Riwayat Diet Faktor Internal

dimana remaja yang berdiet yaitu remaja yang memiliki berat badan lebih ataupun obesitas dan remaja yang memiliki berat badan normal. Mungkin bagi remaja yang memiliki berat badan lebih ataupun obesitas menganggap bahwa melakukan diet adalah hal yang wajar karena mereka takut berat badannya semakin bertambah jika mereka tidak berdiet namun bagi remaja yang memiliki berat badan normal tapi melakukan diet karena mereka memiliki persepsi citra tubuh yang salah. Mereka merasa bahwa mereka gemuk dan harus mencegah kenaikan berat badan, disamping itu mereka tidak menganggap kenaikan berat badan mereka sebagai fenomena yang normal sehingga mereka melakukan diet. Adapun cara yang dilakukan remaja dalam berdiet yaitu beraneka ragam. Sebanyak 45 menjawab dengan cara mengurangi konsumsi lemak, sebanyak 43,3 dengan cara mengurangi porsi makan, sebanyak 41,7 dengan cara mengurangi konsumsi camilan, sebanyak 38,3 dengan cara mengurangi konsumsi karbohidrat, sebanyak 16,7 dengan cara olahraga setelah makan, sebanyak 15 dengan cara melewatkan 2 waktu makan, sebanyak 7,5 dengan cara menggunakan obat pelangsing, sebanyak 3,3 dengan cara memuntahkan makanan dengan sengaja dan sebanyak 1,7 dengan cara mengurangi konsumsi sayur dan buah. Berdasarkan hal di atas terlihat bahwa cara yang paling banyak digunakan remaja dalam berdiet yaitu dengan cara mengurangi konsumsi lemak sebanyak 45. Dimana cara-cara yang digunakan remaja dalam berdiet masih termasuk cara-cara yang sehat. Namun kewaspadaan perlu ditingkatkan sehubungan dengan cara diet yang dijalankan. Tidak sedikit remaja berdiet dengan cara melakukan olahraga setelah makan, melewatkan 2 waktu makan, menggunakan obat pelangsing dan memuntahkan makanan dengan sengaja setelah makan yang kesemuanya termasuk cara diet yang tidak sehat. Menurut peneliti remaja yang berdiet dengan menggunakan cara diet yang tidak sehat dikarenakan minimnya informasi tentang cara diet yang sehat atau mereka berpikir dengan melewatkan 2 waktu makan maka berat badan dapat berkurang dengan drastis. Tetapi sesuai dengan bentuk pertanyaan, para pendiet bisa saja melakukan lebih dari satu cara diet baik diet yang sehat maupun diet yang tidak sehat ataupun campuran dari keduanya. Jika dilakukan cross check dengan lembar Food Frequency Questionere FFQ didapatkan bahwa konsumsi makanan pokok dan konsumsi lemak pada remaja masih sesuai berdasarkan Tumpeng Gizi Seimbang TGS namun konsumsi buah dan sayur pada remaja masih sangat kurang dan jauh dari anjuran Tumpeng Gizi Seimbang TGS. Hal tersebut menunjukkan kesenjangan antara apa yang sebenarnya dengan apa yang dirasakan remaja. Sebenarnya konsumsi makanan pokok dan konsumsi lemak pada remaja masih sesuai dengan yang dianjurkan namun berdasarkan jawaban cara berdiet remaja menjawab mereka mengurangi konsumsi karbohidrat dan lemak. Menurut peneliti, hal tersebut mungkin dikarenakan minimnya informasi remaja terkait masalah gizi dan masalah diet. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada tabel 5.21, gangguan makan lebih banyak dialami oleh remaja yang tidak pernah berdiet dalam satu tahun terkahir yaitu sebesar 69,5. Sementara itu, gangguan makan hanya dialami oleh 26,2 remaja yang pernah berdiet. Hasil uji statistik antara riwayat diet dengan gangguan makan menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara keduanya P value 0,000. Temuan ini sesuai dengan berbagai penelitian yang meneliti hubungan antara riwayat diet dengan gangguan makan namun ada sedikit perbedaan dalam jumlah remaja yang tidak pernah berdiet dengan remaja yang berdiet terhadap gangguan makan. Jika pada penelitian lain disebutkan bahwa jumlah orang yang pernah berdiet akan lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak berdiet untuk mengalami gangguan makan namun dalam penelitian ini sebaliknya. Menurut peneliti hal tersebut mungkin dikarenakan bagi remaja yang berdiet melakukannya dengan cara diet yang sehat serta mereka memiliki coping yang baik sehingga cenderung tidak melakukan perilaku yang mengarah pada gangguan makan. Oleh karena itu, jumlah remaja yang berdiet dan mengalami gangguan lebih rendah. Sedangkan bagi remaja yang tidak berdiet namun mengalami gangguan makan menurut peneliti mungkin dikarenakan ada faktor lain yang menjadikan remaja tersebut mengalami gangguan makan seperti faktor internal dari dalam diri remaja atau adanya pengaruh dari pihak lain namun tidak mendorong mereka untuk berdiet sehingga kejadian gangguan makan tetap besar di kalangan remaja yang tidak berdiet.

6.4 Faktor Eksternal

6.4.1 Pengaruh Keluarga

Pengaruh keluarga dan pendekatan orang tua kepada anak merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan makan. Terdapat hubungan antara pola interaksi antaranggota keluarga dengan kejadian gangguan makan. Lingkungan yang pertama kali akan dihadapi oleh seseorang yaitu lingkungan rumahnya tempat seseorang belajar pelajaran-pelajaran awal hidupnya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Krummel dan Penny 1996 yakni selama masa anak-anak bahkan sampai remaja dan dewasa muda, keluarga memiliki pengaruh yang dominan dalam penentuan makan seseorang. Praktek pemilihan makanan pada remaja mencerminkan pengaruh dari pemilihan makanan keluarganya. Pada penelitian ini diketahui bahwa remaja yang dipengaruhi keluarga lebih tinggi sebesar 61,7 dibandingkan remaja yang tidak dipengaruhi keluarga. Sebanyak 70 remaja menjawab terpengaruh untuk memiliki berat badan ideal anggota keluarga. Menurut peneliti hal tersebut disebabkan bagi remaja yang memiliki IMT normal mereka menilai berat badan mereka tidak ideal dan tidak puas dengan berat badan yang mereka miliki sementara remaja yang memiliki IMT gemuk dan obesitas merasa dirinya harus memiliki berat badan yang ideal sehingga keluarga berpengaruh besar bagi mereka. Hasil tabulasi silang antara pengaruh keluarga dengan gangguan makan didapatkan sebesar 62,2 remaja yang dipengaruhi keluarga mengalami gangguan makan. Ketika dilakukan uji Chi-Square diperoleh nilai P value sebesar 0,000, artinya ada hubungan antara pengaruh keluarga dengan gangguan makan. Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Tiemeyer 2007 dalam Hapsari 2009 yang meneliti variabel pengaruh keluarga dengan gangguan makan dimana disebutkan bahwa komentar dari orang tua atau anggota keluarga lain seputar berat badan atau bentuk tubuh juga memiliki efek yang besar dalam perannya sebagai pemicu terjadinya gangguan makan. Ada hubungan antara pengaruh keluarga dengan teman sebaya sesuai dengan yang dijelaskan oleh Krummel dan Penny 1996 bahwa lingkungan keluarga berpengaruh terhadap kejadian gangguan makan. Disamping itu menurut peneliti remaja di Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta berasal dari keluarga dengan sosial-ekonomi menengah ke atas dimana biasanya pihak keluarga akan lebih ketat dalam penentuan kehidupan mereka dan keputusan ada di tangan keluarga sehingga keluarga memiliki pengaruh besar dan peran keluarga sangat besar bagi kehidupan mereka. Sebanyak 44,2 remaja menjawab bahwa keluarga mengkritik berat badan mereka dan mungkin kritkik atau komentar tersebut membuat mereka melakukan hal yang mengarah kepada gangguan makan.

6.4.2 Pengaruh Teman Sebaya

Masa remaja merupakan masa dimana meraka mencari jati diri. Dalam masa pencarian jati diri atau identitas diri remaja cepat sekali terpeengaruh oleh lingkungannya. Remaja cenderung lebih dekat dengan teman sebaya karena sepaham dan bisa saling memberi serta mendapat dukungan mental Brown, 2005 dalam Hapsari, 2009. Penerimaan oleh teman akan memiliki peran yang penting bagi seorang individu khususnya pada waktu remaja dan dewasa muda Syafiq dan Tantiani, 2013. Berdasarkan hasil univariat pada tabel 5.12 menjelaskan bahwa remaja yang dipengaruhi teman sebaya lebih tinggi 61,7 dibandingkan dengan remaja yang tidak dipengaruhi teman sebaya. Hal tersebut menunjukkan bahwa teman sebaya mempengaruhi remaja karena dalam kesehariannya mereka melakukan interaksi dengan temannya. Ketika ditanya sebanyak 50 remaja menjawab berat badan ideal teman mempengaruhi berat badan ideal mereka. Menurut remaja ketika teman mereka memiliki berat badan ideal maka mereka terpengaruh untuk memiliki berat badan ideal pula. Hal ini diperjelas dengan 40,8 remaja menjawab bahwa teman mempengaruhi mereka untuk memiliki berat badan ideal. Hasil analisis antara pengaruh teman sebaya dan gangguan makan didapatkan sebanyak 64,9 remaja yang dipengaruhi teman sebaya mengalami gangguan makan dan hanya 19,6 remaja yang tidak dipengaruhi teman sebaya mengalami gangguan makan. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,000 yang menunjukkan ada hubungan antara pengaruh teman sebaya dengan gangguan makan. Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hapsari 2009 yang mengemukakan adanya hubungan antara pengaruh teman sebaya dengan gangguan makan.