Tembang sebagai Wacana Komunikasi

Ke ris beng Kong tum Bak beng kong 2 3 5 1 2 3 2 2 Ang ga ya Ya Di Te li kung 2 2__. __. 2 2__. __. 2 4__2 0 Ci yet Ci yet ci Yet 2 3 5 1 2 3 2 2 Ang ga ya Ya Di Be ben Yet Tembang Wi Gembili populer pada era 1920-1960an. Sekilas tembang ini tampak layaknya tembang jenaka. Namun sesungguhnya tembang ini tak lepas dari adanya sindiran kepada para pribumi Jawa Gembili yang suka bergaya dengan kedudukan yang diberikan oleh Belanda Tuan Jidur.Semua persenjataan, ipu daya, dan itnah penjajah tumbak dankeris idak mampu melukai dan mengalahkan bengkong ‘bengkok’ bangsa Jawa Celeng, babi hutan yang dihinakan dan terjajah. Amanat tembang tersamarkan dalam kejenakaan.

D. Tembang sebagai Wacana Komunikasi

Tembang dolanan anak pada dasarnya adalah komunikasi melalui media tembang, secara verbal atau non non-verbal melalui gerak-gerik, dan atau isyarat tertentu yang dipahami bersama. Permainan di dalamnya memungkinkan terjadinya komunikasi interaksional para pesertanya. Jika salah satu menyampaikan pesan, maka peserta lainnyaakan menanggapinya memberikan feedback. Suasana interakif yang tercipta kebersamaan menjadi “pesan” tersendiri dan jauh lebih menonjol dari nilai pesan tembang yang disampaikan.Tak jarang terjadi komunikasi model transaksional, manakala terjadi proses negosiasi yang melibatkan dampak dan tanggungjawab peserta komunikasi. Mari kita belajar dari tembang dolanan di bawah ini LEPETAN 1 2 3 . 1 2 3 0 Lepetan lepetan 3 4 5 3 3 1 1 5 . 0 Angudhari anguculi 5 2 2 1 3 2 1 5 . 0 anur kuning aningsei Tembang dolanan lepetan dinyanyikan untuk mengiringi permainan. Tatacaranya adalah: 1. Beberapa anak berbaris dan bergandengan tangan satu dengan yang lain. Masing-masing memegang pergelangan tangan temannya. Anak yang paling ujung berpegangan pada sebuah iang. Semua anak menyanyikan tembang dolanan Lepetan secara bersama-sama. 2. Anak paling ujung masuk menyelinap di antara pegangan tangan kawannya, terus hingga sampai ke anak yang memegang iang. 3. Anak tadi kembali menyelinap kembali pada jalan yang ditempuh tadi. Lalu setelah sampai keujung, ia melepas tangannya dan berjalan kea rah temann-temannya sambil mengatakan “enya sega” kepada teman di sampingnya, “Enya sega ” kepada teman sampingnya lagi hingga pada saat sampai ke anak pemegang iang, dia mengatakan “enyo enthonge” 4. Jika sang anak tadi mengatakan “enyoh iwak”, maka begitu sampai ke anak pemegang iang, ia bilang “Enya balunge” Anak yang membagikan Sega atau Iwak tadi bertanya kepada anak di sampingnya yang habis saja digandeng. “Kowe dibanda nyolong apa ?” • Nyolong keris. : saiki kerise endi ? • Wis takgadhekake. : endi dhuwite ? • Wis taknggo nempur. : endi berase ? • Wis takliwet. : endi segane ? • Wis takpangan. Seiap anak akan ditanya seperi itu satu persatu dengan jawaban yang lain-lain. Hingga sampai yang memegang iang semua membentuk lingkaran mengelilingi anak pemegang iang. Anak pemegang iang menyanyi: “Dha ngobongi klasa Bangka, dha ngobongi klasa Bangka” Tiba-iba kerumunan buyar bagai lebah. Anak pemegang iang mengejar, dan mejaga iang agar temannya idak memegang. Siapa yang kepegang penjaga iang, penjaga akan menjerit “kecekel kecekel” dan bagi anak yang berhasil memegang iang, idak boleh dipegang oleh penjaganya.

E. Tembang Dolanan sebagai Wacana Estetis