anak kerbau sebagai lukisan orang yang bodoh, Suweng sebagai metaphor dari kemampuan menerima informasi, dst.
Tembang dolanan anak sebagai wacana puiik masuk dalam genre sastra puisi niraksara dan beraksara.Menarik, di dalam
syair tembang yang sederhana itu ternyata bersalut begitu banyak rekaman sejarah, pengetahuan, dan beraneka kesenangan.Tembang
dolanan anak idak saja melaih kogniif anak, namun juga afekif dan psikomotorik anak melalui permainan anak seperi gatheng,
dakon, macanan, sumbar-suru, sumbar-manuk, sumbar-dulit, kubuk, adu-kecik, adu-miri, nekeran, jirak, dekepan,dan jethungan.
C. Tembang Dolanan Anak sebagai Simbolik Ajaran
Tembang dolanan sesungguhnya merupakan karya seni-sastra yang tercipta dengan berbagai macam tujuan sesuai konteksnya.
Makna, tujuan, ataupun fungsi tembang dolanan dapat diilik dari perspekif sejarah munculnya, bahasa dan sastranya, nilai ajaran
dan ilosoinya, serta konteks budaya yang melatarbelakanginya. Bagaimana mungkin ini terjadi, padahal di dalam tembang
idakmemiliki kelengkapan langsung yang jelas sebagai bentuk ajaran?Begini, ketaklengkapan, keterbatasan, ketaklangsungan,
bahkan keserbatakpasian tembang dolanan, justru menjadi unique capacity untuk membentuk “dunia sendiri” yaitu ajaran
melalui dunia simbol.
Dunia simbolik dimaksud memiliki sifat dasar, yaitu idak langsung, tertunda, dan metaforis. Jika kita dalami, bukankah
sama dengan sifat manusia animal symbolicum mengenal
dunianya?Ininya, ajaran dalam tembang dolanan bersifat simbolis.Hal mana impresi eksternal ditransformasi menjadi
ekspresi internal. Kebodohan dan kemalasan wujud dalam diri Sang Menthok yang digambarkan ngisin-isini
‘memalukan’, suka idur enak-enak ngorokdan malas bekerja ora nyambut
gawe. Deskripsi sifat bodoh dan malas yang membingungkan dan sulit dimengeri dirubah menjadi simbol-simbol mudah,
lebih menyentuh dan akrab dengan dunia anak-anak.Maknanya, tembang dolanan menjadi sarana ariisial untuk mengarikulasikan
kehidupan yang membingungkan dan asing, menyubimasi stress menjadi sesuatu yang “riil”dan melekatke dalam diri anak.
Dan, dalam perjalanannya akan mendapat pembenaran dari pengalamannya sendiri. Ini berbeda dengan sistem pendidikan
formal.
Bentuk ajaran dalam tembang dolanan diungkapkan secara simbolis.Banyaknya macam, peruntukan, dan perwujudannya
menunjukkan bahwa tembang dolanan idak sekedar berfungsi untuk menghibur, namun juga mengasah kemampuan
intelektualitas, perasaan dan emosi, serta kemampuan isik dan kerja manipulaif anak Koestler, 1967.
WI GEMBILI
5__. 3 4
5__. 3 4
5__. 0 3__. 2
Wi gem
bi Li
gem Bo
lo kim
pul 2
3 4
3__. 5 4
3 2
A na
ben Dhe
A Na
tam bur
3 5
1__. 2 3
2 2
Tam bur
e Tu
wan Ji
dur 5
5__. 5 3
4 2
Ho dur
ho Dur
A gleng
2 3
5 1
2 3
2 2
Ang ga
ya Ya
num Bak
ce leng
4 3
5 1
2 3
2 2
Ke ris
beng Kong tum
Bak beng
kong 2
3 5
1 2
3 2
2 Ang
ga ya
Ya Di
Te li
kung 2
2__. __. 2
2__. __. 2
4__2 0 Ci
yet Ci
yet ci
Yet 2
3 5
1 2
3 2
2 Ang
ga ya
Ya Di
Be ben
Yet
Tembang Wi Gembili populer pada era 1920-1960an.
Sekilas tembang ini tampak layaknya tembang jenaka. Namun sesungguhnya tembang ini tak lepas dari adanya sindiran kepada
para pribumi Jawa Gembili yang suka bergaya dengan kedudukan yang diberikan oleh Belanda Tuan Jidur.Semua persenjataan, ipu
daya, dan itnah penjajah tumbak dankeris idak mampu melukai dan mengalahkan
bengkong ‘bengkok’ bangsa Jawa Celeng, babi hutan yang dihinakan dan terjajah. Amanat tembang tersamarkan
dalam kejenakaan.
D. Tembang sebagai Wacana Komunikasi