Pada makanan tradisional yang berbentuk kudapan tampak dominasi penggunaan tepung beras, tepung terigu, tepung
tapioka, beras puih, beras ketan, dan kelapa. Hal ini dapat dikatakan sebagai penanda bahwa nenek moyang dulu adalad
masyarakat agraris yang mempunyai hasil panen berlimpah. Oleh karena itu mesyarakat berkesempatan untuk membuat resep-
resep makanan kudapan yang berbahan dasar dari makanan pokoknya. Apabila makanan pokok idak mencukupi mustahil
masyarakat mampu membuat varian makanan kecil untuk aneka kepeningan.
Adanya pembagian tampilan berdasarkan fungsi makanan tradisional menandakan adanya budaya menghormai alam yang
inggi dari masyarakat, atau adanya sifat hamemayu hayuning bawana pada masyarakat terhadap alam semesta. Demikian
pula adanya perpaduan bumbu dan bahan serta perimbangan resep untuk makanan tradisional kudapan menunjukkan adanya
kreaiitas dan kecerdikan serta esteika dari leluhur.
Sebagai folklor, peneliian tentang asal usul makanan tradisional menurut daerahnya tentu membutuhkan pendekatan
dan teori tersendiri mengingat penyebarannya yang sangat cepat.
E. Penutup
Makanan tradisional sebagai bagian dari folklor mempunyai spesiikasi terkait dengan pemerolehan makanan tersebut. Di
samping itu terdapat spesiikasi makanan tradisional berdasarkan fungsinya, yaitu makanan tradisional yang berupa masakan
yang dimakan, untuk sesaji, dan untuk pesta, serta kesempatan khusus. Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa dalam makanan
tradisional terdapat informasi keberadaan, dan posisi budaya masyarakat penghasil makanan tradisional tersebut.
Keberadaan masyarakat Jawa masa lalu adalah masyarakat yang sudah mempunyai budaya yang sangat inggi. Termasuk di
dalamnya adalah adanya kreaiitas dan kecerdasan. Masyarakat Jawa pada masa lalu telah mengolah tanah dengan sangat hai-
hai.
149
Bagian Tujuh
SUNAT RITUAL, RELIGIOSITAS, DAN IDENTITAS KULTURAL ORANG DAWAN DI NTT
1 Oleh Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum.
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
A. Pengantar
Tradisi sunat male circumcision dalam masyarakat Dawan yang telah diprakikkan berabad-abad lamanya memiliki
karakterisik yang unik, terutama dengan pelaksanaan hubungan seks wajib pasca sunat yang disebut sifon. Sunat dilaksanakan di
sungai atau kali yang airnya mengalir, dan sifon dilaksanakan di kebun atau di alam terbuka. Masing-masing pilihan itu mengandung
makna tersendiri yang menarik untuk ditelaah. Studi ini mencoba menelusuri tradisi sunat dan sifon itu. Akan diperhaikan
makna dan fungsi tradisi ini beserta latar belakang mitologis dan pergeserannya dalam masyarakat Dawan. Bagaimanapun,
tradisi yang sangat pervasif ini telah ikut membentuk peradaban masyarakat Dawan dan menjadi bagian dari idenitas kultural dan
1
Tulisan ini didasarkan pada hasil peneliian lapangan yang dibiayai melalui beasiswa Hibah Bersaing Perguruan Tinggi TA 20072008 DP2M Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdiknas, Nomor: 161SP2HPPDP2M1112008, tanggal 6 Maret 2008. Ucapan terima kasih disampaikan kepada DP2M Diki
dan Drs. Anton Berkanis, M.Hum. Rektor Universitas Timor di Kefa yang telah memfasilitasi studi lapangan tersebut.
ekspresi religiositas masyarakatnya. Tradisi sunat sudah dikenal sebagai sebuah proses operasi
pemotongan kulup penis yang tertua dan diterima dalam berbagai adat sosial-budaya dan agama dalam banyak komunitas di berbagai
belahan dunia. Topik mengenai tradisi sunat sudah menjadi sebuah isu akademis scholarly discussion
yang mendapat perhaian yang luas. Tahun 1994, tema ini dibahas dalam Internaional Conference
on Populaion and Development di Kairo, Mesir, yang menghasilkan sebuah program aksi yang terutama bertujuan meningkatkan
kesehatan reproduksi wanita. Laki-laki disebut dalam dokumen tersebut karena mereka bertanggung jawab untuk mendukung
kesehatan reproduksi dan seksual pasangannya, dan diharapkan dapat menghilangkan kekerasan dan indakan-indakan seksual
yang berbahaya Hull dan Budiharsana, 2001: 60. Dalam pengamatan Hull dan Budiharsana, fokus pada laki-laki itu belum
berhasil mengideniikasi dan meningkatkan masalah kesehatan reproduksi laki-laki sendiri, termasuk masalah konsep tradisional
seksualitas laki-laki, yang memiliki implikasi terhadap wanita.
Studi ini akan difokuskan pada tradisi sunat laki-laki male circumcision. Dalam tradisi Yahudi, sunat dikenal sebagai sebuah
ritus inisiasi iniiatory rite, yang juga diprakikkan oleh kaum
Muslim sebagai sebuah simbol pemurnian spiritual. Sekalipun asal-usul tradisi sunat ini belum jelas benar, studi-studi akademis
memberikan buki awal yang menunjukkan bahwa pada zaman Mesir kuno, tradisi ini sudah diprakikkan untuk menandai budak
laki-laki. Keika Roma mengambil alih Mesir abad 30 SM, prakik sunat memiliki makna ritual, dan hanya imam yang sudah disunatlah
yang boleh melaksanaan ritus keagamaan tertentu Anonim, 2008.
Money dan Davidson 1983: 289-292 mencatat bahwa tradisi sunat di Amerika Serikat mulai berkembang pesat sejak
abad ke-18. Pada abad-abad sebelumnya, semua pria Amerika idak mengenal sunat. Alasan utama berkembangnya tradisi sunat
di Amerika Serikat adalah tumbuhnya anggapan bahwa semakin banyak anak laki-laki yang melakukan masturbasi. Pada abad
ke-18, masturbasi dianggap sebagai sebuah perbuatan dosa dan dapat menyebabkan penyakit. Sejak saat itu, kebiasaan sunat
bagi anak laki-laki berkembang pesat sampai sekarang. Sunat dipandang dapat mengobai dan mencegah indakan masturbasi.
Kebiasaan sunat ini, pada abad ke-20 diperkuat dengan argumen baru, bahwa sunat dapat mencegah kanker rahim istri.
Di Australia, antara tahun 1890-1920, terjadi semacam revolusi dalam tradisi sunat laki-laki. Jika sebelumnya sunat dilaksanakan
sebagai sebuah indakan serampangan muilaion pracised by savages, ini sunat menjadi simbol kebersihan, kesehatan,
bahkan simbol keperkasaan Acton, 1965. Hasil pelacakan Acton terhadap tradisi sunat di Australia menunjukkan sejarah yang
panjang dan adanya pengaruh agama, sosial, dan kesehatan. Acton menyimpulkan bahwa pelembagaan sunat laki-laki di Australia
sebagai sebuah ‘sunat bayi ruin’ rouine neonatal circumcision merupakan sebuah respons langsung terhadap ketakutan abad
19 terhadap penyakit spermatorrhoea, adanya phobia terhadap masturbasi, dan di Australia dianggap sebagai sebuah tradisi
warisan yang idak terlalu jelas dari Inggris dan Amerika.
Beberapa daerah di Indonesia, Filipina, Thailand, dan Malaysia memiliki sejarah yang panjang dalam hal tradisi sunat,
termasuk memasukan benda-benda tertentu ke dalam penis.
Asal-usul tradisi ini belum jelas benar, tetapi beberapa pengamat yang mengungapan pandangan yang berbeda. Pendapat pertama
mengatakan bahwa tradisi ini diiru dari pedagang Cina yang menjelajah wilayah Asia Tenggara. Pendapat kedua mengatakan
bahwa tradisi ini merupakan inovasi penduduk asli berkaitan dengan pembentukan daya tarik seksual ataupun dengan tujuan
medis maupun spiritual Hull dan Budiharsana, 2001: 61.
Sebagaimana diungkapkan Zoske 1998: 189, masalah sunat dapat menjadi isu medis, moral, psikologis, dan hukum, di
samping isu-isu pening lainnya seperi gender dan ritual religius. Studi ini bermaksud mengkaji dan mempelajari isu-isu tersebut
melalui sebuah studi kasus tradisi sunat dalam masyarakat Dawan di Propinsi NTT. Bagi masyarakat Dawan, tradisi sunat
yang dilaksanakan dalam masyarakat mereka idak hanya sekedar sebuah indakan pelepasan kulup dari penis, tetapi lebih dari itu
memiliki berbagai implikasi yang kompleks, yang sangat menarik untuk dikaji secara akademis.
B. Kerangka Acuan