Anak yang membagikan Sega atau Iwak tadi bertanya kepada anak di sampingnya yang habis saja digandeng. “Kowe dibanda nyolong
apa ?”
• Nyolong keris. : saiki kerise endi ?
• Wis takgadhekake. : endi dhuwite ?
• Wis taknggo nempur. : endi berase ?
• Wis takliwet. : endi segane ?
• Wis takpangan. Seiap anak akan ditanya seperi itu satu persatu dengan jawaban
yang lain-lain. Hingga sampai yang memegang iang semua membentuk lingkaran mengelilingi anak pemegang iang. Anak
pemegang iang menyanyi: “Dha ngobongi klasa Bangka, dha ngobongi klasa Bangka” Tiba-iba kerumunan buyar bagai lebah.
Anak pemegang iang mengejar, dan mejaga iang agar temannya idak memegang. Siapa yang kepegang penjaga iang, penjaga akan
menjerit “kecekel kecekel” dan bagi anak yang berhasil memegang iang, idak boleh dipegang oleh penjaganya.
E. Tembang Dolanan sebagai Wacana Estetis
Keberadaan tembang dolanan anak idak terlepas dari fungsinya sebagai hiburan bagi anak-anak.Selain memberi rasa
senang, tembang dolanan anak memiliki bentuk, makna, dan fungsi yang sarat dengan warna esteika tradisional. Konsep dasar
yang diusung oleh tembang dolanan anak adalah konsep rukun, gembira, seni, daya dinayan
‘saling memberi kekuatan dan membantu’ antarpeserta dan lingkungan, dan konsep hiburan
Wahyu, dkk.,1994. Semua itu menjadi idenitas esteistembang dolanan Palgunadi, 2002.Karenanya, tembang dolanan lebih
bersifat universal, kecuali pada pemakaian bahasa yang mengenal dialek. Walaupun begitu ii laras tembang tetap menunjukkan
notasi yang hampir sama.
Sebagai wacana esteis, tembang dolanan memiliki watak yang berbeda-beda. Karakter yang dikandung di dalam sebuah lagu
atau tembang merupakan sistem dan norma yang dapat lacak dan dihayai dengan menggunakan medium bahasa. Watak di dalam
tembang dolanan anak terkait erat dengan sifat dan ciri tradisi setempat Amir, 1999 di mana tembang itu di lahirkan. Tembang
dolanan anak secara umum memiliki watak atau karakter, yaitu: 1. Memiliki wilayah sebaran dan jangkauan esteika yang idak
terbatas pada kultur yang mendukungnya. 2. Eksistensi dan perkembangan esteika tembang dolanan
anak berkait dengan dinamika masyarakat pemilik dan pemeliharanya.
3. Tembang dolanan anak merupakan bagian dari kosmos kehidupan yang bulat.
4. Tembang dolanan anak sebagian besar hampir seluruhnya adalah anonym, bukan dicipta oleh seseorang namun oleh
sebuah kolekif pendukungnya. 5. Tembang dolanan anak merupakan releksi esteis kehidupan
masyarakat yang bulat dan utuh dan merupakan bentuk seni uilitas bagi masyarakatnya bandingkan dengan Sahid, 2013.
F. Epilog
Wacana tembang dolanan anak berdasarkan sifat dan pelaksanaannya memiliki fungsi utama sebagai hiburan dan
karenanyalah menghadirkan suasana bahagia dan riang gembira Yulianeta, 2009. Menegakkan kembali eksistensi tembang
dolanan anak berari, pertama, “menanamkan rasa cinta budaya sendiri” di tengah kehidupan anak-anak melalui bahasa sebagai
mediumnya. Bahasa adalah perekam peradaban manusia, situasi dan perisiwa, serta media yang paling tepat untuk mengajarkan
sebuah pranata dan peradaban, baik secara sinkronis maupun diakronis.Pengenalan tembang dolanan anak dengan medium
bahasa Jawa merupakan strategi atau teknik transfer of knowledge berkait dengan pengetahuan, rasa cinta dan memiliki, selanjutnya
menimbulkan efek mempertahankan eksistensi budaya Jawa. Nilai budi yang halus dan kederhanaan akan tumbuh dalam kesadaran
anak-anak, menembus kesadaran, pengalaman, perasaan, dan bawah sadar anak-anak dalam bungkus seni yang mudah dan
dinamis Sahid, 2013.
Kedua , “melaih kemampuan psikomotorik anak” melalui
sajian gerak gerak permainan tertentu yang menuntut mental dan ketangkasan, kejelian dan kecerdikan anak-anak.Pengaruh
dari permainan anak tersebut dapat mengembangkan syaraf
psikomotorik anak sehingga mendorong terbentuknya tubuh dan jiwa yang sehat. Keiga, “melaih kecerdasan dan kecerdikan”.
Tembang dolanan anak sebenarnya adalah bagian dari tradisi lisan yang menuntut dan melaih kecerdasan dan kecerdikan anak.
Anak-anak dituntut sabar menunggu, mengambil inisiaif, dan menentukan jalan keluar agar menang.
Keempat , “menanamkan rasa persatuan dan keseiakawanan
sosial”.Tembang dolanan dan permainan anak Jawa seringkali dilakukan di tanah lapang sehingga anak-anak dari berbagai dukuh
atau desa dapat bergabung sekaligus.Hal itu mengakibatkan saling kenal antaranak. Saling tahu nama dan alamatnya. Kemudian
saling membuat janji untuk waktu permainan berikutnya. Semua itu melukiskan indahnya persatuan karena tumbuhnya
keseiakawanan dari dalam tembang internaldan permainan anak, maupun dampak posiif dari tembang atau dolanan itu
eksternal.
Kelima , “memupuk semangat sporivitas dan disiplin”.Seiap
Tiap anak yang menyanyikan tembang dolanan terikat dan tunduk dengan metrum
notasi tembang, mengikui tata cara permainan, dan memiliki semangat kebersamaan. Anak yang idak mengikui
aturan permaian akan mendapat sebutan nakalan nakal. Nilai terselubung yang hendak disampaikan adalah semangat
sporivitas.Mengikui kapan harus berjaga dan kapan harus bersebunyi; kapan menari, dan kapan semua diam.
Belumlah puas rasanya mengakhiri tulisan sederhana ini karena masih banyak yang perlu diungkap dan disajikan.
Sudah waktunya kita kembali menghadirkan kebahagiaan pada dunia anak-anak, harus ada ruang yang cukup untuk eksplorasi
kesenangan dan kegembiraan bagi anak-anak.Tembang dolanan anak memberikan moment
bahagia kepada anak sehingga terjadi keseimbangan antara isik, psikis, social, dan religius dalam diri
anak-anak kita.
200
Bagian Sembilan
KEARIFAN LOKAL DALAM TRADISI LISAN NUSANTARA Penggalian Nilai-nilai Kebhinekaan untuk Indonesia Masa
Kini dan Masa Depan
Oleh Prof. Dr. Setya Yuwana Sudikan, M.A. Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya
A. Pendahuluan