mengalami  anorexia  nervosa,  dan  sekitar  20  remaja  memenuhi  salah  satu  kriteria untuk dianggap mengalami anorexia nervosa dan bulimia nervosa.
Berdasarkan  jawaban  pada  pertanyaan  tentang  binge  eating  pada  tabel  5.4 diperoleh  hasil  bahwa  sebanyak  59,2  pernah  mengalami  episode  binge  eating.
Sedangkan untuk perilaku binge eating yang paling banyak dialami oleh remaja yaitu makan  hingga  merasa  kekenyangan  sebesar  73,3.  Kriteria  untuk  menentukan
seseorang  mengalami  binge  eating  salah  satunya  dengan  melakukan  2  atau  lebih perilaku  binge  eating  Stice,  et  al,  2000  dalam  Hapsari,  2009.  Pada  penelitian  ini
diketahui bahwa  rata-rata remaja melakukan 2 atau lebih perilaku binge eating. Pada  tabel  5.5  diketahui  bahwa  perilaku  kompensasi  yang  paling  banyak
dilakukan  yaitu  melewatkan  2  waktu  makan  berturut-turut  38,3  diikuti  dengan melakukan  olahraga  secara  berlebihan  32,5.  Menurut  Stice,  et  al  2000  dalam
Hapsari  2009,  seseorang  dikatakan  mengalami  bulimia  nervosa  jika  frekuensi  dari keempat  perilaku  kompensasi  dijumlahkan  bernilai  8  atau  lebih.  Tetapi  pada
penelitian  ini  hal  tersebut  tidak  tergambarkan  karena  peneliti  membuatnya  hanya menjadi  tidak,  kadang-kadang  dan  selalu  melakukan  perilaku  kompensasi  tanpa
memperhitungkan frekuensinya.
6.3 Faktor Internal
6.3.1 Jenis Kelamin
Ketika memasuki usia remaja, baik remaja laki-laki mapun perempuan akan  mengalami  pertumbuhan  yang  pesat.  Remaja  perempuan  akan
mengalami peningkatan massa lemak tubuh  yang menurutnya akan membuat tubuhnya  jauh  dari  bentuk  ideal,  sedangkan  bagi  remaja  laki-laki  akan
mengalami peningkatan lemak tubuh  yang tidak jauh berbeda dengan remaja perempuan  namun  akan  lebih  puas  ketika  terjadi  peningakatan  massa  otot
mereka.  Perbedaan  perubahan  fisik  ini  akan  menyebabkan  remaja  cenderung untuk mengidealkan bentuk tubuhnya dengan cara mengontrol berat badannya
melalui  diet.  Gibney,  et  all  2009  menyatakan  bahwa  perempuan  lebih memberikan  perhatiannya  terhadap  penurunan  berat  badan  dibandingkan
dengan  laki-laki.  Hal  ini  sejalan  dengan  hasil  tabulasi  silang  antara  jenis kelamin  dengan  riwayat  diet  yakni  remaja  perempuan  lebih  banyak  56,6
melakukan diet dibandingkan dengan remaja laki-laki. Berdasarkan hasil analisis univariat diperoleh informasi bahwa remaja
laki-laki  55,8  sedikit  lebih  banyak  yang  menjadi  responden  dalam penelitian  ini  dibandingkan  remaja  perempuan  44,2.  Hal  ini  disebabkan
proporsi  siswa  di  Madrasah  Aliyah  Pembangunan  UIN  Jakarta  lebih  banyak laki-laki.  Dalam  pengambilan  sampel  penelitian  ini  diambil  secara  acak
sehingga  jumlah  remaja  laki-laki  yang  menjadi  responden  sedikit  lebih banyak dibandingkan remaja perempuan.
Hasil tabulasi silang pada tabel 5.17 menunjukkan bahwa remaja laki- laki  yang  memiliki  gangguan  makan  lebih  banyak  sebesar  52,5
dibandingkan dengan remaja perempuan sebesar 41,5. Hasil uji Chi-Square menunjukkan  tidak  ada  hubungan  antara  jenis  kelamin  dengan  gangguan
makan  P  value  =  0,325.  Menurut  peneliti,  tidak  adanya  hubungan  antara jenis  kelamin  dengan  gangguan  makan  dikarenakan  proporsi  antara  remaja
laki-laki  dan  perempuan  yang  ikut  dalam  penelitian  ini  hampir  sama. Berdasarkan  hal  tersebut  sehingga  jumlah  remaja  laki-laki  menjadi  lebih
banyak  yang  mengalami  gangguan  makan  dibandingkan  perempuan.  Dalam penelitian  lain  menyebutkan  ada  hubungan  antara  jenis  kelamin  dengan
gangguan  makan  dimungkinkan  karena  proporsi  responden  perempuan  lebih banyak dibandingkan laki-laki.
Selain  itu  peneliti  berpendapat  bahwa  jumlah  remaja  laki-laki  lebih banyak  yang  mengalami  gangguan  makan  dibandingkan  perempuan
menunjukkan  bahwa  gangguan  makan  tidak  hanya  sering  dialami  oleh perempuan
namun tidak
menutup kemungkinan
laki-laki dapat
mengalaminya.  Seperti  yang  dijelaskan  oleh  Bowman  2000  dalam  Syafiq dan  Tantiani  20130  menjelaskan  bahwa  penderita  gangguan  makan  lebih
banyak pada perempuan namun beberapa tahun belakangan ini pria penderita gangguan  makan  mulai  mendapatkan  perhatian.  Hal  tersebut  menunjukkan
bahwa  kemungkinan  jumlah  laki-laki  penderita  gangguan  makan  juga  mulai banyak. Oleh karena itu perlu adanya kewaspadaan dan perhatian  yang lebih
mengenai  gangguan  makan  karena  tidak  hanya  remaja  perempuan  namun
remaja  laki-laki  juga  berisiko  untuk  mengalami  gangguan  makan. Bagaimanapun  juga  berdasarkan  berbagai  penelitian  menyebutkan  bahwa
perempuan lebih banyak yang mengalami gangguan makan.
6.3.2 Pengetahuan
Pengetahuan  merupakan  salah  satu  faktor  yang  diduga  dapat mempengaruhi perilaku seseorang dalam bertindak atau melakukan suatu hal.
Pengetahuan  yang  dimaksud  dalam  penelitian  ini  yaitu  hasil  dari  tahu mengenai hal-hal  yang berhubungan dengan dampak negatif dari berat badan
terlalu  rendah  akibat  berdiet,  penggunaan  obat  pencahar,  memuntahkan makanan dengan sengaja setelah makan, dan olahraga  yang berlebihan. Pada
penelitian ini diperoleh hasil bahwa remaja yang memiliki pengetahuan tinggi lebih banyak 55 dibandingkan dengan remaja yang memiliki pengetahuan
rendah 45. Berdasarkan hasil tabulasi silang antara pengetahuan dengan gangguan
makan  dapat  diketahui  bahwa  gangguan  makan  lebih  banyak  dialami  oleh remaja  yang  memiliki  pengetahuan  tinggi  yaitu  sebesar  53.  Sementara  itu
gangguan  makan  hanya  dialami  oleh  40,7  remaja  yang  memiliki pengetahuan  rendah.  Hasil  uji  statistik  menunjukkan  P  value  sebesar  0,247
yang  artinya  tidak  ada  hubungan  antara  pengetahuan  dengan  gangguan makan.  Hal  ini  sesuai  dengan  hasil  penelitian  Aini  2009  yang
menyimpulkan  bahwa  tidak  ada  hubungan  antara  pengetahuan  dengan gangguan makan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan yang