kepercayaan dan agama, kaidah-kaidah sosial, etos kerja, bahkan cara bagaimana
dinamika sosial itu berlangsung Pudenia, 2003:1. Dengan kata lain, tradisi folklorsebagai warisan leluhur mengandung
kearifan lokal local wisdom yang dapat dimanfaatkan dalam pemberdayaan masyarakat untuk membentuk kedamaian dan
meningkatkan kesejahteraan. Kearifan lokal dalam tradisi budaya seperi folklor terbagi atas
kearifan lokal yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan dan yang bertujuan untuk menciptakan kedamaian. Kearifan lokal
untuk kesejahteraan itu antara lain 1 kerja keras, 2 disiplin, 3 pendidikan, 4 kesehatan, 5 gotong royong, 6 pengelolaan
gender,7pelestarian dan kreaivitas budaya, 8 peduli lingkungan, sedangkan kearifan lokal untuk kedamaian antara lain
1 kesopansantunan, 2 kejujuran, 3 keseiakawanan sosial, 4 kerukunan dan penyelesaian konlik, 5 komitmen, 6 pikiran
posiif, dan 7 rasa syukur.
Kearifan lokal sebagai kandungan folklor itu dapat dimanfaatkan untuk pendidikan karakter generasi muda sehingga
karakter itu berbasis budaya bangsa sebagai warisan leluhur. Dengan demikian, diperlukan ancangan kurikulum pendidikan
karakter berbasis budaya yang bahan-bahannya berasal dari folklor.
D. Ancangan Kurikulum Pendidikan Budaya Batak Toba: Pendidikan Karakter Berbasis Budaya