Masyarakat Baduy mempunyai kearifan lingkungan yang

patokan-patokan ingkah laku yang dibuat oleh masyarakat yang bersangkutan berdasarkan rasa keadilan dan rasa kepatutan yang hidup dalam masyarakat yang bersangkutan.

7. Masyarakat Baduy mempunyai kearifan lingkungan yang

mendasari miigasi bencana dalam bentuk pikukuh ketentuan adat pokok yang mengajarkan antara lain: gunung teu meunang dilebur, lebak teu meunang dirusak gunung idak boleh dihancurkan, sumber air idak boleh dirusak. Sistem pertanian yang digunakan oleh masyarakat tradisional atau petani tradisional adalah sistem pertanian yang didasarkan pada pengamatan selama bertahun-tahun terhadap lingkungan masyarakat dan lingkungan alam sekitarnya. Masyarakat tradisional memiliki berbagai pengetahuan untuk mempertahankan hidup termasuk pengetahuan bercocok tanam dan seiap jenis tanaman. Berdasarkan hasil pengamatan, seiap jenis tanaman memiliki kegunaan untuk bermacam-macam kepeningan sehingga dalam seiap varietas terkandung berbagai macam pengetahuan Hardiyoko dan Saryoto, 2005:200. Lebih lanjut, Hardiyoko dan Saryoto 2005:201 menyatakan masyarakat tradisional dan petani membudidayakan varietas lokal karena seiap jenis mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Misalnya di tanah Toraja, Sulawesi Selatan, seiap padi mempunyai fungsi dan kegunaan yang berbeda. Semisal padi lotong adalah padi yang digunakan untuk menjamu tamu agung, jadi idak dijual ke pasar. Padi ini hanya dimasak dan disajikan jika seseorang menjamu tamu agung yang berkunjung. Padi kasale adalah padi yang digunakan untuk persembahan dalam upacara-upacara tradisional, sedangkan padi yang untuk dijual adalah padi bau. Menurut adat Toraja padi lotong idak dijual di pasar karena padi tersebut digunakan untuk menjamu tamu agung. Fenomena tersebut membukikan bahwa seiap varietas mengandung berbagai pengetahuan, yang di antaranya, melipui: pola tanam, pemupukan, pengendalian hama, seleksi benih, dan teknik penyimpanannya. Susan 2012:13 menyatakan masyarakat Indonesia yang disusun oleh perbedaan etnis, agama, keyakinan, dan golongan melalui konteks sosio historis, sesungguhnya telah membangun mekanisme resolusi konlik damai. 1. Masyarakat Ambon memiliki mekanisme pela gandong. Pela adalah suatu sistem hubungan sosial yang dikenal dalam masyarakat Maluku berupa suatu perjanjian hubungan antara satu negeri kampung atau desa dengan negeri lainnya Bahasa Ambon: Tapele Tanjong. Biasanya satu negeri memiliki paling idak satu atau dua pela yang berbeda jenisnya. Pada dasarnya dikenal iga jenis Pela, yaitu: 1 Pela Karas Keras, 2 Pela Gandong Kandung atau Bongso Bungsu, dan 3 Pela Tampa Sirih Tempat sirih. Gandong adalah rahim dan pangku, suatu pusat dan awal dari segala sesuatu yang hidup. 2. Masyarakat Dayak di Kalimantan Barat memiliki basaru sumangat . Adalah ritual doa yang diadakan untuk mengembalikan roh perang dan memanggil semangat pulang, dilakukan bila perang sudah berakhir dengan pembayaran adat pai’ nyawa dari pihak musuh. Dengan demikian, dalam konsep dasar agama suku Dayak Kanayatn, antara lain: Jubata sebagai “yang teringgi” yang menentukan segalanya dan berada di latar belakang kehidupan semesta. Jubata adalah esa atau “nange”. 3. Masyarakat Bima, Nusa Tenggara Barat memiliki ndempa pertarungan antarjawara usai masa panen iba. Budaya ini teralienasi dan seakan perang hari ini sebagai sebuah permainan saja. 4. Masyarakat Aceh memiliki acara tepung tawar. Perkataan Tepung Tawar berasal dari dua perkataan, yaitu “Tempung dan Tawar Tampung Tawar ” yang bermakna Tampung tangan untuk menerima penawar atau obat. Upacara kebiasaan bagi puak Melayu dalam berbagai upacara. Berbagai lembaga mekanisme resolusi konlik yang berbeda- beda tersebut hadir dan terbangun melalui kontkes sosio- historis yang berbeda. Walaupun demikian memiliki fungsi mengintegrasikan masyarakat dalam sistem sosial yang damai.

C. Etiket, Moralitas, dan Budi Pekerti dalam Budaya Jawa