Karakter yang Baik 19. sebagai editor buku berjudul folklor Nusantara Hakekat, Bentuk, dan Fungsi

Tanggung jawab, secara literal berari “kemampuan untuk merespons atau menjawab.” Hal itu berari, tanggung jawab berorientasi terhadap orang lain, memberikan bentuk perhaian, dan secara akif memberikan respons terhadap apa yang mereka inginkan. Tanggung jawab menekankan pada kewajiban posiif untuk saling melindungi satu sama lain. Tanggung jawab merupakan sikap saling membutuhkan, idak mengabaikan orang lain yang sedang dalam keadaan sulit. Kita menolong orang-orang dengan memegang komitmen yang telah kita buat, dan apabila kita idak menolong mereka, arinya kita membuat sebuah kesulitan baru bagi mereka. Sikap tanggung jawab ditekankan pada mengutamakan hal-hal yang hari ini dianggap pening sebagai suatu perbaikan di masa yang akan datang dengan didasari ‘hak-hak’.

F. Karakter yang Baik

Karakter terbentuk dari iga aspek yang saling terkait, yaitu pengetahuan moral, perasaan moral, dan indakan moral. Karakter yang baik terdiri atas mengetahui kebaikan, menginginkan kebaikan, dan melakukan kebaikan – kebiasaan pikiran, kebiasaan hai, dan kebiasaan perbuatan Lickona, 2013:72. Komponen Karakter yang Baik Lickona 2012:16-21 menyatakan ada sepuluh esensi kebajikan untuk membangun karakter yang kuat, yakni: 1 kebijaksanaan wisdom sebagai gurunya kebajikan. Kebijaksanaan adalah penilaian yang baik; 2 keadilan jusice. Keadilan berari menghormai hak-hak semua orang; 3 keberanian foritude. Keberanian memungkinkan kita untuk melakukan apa yang benar dalam menghadapi kesulitan; 4 pengendalian diri yang disebut temperance. Pengendalian diri adalah kemampuan untuk mengatur diri kita sendiri; 5 cinta. Cinta lebih dari sekedar keadilan, melainkan memberikan lebih dari keadilan yang diberikan. Cinta adalah keinginan untuk mengorbankan diri demi kepeningan yang lain; 6 sikap posiif. Kekuatan karakter tentang harapan, antusiasme, leksibilitas, dan rasa humor adalah bagian dari sikap posiif; 7 bekerja keras. Bekerja keras mencakup inisiaif, ketekunan, penetapan tujuan, dan kecerdikan; 8 integritas. Integritas berari mengikui prinsip moral, yaitu seia pada kesadaran moral, menjaga kata-kata, dan berdiri pada apa yang kita percayai. Memiliki integritas adalah menjadi “seluruhnya”, sehingga apa yang kita katakan dan lakukan dalam situasi yang berbeda adalah konsisten daripada saling bertentangan. Integritas adalah mengatakan yang sebenarnya pada diri sendiri; 9 syukur. Seperi cinta, syukur bukanlah perasaan, melainkan indakan kehendak. Syukur sering digambarkan sebagai rahasia dari hidup bahagia; 10 kerendahan hai. Kerendahan hai yang memungkinkan kita untuk mengambil tanggung jawab atas kesalahan dan kegagalan kita bukan menyalahkan orang lain, meminta maaf pada mereka, dan berusaha untuk menebus kesalahan. Sembilan pilar karakter IHF, yaitu: 1 cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya love Allah, trust, reverence, loyalty; 2 kemandirian dan tanggung jawab responsibility, excellence, self reliance, discipline, orderliness ; 3 kejujuranamanah, bijaksana trustworthiness, reliability, honesty; 4 hormat dan santun respect, courtesy, obedience; 5 dermawan, suka menolong, dan gotong royong love, compassion, caring, empathy, generousity, moderaion, cooperaion; 6 percaya diri, kreaif, dan pekerja keras conidence, asseriveness, creaivity, resourcefulness, courage, determinaion, and enthusiasm; 7 kepemimpinan dan keadilan jusice, fainess, mercy, leadhership; 8 baik dan rendah hai kindness, friendliness, humility, modesty; 9 toleransi, kedamaian, dan kesatuan tolerance, lexibility, peacefulness, unity Megawangi, 2004.

I. Pendidikan Karakter

Yang dimaksud dengan pendidikan karakter adalah suatu payung isilah yang menjelaskan berbagai aspek pengajaran dan pembelajaran bagi perkembangan personal. Beberapa area di bawah payung ini melipui “penalaran moralpengembangan kogniif”; “pembelajaran sosial dan emosional”, “pendidikan kebajikan moral”; “pendidikan keterampilan hidup”, “pendidikan kesehatan”; “pencegahan kekerasan”, “resolusi konlik”, dan “ilsafat eikmoral” Laif, 2009:82. Seperi diiindikasikan oleh ragam isilah yang berkaitan dengan itu, pendidikan karakter bersifat luas dalam cakupan dan sulit untuk dideinisikan secara tepat. Pendidikan karakter menggarap pelbagai aspek dari pendidikan moral, pendidikan kewargaan, dan pengembangan karakter. Sifatnya yang muli-faceted membuatnya menjadi konsep yang sulit untuk diberikan di sekolah. Seiap komponen memberikan perbedaan tekanan tentang apa yang pening dan apa semesinya yang diajarkan. Pendidikan moral meniikberatkan dimensi eis dari individu dan masyarakat serta memeriksa bagaimana standar- standar kebenaran dan kesalahan dikembangkan. Agama dan ilsafat menyediakan fondasi untuk diskusi-diskusi moral dan perimbangan-perimbangan eis tentang bagaimana restorasi n ilai-nilai kebajikan berlangsung di lingkungan sekolah. Pendidikan kewargaan civic educaion memberikan kesempatan bagi keterlibatan akif dalam proses-proses demokrais yang berlangsung di sekolah dan komunitas. Basis pengetahuannya mencakup prinsip-prinsip dan nilai-nilai demokrasi yang dapat digunakan oleh siswa untuk memeriksa hak- hak sipil dan tanggung jawab mereka serta untuk berparisipasi dalam komunitas lokal demi kebajikan bersama. Watak sipil, karakterisik warga negara yang baik dalam sistem demokrasi diamai dan ditekankan baik dalam pembelajaran di kelas maupun dalam akivitas ekstrakurikuler. Pengembangan karakter adalah suatu pendekatan holisik yang menghubungkan dimensi moral pendidikan dengan ranah sosial dan sipil dari kehidupan siswa. Sikap dan nilai dasar dari masyarakat diideniikasi dan diteguhkan di sekolah dan komunitas. Pendidikan bersifat sarat nilai, karena masyarakat menentukan apa-apa yang akan dan idak akan diteladani. Moral ditangkap caught bukan diajarkan taught dan kehidupan di ruang kelas jumbuh dengan makna moral yang membentuk karakter siswa dan perkembangan moral Ryan, 1996:75. Dalam pendidikan karakter, komunitas sekolah mengideniikasi nilai-nilai ini sekolah dan pekerjaan untuk mendidik dan meneguhkan nilai-nilai bersama dalam kehidupan siswa. Konsensus mesi dicapai untuk mengembangkan visi bersama tentang sifat-sifat karakter yang harus dipelihara. Sifat- sifat karakter ini harus merembesi lingkungan belajar siswa, baik dalam kelas, jalan masuk, gimnasium, kafetaria, lapangan olah raga, dan tempat-tempat lainnya. Sifat-sifat karakter merupakan bagian dari tatanan komunitas secara keseluruhan dan stakeholders menyusun model dari perilaku yang diharapkan. Pendidikan karakter harus bersifat muli level dan muli channel karena idak mungkin hanya dilaksanakan oleh sekolah. Pembentukan karakter perlu keteladanan, perilaku nyata dalam seing kehidupan otenik dan idak bisa dibangun secara instan. Oleh karena itu pendidikan karakter harus menjadi sebuah gerakan moral yang bersifat holisik, melibatkan berbagai pihak dan jalur, dan berlangsung dalam seing kehidupan alamiah. Namun yang harus dihindari jangan sampai tersesat menjadi gerakan dan ajang poliik yang pada akhirnya hanya akan membentuk perilaku- perilaku formalisik-pragmais yang berorientasi kepada azas manfaat sesaat, yang justru akan semakin merusak karakter dan martabat bangsa Kartadinata, 2012:xii.

G. Penutup