formal, pendidikan nonformal, maupun pendidikan informal. Dengan demikian, perlu rancangan kurikulum untuk merumuskan
folklor baik sebagai media pendidikan maupun sebagai sumber
pendidikan. Folklor sebagai media pendidikan mengacu pemanfaatan
bentuk folklor sebagai sebagai sarana mengajarkan pelajaran kepada siswa, sedangkan folklor sebagai sumber pendidikan
mengacu pada pemanfaatan isi folklor sebagai bahan pelajaran kepada siswa.
B. Folklor Sebagai Media Pendidikan
Pendidikan adalah
seluruh usaha
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan karakter yang baik warga
masyarakat terutama generasi muda.Pendidikan merupakan usaha sadar dan sistemais yang bertujuan untuk memanusiakan manusia
dengan memberikan pengetahuan dan keterampilan sehingga akan tercipta manusia seutuhnya. Pendidikan berkenaan dengan
segala kegiatan yang berguna untuk menambah pengetahuan
baik itu
pengetahuan seseorang
maupun pengetahuan
sekelompok orang. Pengetahuan tersebutmemerlukan media sebagai perantara penyampaiannya, yang disebut dengan media
pendidikanagar sampai kepada masyarakat. Kata media berasal dari bahasa Lain medius yang secara
hariah berari ‘penengah’, ‘perantara’, ‘sarana’ atau ‘pengantar’. Perantara, sarana, penengah atau pengantar itu mungkin berupa
benda, perisiwa atau manusia.Arinya, media merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan,
mengasah pikiran, merangsang perasaan, menarik perhaian, dan
membangkitkan kemauan sesorang sehingga terlibat dalam sebuah proses kegiatan.Media adalah alat,cara, perantara atau saranayang
digunakan untuk menyampaikan informasi, sedangkan pendidikan dapat diarikan sebagai suatu proses pembelajaran dan pemberian
pengetahuan, keterampilan,dan karakter melalui pendidik atau pengajar kepada muriddengan menggunakan pranata-pranata
agar tujuan yang ingin dicapai dapat dipenuhi. Pranata-pranata yang dimaksudkan dapat bersifat formal, nonformal atau informal.
Dalam hal ini keluarga dan sekolah merupakan pranata yang paling utama dalam melaksanakan pendidikan seorang individu. Media
pendidikan dapat diarikan sebagai alat atau carayang digunakan oleh pengajar untuk menyampaikan pelajaran kepada siswanya
dalam proses pembelajaran. Media yang digunakan oleh pendidik atau pengajar dalam proses belajar mengajar sangat beraneka
ragam tergantung apa yang diajarkannya. Media berfungsi untuk mempermudah, mengefekikan, bahkan mengeisienkan
penyampaian informasi dalam proses belajar mengajar.Pemilihan media dalam proses mengajar juga harus dicocokkan dengan
materi yang diajarkan. Media sebagai alat bisa berupa gambar, infocus,
OHPatau alat peraga lain, sedangkan media sebagai cara bisa berupa metode atau strategi untuk menyampaikan pelajaran.
Media pendidikan adalah seluruh alat, cara atau perantara yang digunakan oleh seorang tenaga pendidik guru untuk
menyampaikan informasi yang berguna dalam pengembangan pengetahuan peserta didik murid.Media pendidikan menurut
Arsyad 1985 berfungsi untuk membuat 1 penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar, 2 pembelajaran dapat
lebih menarik, 3pembelajaran menjadi lebih interakif dengan
menerapkan teori belajar, 4 waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek, 5 kualitas pembelajaran dapat diingkatkan,
6 proses pembelajaran dapat berlangsung kapanpun dan di manapun diperlukan, 7 sikap posiif siswa terhadap materi
pembelajaran serta proses pembelajaran dapat diingkatkan, 8 peran guru berubah kearah yang posiif.
Peningnya media pendidikan dalam proses pendidikan
dijelaskan pada teori ingkah laku belajar B.F.Skinner. Menurut teori ini, “mendidik adalah mengubah ingkah laku
siswa.”Perubahan ingkah laku yang dimaksudkan harus tertanam pada diri siswa sehingga menjadi adat kebiasaannya. Proses belajar
mengajar dalam pendidikan formal yang dijalankan oleh pranata formal sekolah pada dasarnya adalah proses komunikasi dari
sumber pesan melalui media kepenerima pesan.Salurannya adalah media pendidikan dan penerima pesannya adalah siswa. Pesan
akan dituangkan kedalam simbol-simbol komunikasi. Kemudian, penerima pesan akan menafsirkan simbol komunikasi tersebut.
Dalam penafsiran, terjadi dua hal kemungkinan, yakniberhasil atau gagal. Untuk mengatasi hal ini, peran pemilihan media
pendidikan yang tepat membantu mengatasi masalah gagalnya
penafsiran.Media pendidikan dengan demikian merupakan salah satu alat belajar yang dapat membantu memperjelas penafsiran
dalam menyalurkan pesan sehingga dapat mengatasi gagalnya
penafsiran. Folklor dapat digunakan sebagai media pendidikan untuk
menyampaikan pelajaran kepada murid guna mempermudah proses
belajar-mengajar.Berdasarkan teori
propaganda
folklor,folklor dianggap sebagai media atau pengantar propaganda.
Folklor sebagai sebuah media strategis untuk menyampaikan ide cemerlang dalam seluruh aspek kehidupan. Kapasitas teori
propaganda telah meletakkan folklor sebagai alat, cara atau perantara. Folklor merupakan kenderaan untuk mencapai tujuan
dalam memahami berbagai aspek kehidupan.
Penggunaan folklor sebagai media pendidikan bisa dimanfaatkan dalam berbagai disiplin ilmu, yang tentu saja
pemilihan folklor yang digunakan harus tepat dengan materi pelajaran yang akan disampaikan. Penggunaan folklor banyak
membantu guru supaya murid lebih memahami apa yang
disampaikan oleh guru. Dalam hal ini folklordimanfaatkan sebagai alat bantu yang
dapat mewakili pemberian informasi secara jelas dan menarik dari pembawa pesan guru kepada penerima pesan murid sehingga
tujuan komunikasi pembelajaran dapat tercapai secara maksimal. Fungsi media pendidikan berperan sebagai alat bantu yang dapat
merangsang pikiran, perasaan, perhaian, dan kemauan individu untuk terlibat dalam proses pmbelajaran.
Selain berguna sebagai alat atau cara penyampaian informasi secara lebih mudah untuk dimengeri siswa, penggunaan folklor
sebagai media pendidikan juga berperan sebagai salah satu langkah dalam melestarikan budaya lokal yang ada. Hal ini dirasakan perlu
pada saat sekarang ini karena banyak dari generasi muda bangsa Indonesia yang sudah melupakan budaya yang merupakan warisan
leluhur nenek moyangnya dan kebanggaan idenitasnya.
Dengan membiasakan diri menyampaikan pelajaran melalui media folklor, maka siswa akan mengingat bahwa ada ungkapan
adat atau daerah yang dia idak pernah tahu dan bahkan
mungkin dia idak pernah mendengarnya. Hal ini juga merupakan upaya pelestarian folklor sebagai bagian dari kebudayaan baik
perlindungan, pemanfaatanmaupun pengembangan folklor di masa mendatang. Sebagai contoh penggunaan folklor sebagai
media pendidikan adalah penyampaian atau pengharapan kepada siswa supaya belajar dengan sungguh-sungguh dan mencapainya
dengan tuntas. Hal itu bisa disampaikan guru dengan ungkapan:
Baguru kapadang data, dapek ruso baling kaki,
baguru kapalang aja, nan bak bungo kambang tak jadi.
Setelah mengungkapkan peribahasa tersebut, kemudian guru harus menjelaskan bahwa peribahasa itu merupakan sebuah
peribahasa yang berasal dari sebuah suku yang ada di Indonesia. Supaya mudah diingat, guru mungkin saja bisa bertanya kepada
siswa, dari manakah ungkapan itu berasal atau adakah yang pernah mendengarkan peribahasa tersebut sebelumnya? Apabila
murid menjawab belum pernah, guru sebelum menjelaskan ari peribahasa tersebut, harus menjelaskan terlebih dahulu bahwa
peribahasa tersebut merupakan peribahasa yang berasal dari Minangkabau yang arinya adalah “suatu pengetahuan apabila
seseorang dalam mempelajarinya masih belum tuntas, maka ilmu yang dimilikinya itu kurang bisa dimanfaatkan.” Cara ini
untuk menggugah murid tekun belajar. Demikian juga, peribahasa Melayu “rajin pangkal pandai dan hemat pangkal kaya” merupakan
cara untuk mengajarkan agar si anak selalu belajar supaya pandai dan menghemat supaya ada tabungannya.Setelah mengajarkan
makna dan maksud peribahasa tersebut, guru kemudian
mendemonstrasikan perilaku dan kegiatan belajar dengan tekun. Seorang guru yang hendak menerangkan tentang berbaki
kepada orangtua,sangatlah baik apabila dia mampu mengemas sebuah cerita rakyat dalam bentuk tontonanilm dengan bantuan
teknologi infomasi. Ia kemudian menyuruh siswanya menonton cerita rakyat tersebut. Setelah menonton, murid diminta untuk
menyampaikan hal apa saja yang bisa ia ungkapkan setelah menonton cerita tersebut.
Dengan mampu mengemas sebuah cerita rakyat dan mengajak siswanya menonton sebuah cerita rakyat tersebut,
seorang guru telah menggunakan sebuah folklor dalam menyampaikan informasi atau materi yang ingin disampaikannya
kepada siswanya. Contoh ini bisa digunakan sebagai media dalam pelajaran pendidikan agama atau pelajaran budi pekeri seperi
dalam materi pelajaran “hormat kepada orang tua”.
Guru juga bisa melakukan pementasan drama. Guru menyuruh siswanya membaca cerita rakyat dan membuat skenario sendiri.
Disini bisa dikaitkan dengan materi mengenai interaksi sosial. Siswa membagi peran dan membagi tugas tentang hal-hal yang
diperlukan dalam mementaskan drama ini. Kemudian, guru menjelaskan bahwa siswa tersebut telah melakukan interaksi
sosial dalam kerja sama untuk mementaskan drama tersebut.Hal ini cukup efekif untuk pelajaran sastra dan sosiologi.
Pemanfaatan legenda atau mitos sebagai media pembelajaran sejarah juga sangat pening.Memahami asal-usul suatu tempat
dapat menmanfaatkan berbagai legenda yang hidup dalam folklor suatu kelompok masyarakat.Pembelajaran sejarah yang
diharapkan standar kompetensi agar siswa mampu memahami
prinsip dasar ilmu sejarah. Kompetensi dasar dari pembelajaran ini adalah siswa mampu mendeskripsikan tradisi sejarah dalam
masyarakat Indonesia masa pra- aksara dan masa aksara. Pendekatan materi ini agar siswa mengeri dan memahami bahwa
nenek moyang kita sebelum mengenal tulisan telah memiliki tradisi-tradisi sejarah.
Pembelajaran sosiologi di sekolah juga dapat memanfaatkan folklor sebagai media pendidikannya. Tujuan pembelajaran
sosiologi di sekolah adalah memberikan pengetahuan dasar mengenai konsep dasar sosiologi konsep dasar, gejala, dan
realitas sosial yang melipui interaksi sosial, nilai dan norma sosial, sosialisasi, struktur sosial dan perubahan sosial budaya
agar siswa mampu memahami dan menelaah secara rasional komponen-komponen dari masyarakat sebagai sistem sosial.
Pemanfaatan foklor permainan rakyat, ungkapan tradisional,
dan gelar kebangsawanan sangat berperan sebagai media dalam pembelajaran sosiologi.
Melalui permainan rakyat, secara idak langsung para pemain akan mempelajari pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang
terdapat dalam permainan tersebut.. Karenanya permainan rakyat dapat mengembangkan aspek moral kejujuran, disiplin, dan
tanggung jawab, nilai agama, sosial, bahasa, dan fungsi motorik. Seorang guru sosiologi di Kabupaten Deli Serdang, Sumatra Utara,
telah memanfaatkan permainan rakyat Batak Toba margala untuk pelajaran sosiologi di SMAN-2 Lubuk Pakam.Melalui permainan
ini dapat dijelaskan proses interaksi sosial yang menggambarkan kerjasama dan persaingan. Dia telah merancang kurikulum
materi interaksi sosial dengan menggunakan media permainan
rakyat tersebut. Melalui penayangan permainan ini, siswa akan lebih mudah memahami perbandingan interaksi assosiaif dan
dissosiaif.
Pemakaian ungkapan tradisional sebagai media pendidikan dapat digunakan keika pembelajaran menjelaskan konsep nilai
dan norma sosial budaya dalam bidang pelajaran antropologi. Ungkapan-ungkapan tradisional yang dipilihkemudian ditampilkan
dengan media grais bagan. Siswa diberikan waktu untuk membaca dan menganalisis pesan apa yang ingin disampaikan melalui
ungkapan tradisional tersebut. Melalui contoh-contoh tersebut, siswa diharapkan dapat lebih memahami konsep nilai dan norma
bagi sebuah kelompok dan memahami bahwa nilai bagi sebuah kelompok idak akan sama dengan nilai bagi kelompok lain.
Sebagai contoh, berikut merupakan ungkapan tradisional yang dapat menjelaskan nilai bagi kelompok etnik Batak Toba dari
ungkapan
maranak sapulu pitu, marboru sapulu onomyang berari “memiliki anak laki-laki 17, memiliki anak perempuan
16”.Ungkapan ini mngandung dua pesan, yaitu etnik Batak Toba memiliki prinsip banyak anak sebagai sesuatu yang diharapkan dan
nilai anak laki-laki lebih diharapkan daripada anak perempuan. Pesan yang diungkapkan memperkuat kedudukan anak laki-laki
yang berhak memberikan marga kepada generasinya.
Folklor juga dapat dimanfaatkan untuk pelajaran seni rupa khususnya seni rupa tradisional.Seni ornamen merupakan cabang
senirupa yang mengakar di Indonesia. Kehadirannya sebagai ”pemuas” rasa keindahan manusia di masa sekarang maupun di
masamendatang. Mulai dari zaman prasejarah hingga dewasa ini keberadaan rasa keindahan selalu dibutuhkan dalam kehidupan
manusia. Masing-masing daerah juga mempunyai seni ornamen. Corak dan gayanya berbeda antara etnik yang satu dengan yang
lainnya. Salah satu corak dan gaya seni ornamen yang memiliki ciri khas tertentu adalah seni ornamen gorga
tradisional etnik Batak Toba. Masalah corak dalam ornamen menyangkut pula masalah
idenitas yang merupakan ciri khas ornamen itu. Gorga
Batak adalah ukiran atau pahatan tradisional yang biasanya terdapat di dinding rumah bahagian luar terutama
bagian depan rumah adat Batak Toba. Gorga adalah dekorasi atau hiasan yang dibuat dengan cara memahat kayu papan dan
kemudian mencatnya dengan iga macam warna, yaitu merah- hitam-puih. Paduan keiga warna itu disebut iga bolit. Berikut
ini contoh ornamen tradisional Batak Toba, yang disebut dengan gorga
boras pai“sejenis kadal” dan gorga adop adop “payu dara”
Gambar Boraspati
Gambar Adop Adop dan Boras Pati
Boras pai sejenis mahluk yang menyerupai kadal atau cicak. Lambang boras pai merupakan lambang laki-laki yang berfungsi
sebagai penjaga rumah tangga dari segala bentuk gangguan
maupun ancaman terhadap keluarganya.Lambang ini mendidik masyarakat sebagai lelaki yang bertanggung jawab terhadap
keluarga maupun generasinya dan dia juga harus rajin dan gigih dalam mencari nakah untuk menghidupi keluarganya menuju
kekayaan hamoraon.
Gorga boras pai dikombinasikan dengan adop adop payudara atau susu. Pada zaman dahulu, sebelum masuknya Injil dan
modernitas ke Tanah Batak, angka kemaian bayi dan anak-anak di kampung-kampung sangatlah inggi.Sementara jumlah kuanitas
manusia sangatlah dibutuhkan untuk menopang kehidupan dan
persekutuan, antara lain untuk bertani dan membuka lahan baru, bertahan terhadap serangan musuh dan lain-lain. Sebab itu hagabeon
kesuburan manusia memang sangat dibutuhkan untuk menopang kehidupan.Karena itulah masyarakat Batak sangat merindukan
banyaknya orang mauas di jolma. Hal ini didukung oleh konsep agama Batak yang menganggap kesuburan sebagai berkat Tuhan
yang terpening sebagaimana terlihat begitu banyak perumpamaan umpasa
Batak yang mengharapkan kesuburan tersebut: Bagi orang Batak, pandangan terhadap susu payudara
mempunyai ari khusus. Payudara yang besar dan deras asinya pertanda anaknya sehat dan banyak atau punya keturunan banyak
gabe. Lambang ini merupakan lambang untuk kaum perempuan agar dapat memiliki keturunan yang banyak dan sehat.Para kaum
perempuan bertanggungjawab dan harus mampu merawat serta mengasuh anaknya sehingga menjadi anak yang sehat, pintar, dan
berbudi pekeri sebagai generasi penerus yang bermutu.
Jadi kombinasi boras pai perlambang hamoraon memiliki banyak harta danadop adop payudara, susu adalah perlambang
hagabeon kesuburan, memiliki banyak turunan adalah termasuk cita-cita atau falsafah hidup Batak ditambah hasangapon
kehormatan. Kekayaan idak hanya bersifat material.Keturunan yang banyak serta nasib juga dipandang sebagai kakayaan.Ini
sesuai dengan visi dan tujuan hidup Batak Toba, yakni mencapai hamoraon kekayaan,
hagabeon keturunan, hasangapon kehormatan.Melalui bentuk folklor ornamen arsitektur etnis
Batak Toba ini diharapkan siswa lebih jelas memahami konsep seni rupa tradisional.
Folklor juga dapat dimanfaatkan pada pelajaran PKn Pendidikan Kewarganegaraan karena ada beberapa materi
tentang keluarga, kerja keras, gotong royong, dan juga tenggang rasa dalam mata pelajaran PKn. Dalam menyampaikan materi-materi
ini, banyak legenda, peribahasa,dan perumpamaanyang dapat digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan atau
nilai-nilai yang menjadi tujuan dari materi pendidikan tersebut. Dengan menyertakan bentuk folklorseperi itu diharapkan dapat
mempermudah anak atau siswa untuk menangkap pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Folklor dapat membantu penyampaian pelajaran PKn yang biasanya dianggap sebagai pelajaran yang membosankan
sehingga siswa terkadang bosan untuk mempelajarinya, tetapi dengan bantuan folklor pelajaran itu akan menjadi menarik. Guru
dituntut dapat lebih kreaif dalam menyampaikan materi, salah satunya adalah dengan menyertakan folklor berupa cerita rakyat
atau legenda rakyat yang sesuai dengan materi pelajaran. Dengan demikian, anak didik siswa idak merasa bosan dengan pelajaran
itu dan menambah khasanah pengetahuan mereka tentang folklor.
Legenda, peribahasa, dan perumpaan mengandung banyak ajaran-ajaran moral dan ini dapat menunjang beberapa materi
yang akan diajarkan di kelas dan bimbingan belajar tempat guru bekerja. Biasanya siswa akan senang mendengarkan cerita singkat
sebelum masuk ke dalam materi yang akan dipelajari. Legenda, peribahasa, dan perumpamaan juga dipilih sekaligus mengenalkan
cerita-cerita rakyat yang sudah sangat jarang didengar kepada siswa. Dengan harapan, anak didik naninya dapat lebih mencintai
budaya mereka sendiri melalui cerita rakyat tersebut.
Selain itu, legenda ini juga naninya diharapkan dapat mengubah perilaku anak atau siswa sesuai dengan tujuan dari
pendidikan itu sendiri. Pelajaran PKn di sekolah memang lebih banyak memuat materi tentang moral dan nilai untuk mengubah
perilaku anak ke yang lebih baik. Demikian juga folklor ini sebagai media pendidikan diharapkan dapat menjadi alat untuk mengubah
perilaku anak menjadi lebih baik.
Bagi guru yang kreaif dan memahami budaya, folklor juga dapat dimanfaatkan untuk pengajaran pelajaran lain
seperi biologi, mate-maika, kesenian, dan pelajaran lain. Para penelii folklor bersama para guru bidang studi perlu menggali
pemanfaatan folklor sebagai media pendidikan dan menyusunnya dalam rancangan kurikulum, silabus atau materi pelajaran lainnya
agar para siswa dapat memahami seiap pelajaran dengan efekif dan eisien.
Selain sekolah sebagai pranata sosial, folklor juga berfungsi sebagai media pendidikan dalam
pranata keluarga terutama dalam pendidikan informal.Folklor merupakan instrumen kekuatan sosial
masyarakat untuk pembinaan dan peningkatan pengetahuan
anggota masyarakat yang relevan dengan tuntutan perubahan zaman di samping pewarisan kebudayaan dan internalisasi pada
iap individu.Folklor sebagai media pendidikan dalam pranata keluarga berperan meningkatkan pengetahuan sosial budaya
di masyarakat.Salah satu bagian dari berfolklor yang dapat dimanfaatkan sebagai media pendidikan adalah bercerita rakyat
menuturkan dongeng, legenda, dan mitos.Lewat dongeng, legenda, dan mite, orang mendapat pelajaran tentang kehidupan
sehari-hari.
Perlu juga dirancang buku pedoman semacam kurikulum untuk peningkatan pengetahuan prakis masyarakat dengan media
pendidikanfolklor.Berbagai bentuk folklor bukan lisan merupakan media pendidikan prakis bagi generasi muda seperi pembuatan
kerajinan tangan.
C. Folklor sebagai Sumber Pendidikan