itu dapat menjadi benar-benar laki-laki. Dalam masyarakat Dawan, perlakukan sosial-budaya terhadap
anak-anak yang belum disunat berbeda dengan anak-anak yang telah disunat. Anak-anak yang belum disunat dipandang sebelah
mata, baik dari kaum pria maupun kaum wanita. Sindiran-sindiran seringkali harus mereka terima. Sebaliknya mereka yang telah
disunat dipandang sebagai laki-laki ‘meo’, laki-laki perkasa yang siap menikah. Mereka lebih dihargai dan dipandang sebagai orang
dewasa. Ritus sunat dan sifon pun memiliki fungsi sosial-budaya sebagai sebuah indakan presisius
3. Fungsi Seksualitas Maskulinitas
Studi lapangan membukikan bahwa fungsi seksualitas khususnya maskulinitas merupakan fungsi yang hampir-hampir
mutlak dalam kesadaran historis masyarakat Dawan saat ini. Sunat dan sifon dipercaya memiliki fungsi membuat daya tahan
penetrasi pria dalam hubungan seksual lebih lama. Hal ini akan
berpengaruh pula terhadap kenikmatan seksual yang dirasakan pihak istri. Inilah sebabnya banyak perempuan Dawan yang
menolak lamaran seorang pria jika sang pria belum melaksanakan sunat dan sifon. Dengan terus terang mereka menyindir sang pria
yang belum disunat itu sebagai “orang yang masih pakai topi”, “orang yang badannya bau”, dan bahwa mereka “idak mau makan
pisang dengan kulitnya”.
Oleh karena sunat bagi orang Dawan dilaksanakan bagi laki-laki dewasa, salah satu fungsi sunat adalah mempersiapkan
laki-laki purba untuk melakukan coitus hubungan seks. Kulup yang menutupi ujung penis membuat penis menjadi sensiive
sehingga pria mudah ejakulasi. Dalam masyarakat tropis, seperi
diungkapkan Weiss 1966: 73-74, kulup yang idak disunat mengandung berbagai
Secara khusus indakan ritual ‘sifon’ dipandang juga sebagai sarana pendidikan seks bagi anak-anak muda. Perempuan
pasangan sifon biasanya orang yang sudah sering melakukan hubungan seks sehingga berpengalaman dalam memberikan
kepuasan seks kepada anak-anak ini. Dalam masyarakat lama, sifon benar-benar merupakan pengalaman seks pertama bagi
anak-anak laki-laki.
4. Fungsi Kesehatan
Sunat atau pembuangan kulit kulup pada penis dalam masyarakat Dawan juga dipandang sebagai sebuah indakan
medis. Dalam masyarakat Dawan, terdapat anggapan dan kepercayaan yang sangat kuat bahwa kulit kulup menyimpan
kotoran-kotoran puih dan berbau, yang potensial membawa penyakit bagi laki-laki itu sendiri, istrinya, dan anak-anak yang
bakal dilahirkannya. Ada keyakinan bahwa orang yang belum disunat akan menularkan penyakitnya kepada istri dan anak-
anaknya. Kulit orang yang idak disunat akan terlihat bersisik dan berbau, dan gejala-gejala ini pun akan ditularkannya kepada
istri dan anak-anaknya. Karena itulah perempuan Dawan enggan menikah dengan laki-laki yang belum disunat.
Dalam rangka fungsi kesehatan ini perlu diberi catatan bahwa perempuan pasangan sifon justru ‘dipercaya’ akan mendapat
‘hawa panas’ berupa penyakit kelamin dan penyakit kuning. Hampir semua perempuan yang pernah menjadi pasangan sifon
menderita penyakit kelamin lihat Utari, 2008. Beberapa kesaksian menunjukkan betapa mengenaskannya nasib perempuan
pasangan sifon yang sama sekali idak mendapat perhaian sesamanya, termasuk dari laki-laki yang pernah dilayaninya dan
mendapatkan kesehatan dan keperkasaan darinya Anonim, 2007. Oleh karena itu, fungsi ini pun terlihat kontradikif. Ada harga yang
harus dibayar oleh segolongan kaum wanita untuk kepeningan laki-laki yang ingin memperoleh kejantanan dan kesehatan.
Sebagaimana dikemukakan dalam kajian pustaka di atas, fungsi kesehatan sunat merupakan sebuah hasil perkembangan
baru dalam abad ke-19, keika ilmu kedokteran mulai berkembang. Fungsi kesehatan tentu bukanlah sebuah fungsi arkhais dari
pelaksanaan sunat dan sifon.
F. Penutup