identitas diri remaja cepat sekali terpengaruh oleh lingkungannya. Remaja cenderung lebih dekat dengan teman sebaya karena sepaham dan bisa
saling memberi serta mendapat dukungan mental Brown, 2005 dalam Hapsari, 2009. Gaya hidup dan pola pikir remaja sangat dipegaruhi oleh
teman sebaya nya. Namun ketidaksamaan dengan teman dalam berbagai hal termasuk perbedaan fisik dikhawatirkan menyebabkan dirinya terkucil
dan merusak percaya diri Arisman, 2004. Menurut Krummel dan Penny 1996, teman sebaya juga dapat
memberikan banyak tekanan pada remaja putri dengan standar mereka karena jika berlawanan remaja tersebut akan dikucilkan, disindir dan
dibicarakan. Teman sebaya pun dapat memberikan pengaruh yang negatif yaitu seperti melakukan upaya penurunan berat badan dan kebiasaan
makan yang salah dan timbulnya persaingan sekaligus tekanan untuk menjadi terkurus dan terkecil Davis, 1999 dalam Hapsari, 2009. Field et
al., 2001 dalam Hapsari 2009 menjelaskan bahwa tekanan dari teman sebaya untuk mengontrol berat badan dapat meningkatkan terjadinya
resiko gangguan makan pada remaja. Sebuah penelitian menjelaskan bahwa teman sebaya juga dapat
menyebabkan kejadian gangguan makan. Penerimaan oleh teman menjadi penting khususnya pada saat remaja dan dewasa muda. Dimana untuk
menghindari ketidaknyamanan karena ditolak oleh teman, maka penderita akan menerima begitu saja peraturan dari teman-temannya termasuk untuk
memiliki penampilan yang menarik dan bertubuh kurus. Sebanyak 25 remaja percaya bahwa dengan tubuh yang lebih kurus akan memudahkan
mereka mencari pasangan dan teman McComb, 2001 dalam Syafiq dan Tantiani, 2013.Wajar bila sebagian dari mereka kemudian melakukan
kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan gaya hidup gangguan makan agar diterima lingkungan teman sebaya Syafiq dan Tantiani, 2013.
2.4.10 Bullying oleh Teman Sebaya
Sebuah penelitian menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara bullying oleh teman sebaya dengan kejadian gangguan
makan pada perempuan kulit hitam dan putih Moore et al., 2002. Moore et al,. 2002 juga menjelaskan bahwa perempuan kulit hitam yang
mengalami bullying oleh teman sebaya secara signifikan lebih tinggi untuk mengalami binge eating disorders dibandingkan dengan perempuan yang
sehat. Perempuan kulit putih yang pernah mengalami bullying oleh teman sebayanya berisiko 2,3 kali untuk mengalami binge eating disorders
sedangkan perempuan kulit hitam yang pernah mengalami bullying oleh teman sebayanya berisiko 3,3 kali untuk menderita gangguan makan.
Fairburn 1998 menyebutkan bahwa remaja perempuan yang pernah mengalami bullying oleh teman sebayanya berisiko 5,5 kali untuk
menderita gangguan makan dibandingkan dengan remaja yang tidak pernah mengalami bullying oleh teman sebayanya.
2.4.11 Ejekan Seputar Berat Badan atau Bentuk Tubuh
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Haines et al., 2006 dalam Putra 2008 melaporkan bahwa ejekan seputar berat badan atau bentuk
tubuh merupakan prediktor terhadap kejadian binge eating disorders dengan hilang kendali diantara remaja perempuan dan laki-laki pada 5
tahun masa tindak lanjut setelah disesuaikan dengan umur, rasetnis dan status sosial ekonomi. Selanjutnya sebuah studi menjelaskan bahwa
terdapat hubungan antara ejekan seputar berat badan dengan kejadian gangguan makan Aini, 2009.
Dalam studi yang dilakukan oleh Fairburn 1998 dalam Aini 2009 mengenai faktor risiko terjadinya gangguan makan dapat diketahui
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kritik dari anggota keluarga dan ejekanhinaan tentang bentuk tubuh, berat badan atau
perilaku makan dengan kejadian gangguan makan. Perempuan yang pernah dikritik oleh anggota kelurganya tentang bentuk tubuh, berat badan
atau perilaku makan berisiko 3,7 kali untuk mengalami gangguan makan sedangkan perempuan yang pernah diejekdihina tentang bentuk tubuh,
berat badan atau perilaku makan berisiko 2,4 kali untuk mengalami gangguan makan.
2.4.12 Kekerasan Fisik
Penelitian yang dilakukan Moore et al., 2002 menjelaskan bahwa para perempuan kulit putih dan kulit hitam penderita binge eating
disorders mengalami kekerasan fisik lebih tinggi dibandingkan perempuan yang sehat. Studi yang dilakukan oleh Fairburn et al 1999 menjelaskan
bahwa perempuan yang mengalami kekerasan fisik akan berisiko 4,9 kali lebih besar untuk mengalami anorexia nervosa. Selanjutnya Fairburn et al