Penutup Pengantar 19. sebagai editor buku berjudul folklor Nusantara Hakekat, Bentuk, dan Fungsi

Pada makanan tradisional yang berbentuk kudapan tampak dominasi penggunaan tepung beras, tepung terigu, tepung tapioka, beras puih, beras ketan, dan kelapa. Hal ini dapat dikatakan sebagai penanda bahwa nenek moyang dulu adalad masyarakat agraris yang mempunyai hasil panen berlimpah. Oleh karena itu mesyarakat berkesempatan untuk membuat resep- resep makanan kudapan yang berbahan dasar dari makanan pokoknya. Apabila makanan pokok idak mencukupi mustahil masyarakat mampu membuat varian makanan kecil untuk aneka kepeningan. Adanya pembagian tampilan berdasarkan fungsi makanan tradisional menandakan adanya budaya menghormai alam yang inggi dari masyarakat, atau adanya sifat hamemayu hayuning bawana pada masyarakat terhadap alam semesta. Demikian pula adanya perpaduan bumbu dan bahan serta perimbangan resep untuk makanan tradisional kudapan menunjukkan adanya kreaiitas dan kecerdikan serta esteika dari leluhur. Sebagai folklor, peneliian tentang asal usul makanan tradisional menurut daerahnya tentu membutuhkan pendekatan dan teori tersendiri mengingat penyebarannya yang sangat cepat.

E. Penutup

Makanan tradisional sebagai bagian dari folklor mempunyai spesiikasi terkait dengan pemerolehan makanan tersebut. Di samping itu terdapat spesiikasi makanan tradisional berdasarkan fungsinya, yaitu makanan tradisional yang berupa masakan yang dimakan, untuk sesaji, dan untuk pesta, serta kesempatan khusus. Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa dalam makanan tradisional terdapat informasi keberadaan, dan posisi budaya masyarakat penghasil makanan tradisional tersebut. Keberadaan masyarakat Jawa masa lalu adalah masyarakat yang sudah mempunyai budaya yang sangat inggi. Termasuk di dalamnya adalah adanya kreaiitas dan kecerdasan. Masyarakat Jawa pada masa lalu telah mengolah tanah dengan sangat hai- hai. 149 Bagian Tujuh SUNAT RITUAL, RELIGIOSITAS, DAN IDENTITAS KULTURAL ORANG DAWAN DI NTT 1 Oleh Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

A. Pengantar

Tradisi sunat male circumcision dalam masyarakat Dawan yang telah diprakikkan berabad-abad lamanya memiliki karakterisik yang unik, terutama dengan pelaksanaan hubungan seks wajib pasca sunat yang disebut sifon. Sunat dilaksanakan di sungai atau kali yang airnya mengalir, dan sifon dilaksanakan di kebun atau di alam terbuka. Masing-masing pilihan itu mengandung makna tersendiri yang menarik untuk ditelaah. Studi ini mencoba menelusuri tradisi sunat dan sifon itu. Akan diperhaikan makna dan fungsi tradisi ini beserta latar belakang mitologis dan pergeserannya dalam masyarakat Dawan. Bagaimanapun, tradisi yang sangat pervasif ini telah ikut membentuk peradaban masyarakat Dawan dan menjadi bagian dari idenitas kultural dan 1 Tulisan ini didasarkan pada hasil peneliian lapangan yang dibiayai melalui beasiswa Hibah Bersaing Perguruan Tinggi TA 20072008 DP2M Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Depdiknas, Nomor: 161SP2HPPDP2M1112008, tanggal 6 Maret 2008. Ucapan terima kasih disampaikan kepada DP2M Diki dan Drs. Anton Berkanis, M.Hum. Rektor Universitas Timor di Kefa yang telah memfasilitasi studi lapangan tersebut. ekspresi religiositas masyarakatnya. Tradisi sunat sudah dikenal sebagai sebuah proses operasi pemotongan kulup penis yang tertua dan diterima dalam berbagai adat sosial-budaya dan agama dalam banyak komunitas di berbagai belahan dunia. Topik mengenai tradisi sunat sudah menjadi sebuah isu akademis scholarly discussion yang mendapat perhaian yang luas. Tahun 1994, tema ini dibahas dalam Internaional Conference on Populaion and Development di Kairo, Mesir, yang menghasilkan sebuah program aksi yang terutama bertujuan meningkatkan kesehatan reproduksi wanita. Laki-laki disebut dalam dokumen tersebut karena mereka bertanggung jawab untuk mendukung kesehatan reproduksi dan seksual pasangannya, dan diharapkan dapat menghilangkan kekerasan dan indakan-indakan seksual yang berbahaya Hull dan Budiharsana, 2001: 60. Dalam pengamatan Hull dan Budiharsana, fokus pada laki-laki itu belum berhasil mengideniikasi dan meningkatkan masalah kesehatan reproduksi laki-laki sendiri, termasuk masalah konsep tradisional seksualitas laki-laki, yang memiliki implikasi terhadap wanita. Studi ini akan difokuskan pada tradisi sunat laki-laki male circumcision. Dalam tradisi Yahudi, sunat dikenal sebagai sebuah ritus inisiasi iniiatory rite, yang juga diprakikkan oleh kaum Muslim sebagai sebuah simbol pemurnian spiritual. Sekalipun asal-usul tradisi sunat ini belum jelas benar, studi-studi akademis memberikan buki awal yang menunjukkan bahwa pada zaman Mesir kuno, tradisi ini sudah diprakikkan untuk menandai budak laki-laki. Keika Roma mengambil alih Mesir abad 30 SM, prakik sunat memiliki makna ritual, dan hanya imam yang sudah disunatlah yang boleh melaksanaan ritus keagamaan tertentu Anonim, 2008. Money dan Davidson 1983: 289-292 mencatat bahwa tradisi sunat di Amerika Serikat mulai berkembang pesat sejak abad ke-18. Pada abad-abad sebelumnya, semua pria Amerika idak mengenal sunat. Alasan utama berkembangnya tradisi sunat di Amerika Serikat adalah tumbuhnya anggapan bahwa semakin banyak anak laki-laki yang melakukan masturbasi. Pada abad ke-18, masturbasi dianggap sebagai sebuah perbuatan dosa dan dapat menyebabkan penyakit. Sejak saat itu, kebiasaan sunat bagi anak laki-laki berkembang pesat sampai sekarang. Sunat dipandang dapat mengobai dan mencegah indakan masturbasi. Kebiasaan sunat ini, pada abad ke-20 diperkuat dengan argumen baru, bahwa sunat dapat mencegah kanker rahim istri. Di Australia, antara tahun 1890-1920, terjadi semacam revolusi dalam tradisi sunat laki-laki. Jika sebelumnya sunat dilaksanakan sebagai sebuah indakan serampangan muilaion pracised by savages, ini sunat menjadi simbol kebersihan, kesehatan, bahkan simbol keperkasaan Acton, 1965. Hasil pelacakan Acton terhadap tradisi sunat di Australia menunjukkan sejarah yang panjang dan adanya pengaruh agama, sosial, dan kesehatan. Acton menyimpulkan bahwa pelembagaan sunat laki-laki di Australia sebagai sebuah ‘sunat bayi ruin’ rouine neonatal circumcision merupakan sebuah respons langsung terhadap ketakutan abad 19 terhadap penyakit spermatorrhoea, adanya phobia terhadap masturbasi, dan di Australia dianggap sebagai sebuah tradisi warisan yang idak terlalu jelas dari Inggris dan Amerika. Beberapa daerah di Indonesia, Filipina, Thailand, dan Malaysia memiliki sejarah yang panjang dalam hal tradisi sunat, termasuk memasukan benda-benda tertentu ke dalam penis. Asal-usul tradisi ini belum jelas benar, tetapi beberapa pengamat yang mengungapan pandangan yang berbeda. Pendapat pertama mengatakan bahwa tradisi ini diiru dari pedagang Cina yang menjelajah wilayah Asia Tenggara. Pendapat kedua mengatakan bahwa tradisi ini merupakan inovasi penduduk asli berkaitan dengan pembentukan daya tarik seksual ataupun dengan tujuan medis maupun spiritual Hull dan Budiharsana, 2001: 61. Sebagaimana diungkapkan Zoske 1998: 189, masalah sunat dapat menjadi isu medis, moral, psikologis, dan hukum, di samping isu-isu pening lainnya seperi gender dan ritual religius. Studi ini bermaksud mengkaji dan mempelajari isu-isu tersebut melalui sebuah studi kasus tradisi sunat dalam masyarakat Dawan di Propinsi NTT. Bagi masyarakat Dawan, tradisi sunat yang dilaksanakan dalam masyarakat mereka idak hanya sekedar sebuah indakan pelepasan kulup dari penis, tetapi lebih dari itu memiliki berbagai implikasi yang kompleks, yang sangat menarik untuk dikaji secara akademis.

B. Kerangka Acuan