penelitian yang meneliti rasa percaya diri dengan gangguan makan salah satunya yaitu penelitian Putra 2008 yang menyebutkan bahwa tidak ada
hubungan antara rasa percaya diri dengan gangguan makan. Putra 2008 menyebutkan bahwa tidak adanya hubungan antara gangguan makan dengan
rasa percaya diri dikarenakan bagi remaja yang merasa minder tidak sepenuhnya disebabkan oleh berat badan atau bentuk tubuh dan rasa percaya
diri remaja tidak sepenuhnya didasarkan pada tampilan fisik semata. Menurut peneliti tidak adanya hubungan antara rasa percaya diri
dengan gangguan makan disebabkan rasa percaya diri yang diukur dalam penelitian ini merupakan rasa percaya diri secara umum serta remaja yang
memiliki rasa percaya diri rendah tidak sepenuhnya disebabkan oleh berat badan atau bentuk tubuh atau menitik beratkan rasa percaya diri pada tampilan
fisik saja. Ketika ditanya mengenai variabel rasa percaya diri, sebanyak 65,8 remaja menjawab karena merasa banyak kekurangan. Hal tersebut
menjelaskan bahwa rasa percaya diri yang dimiliki oleh remaja bukan hanya didasarkan oleh tampilan fisik semata sehingga peneliti berpendapat ketika
rasa percaya diri bukan hanya dipengaruhi oleh tampilan fisik maka resiko mengalami gangguan makan juga menurun.
6.3.4 Citra Tubuh
Penderita gangguan makan biasanya mengalami distorsi citra tubuh. Tiga komponen yang merupakan komponen distorsi citra tubuh yaitu ukuran
tubuh penderita, acuan tubuh kurus yang baik bagi penderita, dan tidak puasnya penderita terhadap ukuran tubuhnya Krummel dan Penny, 1996.
Dari hasil univariat dapat diketahui bahwa remaja yang merasa gemuk lebih tinggi 69,2 dibandingkan dengan remaja yang tidak merasa gemuk
30,8. Remaja yang merasa dirinya gemuk menjawab bahwa berat badan mereka tidak ideal sebanyak 70 dan yang menjawab bahwa mereka tidak
puas dengan berat badan mereka sebanyak 69,2. Jika dilakukan perbandingan dengan IMT mereka terdapat sebanyak 85,7 remaja yang
benar-benar tergolong gemuk berdasarkan IMT, sebanyak 100 remaja merasa gemuk dan tergolong obesitas, sebanyak 59,3 remaja merasa gemuk
dan tergolong normal dan sebanyak 75 remaja merasa gemuk padahal tergolong kurus berdasarkan IMT. Namun penelitian ini menunjukkan sebuah
kesenjangan antara apa yang dirasakan dengan yang sebenarnya. Terbukti dengan adanya 59,3 remaja menganggap dirinya gemuk tetapi sebenarnya
mereka memiliki nilai IMT normal. Hal ini sesuai dengan alasan terbanyak 70 remaja menjawab mengapa merasa dirinya gemuk yakni karena merasa
berat badan mereka tidak ideal. Menurut peneliti, remaja Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta
menilai gemuk atau tidaknya seseorang berdasarkan tampilan fisik saja. Berdasarkan hasil observasi sepertinya perhitungan IMT untuk melihat
normal tidaknya perbandingan BB terhadap TB menurut usia belum banyak dikenal di kalangan remaja Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta.
Namun hal ini seharusnya tidak membuat seseorang merasa gemuk hanya berdasarkan tampilan fisik saja. Kenyataan tersebut memperlihatkan bahwa
budaya “kurus” merupakan bentuk tubuh ideal atau jalan menuju sukses yang diperkenalkan di negara-negara Barat telah merambah ke berbagai belahan
dunia, termasuk Indonesia. Usaha Kesehatan Sekolah UKS adalah upaya terpadu lintas program
dan lintas sektor dalam rangka meningkatkan kemampuan hidup sehat dan selanjutnya membentuk perilaku hidup sehat anak usia sekolah yang berada di
sekolah. Program pokok UKS terangkum dalam Trias UKS yang terdiri dari Pendidikan Kesehatan, Pelayanan kesehatan, dan Pembinaan Lingkungan
Sekolah Sehat Kepmenkes, 2008. Dalam hal ini, UKS berfungsi sebagai wadah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan prestasi belajar peserta
didik, dengan meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat, menciptakan lingkungan yang sehat, sehingga memungkinkan pertumbuhan dan
perkembangan yang harmonis dan optimal dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. Dalam penelitian ini UKS berfungsi sebagai
wadah untuk pemantauan perkembangan kesehatan siswa Aliyah yang terangkum dalam Trias UKS yakni Pendidikan Kesehatan, Pelayanan
kesehatan, dan Pembinaan Lingkungan Sekolah Sehat.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Stice 1994 dan Heinberg, et al 1999 dalam Putra 2008 melaporkan bahwa dua karakteristik psikologis
individual yang mempunyai potensi kuat dalam membangun citra tubuh yang salah adalah internalisasi nilai ”kurus adalah ideal” dan perbandingan bentuk
tubuh. Berdasarkan teori, distorsi citra tubuh sering dialami oleh perempuan karena perempuan lebih memperhatikan penampilan mereka dibandingkan
laki-laki. Secara genetik pun persentase lemak tubuh perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki. Oleh karena itu peneliti berpendapat bahwa
internalisasi nilai “kurus adalah ideal” serta perbandingan bentuk tubuh lebih mengarah dan sering dialani oleh perempuan.
Beberapa studi eksperimental telah membuktikan bahwa internalisasi nilai “kurus adalah ideal” berhubungan dengan peningkatan ketidakpuasan
penampilan dalam jangka pendek pada remaja putri dan mahasiswi terkait dengan media Thompson, 2004 dalam Putra 2008. Kemudian studi kualitatif
yang dilakukan oleh Thompson 2004 menjelaskan bahwa pembicaraan tentang ”gemuk” oleh teman sebaya akan membawa perasaan
ketidaknyamanan dan perhatian pada citra tubuh bagi orang yang diajak bicara. Dari studi tersebut terlihat bahwa citra tubuh yang terbentuk dalam
persepsi seorang individu juga dipengaruhi oleh teman sebaya, termasuk internalisasi anggapan bentuk tubuh kurus sebagai bentuk tubuh yang ideal.
Berdasarkan hasil tabulasi silang antara citra tubuh dengan pengaruh teman sebaya diperoleh nilai P value 0,007 yang artinya terdapat hubungan antara
citra tubuh dengan pengaruh teman.