Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pilihan Pola Tanam

66 Prospek penerapan iuran irigasi berbasis komoditas seharusnya tercermin dari keberhasilan mendorong perubahan pola tanam dan partisipasi petani dalam membayar iuran irigasi sedemikian rupa sehingga mengarah pada sosok normatif. Jika dibandingkan dengan kondisi aktual, sosok normatif dicirikan oleh dua karakteristik utama yaitu: 1. Pola tanam lebih berdiversifikasi 2. Total nilai iuran irigasi menjadi lebih tinggi dan semakin tinggi jika sebagian besar luas garapan usahatani pada musim kemarau adalah padi. Dengan demikian prospek penerapan semakin besar jika probabilitas petani untuk berdiversifikasi lebih tinggi dan partisipasi membayar iuran irigasi lebih baik. Informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi peluang tersebut sangat dibutuhkan dalam merancang strategi penerapan. Oleh karena itu perlu dikaji berdasarkan data empiris.

3.5.1. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pilihan Pola Tanam

Konsep pola tanam mengacu pada komposisi komoditas pertanian yang diusahakan dalam satu tahun kalender pertanian. Oleh karena itu secara garis besar ada 3 unsur yang tercakup dalam pengertian pola tanam yaitu: 1 jumlah jenis diversitas, 2 skala pengusahaan masing-masing jenis, dan 3 waktu pengusahaan. Secara garis besar pola tanam dapat dipilah menjadi dua kategori yaitu: 1 monokultur, yang maknanya adalah bahwa dalam horizon waktu acuan lazimnya satu tahun mengusahakan satu jenis komoditas, dan 2 diversifikasi yakni dalam horizon waktu acuan mengusahakan lebih dari satu jenis komoditas. Mengacu pada dimensi yang tercakup dalam konsep pola tanam, maka konsep diversifikasi mencakup dimensi kualitatif dan kuantitatif. Dimensi kualitatif mengacu pada jenis atau kelompok jenis komoditas yang diusahakan, sedangkan dimensi kuantitatif mengacu pada komposisi skala pengusahaan. Secara kualitatif, diversifikasi dapat dipilah menjadi dua berdasarkan kategori komoditas yang diusahakan yaitu: 1 diversifikasi dengan mengusahakan komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi, dan 2 komoditas pertanian yang tidak bernilai ekonomi tinggi. Secara kuantitatif, komposisi skala pengusahaan 67 ditentukan oleh jumlah jenis dan pangsa masing-masing jenis tersebut terhadap keseluruhan komoditas yang tercakup dalam unit waktu acuan. Terdapat beberapa metode yang dapat dipakai untuk memperoleh ukuran kuantitatif yang merefleksikan diversifikasi misalnya Indeks Entrophy, Indeks Herfindahl, Indeks proporsi maksimum, Indeks Simpson, dan sebagainya Pandey and Sharma, 1996; Chand, 1996; Joshi et al, 2004. Dalam penelitian ini digunakan Indeks Entrophy yang formulanya adalah Theil and Finke, 1983:     n i i i p p E 1 ln dimana: E = indeks Entropy p i = luas pengusahaan komoditas jenis i terhadap total luas pengusahaan dalam kurun waktu tertentu dalam penelitian ini adalah satu tahun n = jumlah jenis komoditas yang diusahakan. Nilai E dapat digunakan untuk memenuhi dua macam tujuan. Pertama, untuk mengetahui deskripsi tentang tingkat diversifikasi rata-rata, sebaran. Kedua, sebagai landasan untuk menentukan cara pemilahan. Jika sebarannya relatif homogen maka pemilahan menurut dimensi kualitatif adalah lebih bermakna daripada pemilahan dari menurut dimensi kuantitatif. Sebaliknya jika sebaran tingkat diversitas menurut dimensi kuantitatif menunjukkan sangat heterogen, pemilahan perlu mengkombinasikan dimensi kualitatif dan kuantitatif. Dalam dimensi kualitatif, secara garis besar ada tiga alternatif pilihan pola tanam yang lazim diterapkan petani : 1. Tidak berdiversifikasi monokultur padi, 2. Berdiversifikasi dengan mengusahakan kelompok komoditas pertanian yang tidak bernilai ekonomi tinggi 3. Berdiversifikasi dengan mengusahakan kelompok komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi Secara teoritis, jika acuan yang digunakan adalah potensinya untuk menghasilkan keuntungan maka alternatif 3 dapat dikatakan lebih tinggi daripada alternatif 2 karena alternatif 3 lebih besar peluangnya untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar. Akan tetapi alternatif 2 tidak selalu lebih tinggi nilainya daripada alternatif 1 karena tidak ada jaminan bahwa 68 keuntungan yang dapat diperoleh dari alternatif 2 lebih tinggi daripada alternatif 1. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa antar ketiga kategori tersebut tidak ada jenjang yang konsisten; artinya tidak bersifat berjenjang. Model yang lazim diterapkan untuk mengestimasi probabilitas pilihan terhadap sejumlah alternatif tak berjenjang dimana jumlah alternatif yang dipilih lebih dari dua adalah model multinomial logistic mlogit atau multinomial probit mprobit. Atas dasar pertimbangan itu, dalam penelitian ini yang diaplikasikan adalah mlogit. Model ini dikenal pula dengan istilah polytomous logistic regression. Sebagaimana dinyatakan dalam Greene 2003 dan Long and Freese 2003, model umum mlogit adalah sebagai berikut. Misalkan ada tiga kategori 1, 2, 3 yang dijadikan pilihan outcomes, dan misalkan basis outcome adalah alternatif 1. Probabilitas bahwa respon untuk individu ke-j sama dengan outcome ke-i adalah:                      1 , exp 1 exp 1 , exp 1 1 Pr 2 2 i jika i jika i y p k m m j i j k m m j j ij    x x x dimana: x j = vektor baris variabel-variabel bebas individu ke-j  m = vektor koefisien untuk outcome m. Log pseudolikelihood adalah:     k i ik j i j j p y I w L 1 ln ln dimana w j adalah suatu pembobot opsional, dan       lainnya jika , jika , 1 i y y I j j i Estimasi parameter yang digunakan dalam model mlogit adalah maximum likelihood. Sebagaimana disebutkan di atas, dalam penelitian ini ada tiga alternatif 69 yang ingin diketahui probabilitasnya dan faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan terhadap masing-masing kategori tersebut. Misalkan  1 ,  2 , dan  3 masing-masing menunjukkan himpunan koefisien parameter untuk alternatif 1, 2, dan 3 maka probabilitas untuk memilih masing-masing alternatif tersebut adalah: 3 2 1 1 1 Pr xβ xβ xβ xβ e e e e y     3 2 1 2 2 Pr xβ xβ xβ xβ e e e e y     3 2 1 3 3 Pr xβ xβ xβ xβ e e e e y     Agar dapat dihitung maka salah satu harus dijadikan basis. Misalkan alternatif 1 dijadikan basis outcome maka  1 = 0, sehingga probabilitas masing- masing adalah: 3 2 1 1 1 Pr xβ xβ e e y     3 2 2 1 2 Pr xβ xβ xβ e e e y     3 2 3 1 3 Pr xβ xβ xβ e e e y     Probabilitas relatif y = 2 terhadap basis adalah: 2 1 Pr 2 Pr β x e y y    Probabilitas relatif tersebut dapat pula disebut sebagai rasio risiko relatif. Selanjutnya, jika vektor X = x 1 , x 2 , … , x k dan vektor , , , 2 2 2 2 1 2 k k       , maka rasio risiko relatif untuk suatu perubahan satu unit dalam x i adalah: 2 2 2 1 2 1 2 2 1 2 1 1 i k k i i k k i i e e e x x x x x x                          Jadi risiko memilih alternatif 2 daripada laternatif 1 dari suatu perubahan satu unit variabel tertentu adalah sama dengan nilai eksponensial koefisien tersebut. 70

3.5.2. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Petani Dalam Membayar Iuran Irigasi