Gambaran Gangguan Makan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Gangguan Makan pada Remaja di Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta Tahun 2013

mengalami anorexia nervosa, dan sekitar 20 remaja memenuhi salah satu kriteria untuk dianggap mengalami anorexia nervosa dan bulimia nervosa. Berdasarkan jawaban pada pertanyaan tentang binge eating pada tabel 5.4 diperoleh hasil bahwa sebanyak 59,2 pernah mengalami episode binge eating. Sedangkan untuk perilaku binge eating yang paling banyak dialami oleh remaja yaitu makan hingga merasa kekenyangan sebesar 73,3. Kriteria untuk menentukan seseorang mengalami binge eating salah satunya dengan melakukan 2 atau lebih perilaku binge eating Stice, et al, 2000 dalam Hapsari, 2009. Pada penelitian ini diketahui bahwa rata-rata remaja melakukan 2 atau lebih perilaku binge eating. Pada tabel 5.5 diketahui bahwa perilaku kompensasi yang paling banyak dilakukan yaitu melewatkan 2 waktu makan berturut-turut 38,3 diikuti dengan melakukan olahraga secara berlebihan 32,5. Menurut Stice, et al 2000 dalam Hapsari 2009, seseorang dikatakan mengalami bulimia nervosa jika frekuensi dari keempat perilaku kompensasi dijumlahkan bernilai 8 atau lebih. Tetapi pada penelitian ini hal tersebut tidak tergambarkan karena peneliti membuatnya hanya menjadi tidak, kadang-kadang dan selalu melakukan perilaku kompensasi tanpa memperhitungkan frekuensinya.

6.3 Faktor Internal

6.3.1 Jenis Kelamin

Ketika memasuki usia remaja, baik remaja laki-laki mapun perempuan akan mengalami pertumbuhan yang pesat. Remaja perempuan akan mengalami peningkatan massa lemak tubuh yang menurutnya akan membuat tubuhnya jauh dari bentuk ideal, sedangkan bagi remaja laki-laki akan mengalami peningkatan lemak tubuh yang tidak jauh berbeda dengan remaja perempuan namun akan lebih puas ketika terjadi peningakatan massa otot mereka. Perbedaan perubahan fisik ini akan menyebabkan remaja cenderung untuk mengidealkan bentuk tubuhnya dengan cara mengontrol berat badannya melalui diet. Gibney, et all 2009 menyatakan bahwa perempuan lebih memberikan perhatiannya terhadap penurunan berat badan dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini sejalan dengan hasil tabulasi silang antara jenis kelamin dengan riwayat diet yakni remaja perempuan lebih banyak 56,6 melakukan diet dibandingkan dengan remaja laki-laki. Berdasarkan hasil analisis univariat diperoleh informasi bahwa remaja laki-laki 55,8 sedikit lebih banyak yang menjadi responden dalam penelitian ini dibandingkan remaja perempuan 44,2. Hal ini disebabkan proporsi siswa di Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta lebih banyak laki-laki. Dalam pengambilan sampel penelitian ini diambil secara acak sehingga jumlah remaja laki-laki yang menjadi responden sedikit lebih banyak dibandingkan remaja perempuan. Hasil tabulasi silang pada tabel 5.17 menunjukkan bahwa remaja laki- laki yang memiliki gangguan makan lebih banyak sebesar 52,5 dibandingkan dengan remaja perempuan sebesar 41,5. Hasil uji Chi-Square menunjukkan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan gangguan makan P value = 0,325. Menurut peneliti, tidak adanya hubungan antara jenis kelamin dengan gangguan makan dikarenakan proporsi antara remaja laki-laki dan perempuan yang ikut dalam penelitian ini hampir sama. Berdasarkan hal tersebut sehingga jumlah remaja laki-laki menjadi lebih banyak yang mengalami gangguan makan dibandingkan perempuan. Dalam penelitian lain menyebutkan ada hubungan antara jenis kelamin dengan gangguan makan dimungkinkan karena proporsi responden perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Selain itu peneliti berpendapat bahwa jumlah remaja laki-laki lebih banyak yang mengalami gangguan makan dibandingkan perempuan menunjukkan bahwa gangguan makan tidak hanya sering dialami oleh perempuan namun tidak menutup kemungkinan laki-laki dapat mengalaminya. Seperti yang dijelaskan oleh Bowman 2000 dalam Syafiq dan Tantiani 20130 menjelaskan bahwa penderita gangguan makan lebih banyak pada perempuan namun beberapa tahun belakangan ini pria penderita gangguan makan mulai mendapatkan perhatian. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan jumlah laki-laki penderita gangguan makan juga mulai banyak. Oleh karena itu perlu adanya kewaspadaan dan perhatian yang lebih mengenai gangguan makan karena tidak hanya remaja perempuan namun remaja laki-laki juga berisiko untuk mengalami gangguan makan. Bagaimanapun juga berdasarkan berbagai penelitian menyebutkan bahwa perempuan lebih banyak yang mengalami gangguan makan.

6.3.2 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang diduga dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam bertindak atau melakukan suatu hal. Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu hasil dari tahu mengenai hal-hal yang berhubungan dengan dampak negatif dari berat badan terlalu rendah akibat berdiet, penggunaan obat pencahar, memuntahkan makanan dengan sengaja setelah makan, dan olahraga yang berlebihan. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa remaja yang memiliki pengetahuan tinggi lebih banyak 55 dibandingkan dengan remaja yang memiliki pengetahuan rendah 45. Berdasarkan hasil tabulasi silang antara pengetahuan dengan gangguan makan dapat diketahui bahwa gangguan makan lebih banyak dialami oleh remaja yang memiliki pengetahuan tinggi yaitu sebesar 53. Sementara itu gangguan makan hanya dialami oleh 40,7 remaja yang memiliki pengetahuan rendah. Hasil uji statistik menunjukkan P value sebesar 0,247 yang artinya tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan gangguan makan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Aini 2009 yang menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan gangguan makan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan yang