Ejekan Seputar Berat Badan atau Bentuk Tubuh

tidak pernah mengalami ejekan seputar berat badan atau bentuk tubuh karena pada hakikatnya IMT mereka normal namun karena mereka memiliki persepsi yang salah dan merasa dirinya gemuk sehingga dalam diri mereka menginginkan untuk memiliki berat badan atau bentuk tubuh yang ideal dan mendorong mereka melakukan hal-hal yang mengarah pada gangguan makan.

6.4.4 Kekerasan Fisik

Faktor eksternal lain yang diduga mempengaruhi kejadian gangguan makan yaitu kekerasan fisik. Sebuah penelitian yang dilakukan Moore et al., 2002 menjelaskan bahwa para perempuan kulit putih dan kulit hitam penderita binge eating disorders mengalami kekerasan fisik lebih tinggi dibandingkan perempuan yang sehat. Seperti pada pelecehan seksual, kekerasan fisik juga akan menciptakan sebuah mekanisme coping pada orang yang mengalaminya untuk mengatasi guncangan tersebut. Gangguan makan disebut-sebut sebagai salah satu mekanisme coping yang popular di kalangan orang yang memiliki riwayat kekerasanpelecehan Thompson, 2004 dalam Aini, 2009. Hasil analisis univariat pada tabel 5.14 didapatkan bahwa remaja yang tidak pernah mengalami kekerasan fisik lebih tinggi 61,7 dibandingkan remaja yang pernah mengalami kekerasan fisik 38,3. Sedangkan hasil analisis Chi-Square pada tabel 5.25 didapatkan sebanyak 50 remaja yang tidak pernah mengalami kekerasan fisik memiliki gangguan makan dan sebanyak 43,5 remaja yang pernah mengalami kekerasan fisik memiliki gangguan makan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa remaja yang tidak pernah mengalami kekerasan fisik sedikit lebih tinggi untuk memiliki gangguan makan dibandingkan remaja yang pernah mengalami kekerasan fisik. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,612, sehingga disimpulkan tidak ada hubungan antara kekerasan fisik dengan gangguan makan. Temuan ini tidak sejalan dengan berbagai penelitian yang menyebutkan ada hubungan antara kekerasan fisik dengan gangguan makan seperti sebuah studi yang dilakukan oleh Fairburn et al 1999 menjelaskan bahwa perempuan yang mengalami kekerasan fisik akan berisiko 4,9 kali lebih besar untuk mengalami anorexia nervosa. Namun ada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Aini 2009 yang menyebutkan tidak ada hubungan antara kekerasan fisik dengan gangguan makan. Menurut peneliti hal tersebut diakibatkan karena jumlah remaja yang pernah mengalami kekerasan fisik lebih rendah dibandingkan remaja yang tidak pernah mengalami kekerasan fisik dan tidak selalu remaja yang mengalami kekerasan fisik memilih untuk melakukan perilaku yang mengarah kepada gangguan makan sehingga tidak ada hubungan antara kekerasan fisik dengan gangguan makan. Selain itu, terdapat perbedaan faktor budaya antara budaya Indonesia dengan budaya Barat dimana mungkin tingkat kekerasan fisik pada masyarakat Barat lebih tinggi dibanding pada masyarakat Indonesia sehingga pada penelitian ini tidak ada hubungan antara kekerasan fisik dengan gangguan makan. Menurut penelitian Kent et al 1999 dalam Putra 2008 yang menginvestigasi pengalaman kekerasanpelecehan masa kecil dengan kejadian ganguan makan ditemukan bahwa jika berbagai bentuk kekerasan dievaluasi secara simultan menggunakan regresi, hanya kekerasan emosional yang secara signifikan berhubungan dengan gangguan makan walaupun hanya dalam besaran yang kecil Mazzeo dan Espelage, 2002. Pernyataan tersebut hampir sama dengan hasil penelitian ini. Pada penelitian ini remaja yang merasakan trauma akibat kekerasan fisik yang yaitu sebanyak 17,5 dan pelaku kekerasan terbanyak adalah teman atau tetangga sebanyak 14,2. Perbedaan hubungan sosial antara kultur Indonesia dengan kultur Barat mungkin menjadi salah satu penyebabnya.

6.4.5 Pelecehan Seksual

Para ahli psikoanalisis melihat adanya hubungan antara seksualitas dan gangguan makan pada kelompok remaja dan dewasa muda. McCombs, 2001 dalam Syafiq dan Tantiani, 2013. Sebuah studi yang dilakukan pada perempuan berkulit hitam dan putih penderita binge eating disorders menjelaskan bahwa kedua perempuan tersebut mengalami pelecehan seksual Moore et al., 2002. Pada penelitian ini ditemukan bahwa remaja yang tidak pernah mengalami pelecehan seksual lebih tinggi sebesar 50,8 dibandingkan dengan remaja yang pernah mengalami pelecehan seksual. Berdasarkan hasil tabulasi silang antara pelecehan seksual dengan gangguan makan diperoleh