Sebuah  studi  yang  dilakukan  oleh  Stice  1994  dan  Heinberg,  et  al 1999  dalam  Putra  2008  melaporkan  bahwa  dua  karakteristik  psikologis
individual yang mempunyai potensi kuat dalam membangun citra tubuh yang salah adalah internalisasi nilai ”kurus adalah ideal” dan perbandingan bentuk
tubuh.  Berdasarkan  teori,  distorsi  citra  tubuh  sering  dialami  oleh  perempuan karena  perempuan  lebih  memperhatikan  penampilan  mereka  dibandingkan
laki-laki.  Secara  genetik  pun  persentase  lemak  tubuh  perempuan  lebih  besar dibandingkan  laki-laki.  Oleh  karena  itu  peneliti  berpendapat  bahwa
internalisasi nilai “kurus adalah ideal” serta perbandingan bentuk tubuh lebih mengarah dan sering dialani oleh perempuan.
Beberapa  studi  eksperimental  telah  membuktikan  bahwa  internalisasi nilai  “kurus  adalah  ideal”  berhubungan  dengan  peningkatan  ketidakpuasan
penampilan  dalam  jangka  pendek  pada  remaja  putri  dan  mahasiswi  terkait dengan media Thompson, 2004 dalam Putra 2008. Kemudian studi kualitatif
yang  dilakukan  oleh  Thompson  2004  menjelaskan  bahwa  pembicaraan tentang  ”gemuk”  oleh  teman  sebaya  akan  membawa  perasaan
ketidaknyamanan  dan  perhatian  pada  citra  tubuh  bagi  orang  yang  diajak bicara.  Dari  studi  tersebut  terlihat  bahwa  citra  tubuh  yang  terbentuk  dalam
persepsi  seorang  individu  juga  dipengaruhi  oleh  teman  sebaya,  termasuk internalisasi  anggapan  bentuk  tubuh  kurus  sebagai  bentuk  tubuh  yang  ideal.
Berdasarkan  hasil  tabulasi  silang  antara  citra  tubuh  dengan  pengaruh  teman sebaya  diperoleh  nilai  P  value  0,007  yang  artinya  terdapat  hubungan  antara
citra tubuh dengan pengaruh teman.
Berdasarkan tabel  5.19 dapat  diketahui  bahwa  gangguan makan lebih banyak dialami oleh remaja yang tidak merasa gemuk 70,3 dibandingkan
dengan  remaja  yang  merasa  gemuk.  Dari  hasil  uji  statistik  diperoleh  nilai  P value  sebesar  0,002,  artinya  ada  hubungan  antara  citra  tubuh  dengan
gangguan makan. Temuan ini sesuai dengan berbagai penelitian yang meneliti hubungan  antara  citra  tubuh  dengan  gangguan  makan  namun  ada  sedikit
perbedaan  dalam  jumlah  remaja  yang  tidak  merasa  gemuk  dengan  remaja yang  merasa  gemuk  terhadap  gangguan  makan.  Jika  pada  penelitian  lain
disebutkan    bahwa  jumlah  orang  yang  merasa  gemuk  akan  lebih  besar dibandingkan  dengan  orang  yang  tidak  merasa  gemuk  untuk  mengalami
gangguan makan namun dalam penelitian ini sebaliknya. Peneliti berpendapat hal tersebut terjadi dikarenakan bagi remaja yang
merasa dirinya gemuk mereka memiliki coping yang cukup baik dengan cara tidak melakukan hal-hal  ekstrim seperti berdiet dengan cara  yang tidak sehat
sehingga kejadian gangguan makan pun menjadi rendah. Namun bagi remaja yang  tidak  merasa  dirinya  gemuk  tetapi  mengalami  gangguan  makan  lebih
tinggi  mungkin  disebabkan  ada  faktor  lain  seperti  faktor  dari  luar  maupun lingkungan  yang  menjadikan  mereka  melakukan  perilaku  yang  mengarah
pada  gangguan  makan.  Oleh  karena  itu  peneliti  berpendapat  bahwa  tidak hanya  remaja  yang  merasa  dirinya  gemuk  yang  dapat  mengalami  gangguan
makan tetapi  remaja  yang tidak merasa dirinya  gemuk  pun dapat  mengalami gangguan makan.
6.3.5 Riwayat Diet
Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa remaja yang pernah berdiet sedikit  lebih  tinggi  yaitu  sebesar  50,8  dibandingkan  dengan  remaja  yang
tidak  pernah  berdiet.  Adapun  alasan  remaja  melakukan  diet  yakni  sebanyak 38,3  menjawab  agar  lebih  sehat,    sebanyak  39,2  menjawab  agar  tampil
menarik,  dan  sebanyak  42,5  remaja  menjawab  melakukan  diet  untuk mencegah naiknya berat badan. Waktu pertama kali remaja mulai melakukan
diet  yaitu  sebanyak  25  remaja  menjawab  ketika  SMA,  24,2  menjawab ketika SMP dan 2,5 menjawab ketika SD.
Berdasarkan  hal  di  atas  maka  peneliti  memiliki  beberapa  pendapat. Pertama,  berdasarkan  hasil  penelitian  maka  peneliti  berpendapat  bahwa
berdiet merupakan hal yang wajar baik bagi remaja putri maupun remaja putra di  Madrasah  Aliyah  Pembangunan  UIN  Jakarta.  Hal  tersebut  dikarenakan
berdasarkan hasil observasi bahwa remaja di Madrasah Aliyah Pembangunan UIN  Jakarta  tidak  sedikit  yang  memiliki  berat  badan  berlebih  bahkan  ada
beberapa  yang  obesitas  melakukan diet  dan  tidak sedikit  juga  yang memiliki berat badan normal namun melakukan diet.
Berdasarkan  hasil  uji  tabulasi  silang  antara  variabel  IMT  dengan variabel riwayat diet diperoleh informasi bahwa dari 8 remaja yang memiliki
IMT kurus tidak ada yang pernah berdiet, dari 81 remaja yang memiliki IMT normal  sebanyak  36  remaja  44,4  pernah  berdiet,  dari  14  remaja  yang
memiliki IMT gemuk sebanyak 11 remaja 78,6 pernah berdiet, dan dari 17
remaja  yang  memiliki  IMT  obesitas  sebanyak  14  remaja  82,4  pernah berdiet.
Remaja  putri  maupun  putra  di  Madrasah  Aliyah  Pembangunan  UIN Jakarta menjawab waktu pertama kali mereka melakukan diet yaitu pada saat
SMA  dengan  persentase  25.  Usia  SMA  15-18  tahun  masuk  ke  dalam kategori  masa  remaja  awal  early  adolescence  dimana  pada  masa  tersebut
terjadi  perubahan  pubertal  terbesar  Santrock,  2007.  Kelompok  remaja  dan dewasa muda merupakan kelompok yang paking berisiko. Hal ini dikarenakan
terjadinya perubahan fisik dan mental pada saat puber juga perubahan diri dan lingkungan  pada  saat  pergantian  masa  anak-anak  menjadi  dewasa.  Persepsi
diri dan lingkungan tentang tubuh  yang kurus  dibarengi  dengan penambahan berat  badan  dan  lapisan  lemak  tubuh  karena  pertumbuhan  normal,  akan
menambah  rasa  tertekan  dari  penderita  McComb,  2001  dalam  Syafiq  dan Tantiani, 2013.
Soetjiningsih  2004  menjelaskan  bahwa  pada  fase  remaja  terjadi sebuah proses yang disebut pacu tumbuh growth spurt. Dimana tinggi badan
dan berat badan cenderung bertambah. Jadi sudah jelas dan sangat normal jika pada usia remaja berat badan bertambah. Tetapi tidak bagi 25 remaja  yang
menjawab  memulai  berdiet  pada  saat  SMA.  Mereka  tidak  menganggapnya sebagai  suatu  fenomena  yang  wajar  sehingga  mencoba  untuk  menekannya
dengan  melakukan  diet.  Sebagaimana  dijelaskan  di  atas  bahwa  sebanyak 42,5 remaja berasalan melakukan diet untuk mencegah naiknya berat badan
dimana  remaja  yang  berdiet  yaitu  remaja  yang  memiliki  berat  badan  lebih ataupun obesitas dan remaja yang memiliki berat badan normal.
Mungkin  bagi  remaja  yang  memiliki  berat  badan  lebih  ataupun obesitas  menganggap  bahwa  melakukan  diet  adalah  hal  yang  wajar  karena
mereka  takut  berat  badannya  semakin  bertambah  jika  mereka  tidak  berdiet namun  bagi  remaja  yang  memiliki  berat  badan  normal  tapi  melakukan  diet
karena  mereka  memiliki  persepsi  citra  tubuh  yang  salah.  Mereka  merasa bahwa  mereka  gemuk  dan  harus  mencegah  kenaikan  berat  badan,  disamping
itu mereka tidak menganggap kenaikan berat badan mereka sebagai fenomena yang normal sehingga mereka melakukan diet.
Adapun  cara  yang  dilakukan  remaja  dalam  berdiet  yaitu  beraneka ragam.  Sebanyak  45  menjawab  dengan  cara  mengurangi  konsumsi  lemak,
sebanyak  43,3  dengan  cara  mengurangi  porsi  makan,  sebanyak  41,7 dengan  cara  mengurangi  konsumsi  camilan,  sebanyak  38,3  dengan  cara
mengurangi  konsumsi  karbohidrat,  sebanyak  16,7  dengan  cara  olahraga setelah  makan,  sebanyak  15  dengan  cara  melewatkan  2  waktu  makan,
sebanyak  7,5  dengan  cara  menggunakan  obat  pelangsing,  sebanyak  3,3 dengan  cara  memuntahkan  makanan  dengan  sengaja  dan  sebanyak  1,7
dengan cara mengurangi konsumsi sayur dan buah. Berdasarkan  hal  di  atas  terlihat  bahwa  cara  yang  paling  banyak
digunakan  remaja  dalam  berdiet  yaitu  dengan  cara  mengurangi  konsumsi lemak sebanyak 45. Dimana cara-cara yang digunakan remaja dalam berdiet
masih termasuk cara-cara yang sehat. Namun kewaspadaan perlu ditingkatkan