VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN
8.1. Kesimpulan
Iuran irigasi berbasis komoditas dapat dirumuskan dengan memanfaatkan harga bayangan air irigasi. Dalam penelitian ini, metode yang diterapkan untuk
valuasi air irigasi adalah salah satu varian dari pendekatan Residual Imputation Approach yaitu metode perubahan pendapatan bersih dengan pemrograman linier.
Penerapan iuran irigasi berbasis komoditas efektif untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air irigasi jika instrumen ini efektif untuk mendorong diversifikasi
usahatani ke arah komoditas pertanian yang lebih hemat air. Prospek penerapannya ditentukan oleh faktor-faktor yang secara simultan kondusif untuk
meningkatkan partisipasi petani dalam diversifikasi dan partisipasinya dalam pembayaran iuran irigasi. Beberapa kesimpulan pokok hasil penelitian adalah:
1. Secara umum pola tanam pada solusi optimal lebih berdiversifikasi ke arah
komoditas palawija dan atau hortikultur. Proporsi luas tanam padi pada Musim Tanam MT I, MT II, dan MT III masing-masing adalah 83.4, 61.1,
dan 3.8 dari total luas areal. Keuntungan tunai usahatani pada solusi optimal lebih tinggi sekitar 9.6 dan kontribusi keuntungan yang diperoleh
dari usahatani padi masih tetap yang tertinggi meskipun dominasinya menurun. Keuntungan tertinggi diperoleh dari usahatani pada MT II.
2. Harga bayangan air irigasi dipengaruhi oleh sebaran temporal dan sebaran
spatial ketersediaan maupun kebutuhan air irigasi. Sebaran temporal ketersediaan air irigasi dipengaruhi oleh curah hujan, sedangkan kebutuhan
tanaman terhadap air irigasi selain dipengaruhi oleh curah hujan juga ditentukan oleh jenis tanaman, evapotranspirasi, dan teknik pemberian air ke
tanaman. Oleh karena itu, harga bayangan air irigasi pada Bulan Desember sampai dengan Mei adalah nol, sedangkan pada Bulan Juni sampai dengan
November positip. Harga bayangan air irigasi yang tertinggi terjadi pada Bulan September yakni sekitar Rp. 58m
3
. Dalam konteks spatial, harga bayangan air irigasi yang terendah adalah di Sub DAS Hulu, sedangkan yang
tertinggi adalah di Sub DAS Hilir.
220 3.
Elastisitas permintaan normatif air irigasi tidak tetap sehingga secara umum fungsinya tidak linier. Pada saat pasokan air irigasi langka sehingga harga
air irigasi lebih dari Rp. 84m
3
permintaannya adalah elastis. Selanjutnya permintaan tersebut menjadi tidak elastis apabila harga air irigasi berada
pada selang Rp. 11m
3
– Rp. 84m
3
, dan kembali elastis pada tingkat harga di bawah Rp. 11m
3
. Secara umum fungsi permintaan normatif air irigasi pada kisaran pasokan aktual adalah tidak elastis.
4. Potensi kerugian akibat luas tanam padi yang tidak optimal tergantung pada
perbedaan relatif terhadap kondisi optimal. Jika perbedaannya relatif kecil, potensi kerugian akibat kelebihan luas tanam padi adalah lebih kecil daripada
potensi kerugian yang timbul akibat luas tanam padi yang lebih rendah dari kondisi optimal. Semakin tinggi perbedaan relatif tersebut, potensi kerugian
akibat kelebihan luas tanam padi cenderung lebih besar daripada potensi kerugian yang terjadi akibat luas tanam lebih rendah dari pola optimal.
5. Elastisitas penawaran normatif padi adalah tidak tetap sehingga kurva
penawarannya tidak linier. Pada skenario harga turun, fungsi penawarannya elastis; sedangkan pada skenario harga naik maka penawarannya tidak
elastis. Terdapat dua faktor yang merupakan penyebab utamanya yaitu: 1 terjadinya perubahan keuntungan komparatif antara usahatani padi terhadap
komoditas lain akibat perubahan harga padi, dan 2 perbandingan relatif kebutuhan sumberdaya antara usahatani padi dengan komoditas pertanian
lainnya. Dengan demikian efektivitas kebijakan harga gabah yang ditujukan untuk mendorong peningkatan produksi padi ditentukan oleh: 1 rata-rata
harga gabah yang diterima petani sebelum kebijakan harga ditetapkan, 2 persentase kenaikan harga di tingkat petani akibat kebijakan tersebut, dan 3
harga-harga komoditas pertanian tanaman pangan lain yang merupakan pesaing padi dalam penggunaan sumberdaya di lahan pesawahan. Secara
umum dapat dirumuskan bahwa untuk mempertahankan pertumbuhan produksi padi melalui instrumen kebijakan harga gabah, bukan hanya
besaran kenaikannya yang perlu diperhatikan tetapi juga perbandingannya dengan komoditas lain serta pengamanannya agar tingkat harga riil yang
diterima petani terpelihara.
221 6.
Iuran irigasi berbasis komoditas terdiri atas komponen pokok dan komponen penunjang. Nilai dari komponen pokok bervariasi, tergantung pada perkiraan
kebutuhan air irigasi untuk pengusahaan komoditas yang bersangkutan dan harga bayangan air irigasi pada waktu tersebut. Oleh karena itu, besarannya
ditentukan oleh jenis komoditas, periode pengusahaan, dan sebaran temporal harga bayangan air irigasi. Nilai per unit luas garapan yang merupakan
komponen penunjang ditentukan berdasarkan kesepakatan Perkumpulan Petani Pemakai Air P3A. Meminimalkan nilai komponen penunjang
merupakan salah satu cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan efektivitas iuran irigasi berbasis komoditas sebagai instrumen peningkatan
efisiensi penggunaan air irigasi. 7.
Dalam sistem iuran irigasi berbasis komoditas, jika rata-rata biaya irigasi untuk usahatani padi pada MT I dijadikan basis pembandingan dan diberi
indeks 1, maka indeks biaya irigasi untuk usahatani padi pada MT II dan MT III masing-masing adalah sekitar 2 dan 10. Indeks biaya irigasi untuk
usahatani palawija atau hortikultur yang periode pengusahaan untuk satu siklus produksi sekitar 4 bulan adalah sekitar 0.3, 0.6, dan 5.0 masing-
masing untuk usahatani pada MT I, MT II, dan MT III. Dengan urutan musim tanam yang sama, indeks biaya irigasi untuk usahatani palawija atau
hortikultur yang satu siklus usahatani membutuhkan waktu sekitar 3 bulan adalah sekitar 0.3, 0.3, dan 4.5. Pada usahatani tebu oleh karena periode
pengusahaannya satu tahun maka indeks biaya irigasinya adalah sekitar 6.3. 8.
Secara umum, nilai iuran irigasi berbasis komoditas lebih tinggi daripada biaya irigasi yang kini berlaku. Perbedaannya dapat diperkecil jika proporsi
luas tanam padi pada MT II dikurangi dan pada MT III komoditas yang diusahakan bukan padi. Pola tanam yang memiliki kelayakan teknis dan
finansial cukup – tinggi adalah pola padi–padi–palawijahortikultur dengan siklus produksi sekitar 3 bulan atau pola padi–palawijahortikultur dengan
siklus produksi sekitar 4 bulan–palawija hortikultur dengan siklus produksi sekitar 3 bulan.
222 9.
Hasil estimasi menunjukkan bahwa di wilayah pesawahan irigasi teknis DAS Brantas probabilitas petani untuk memilih pola tanam monokultur padi relatif
rendah yaitu sekitar 0.25. Probabilitas untuk berdiversifikasi dengan mengusahakan komoditas pertanian yang tidak bernilai ekonomi tinggi
adalah sekitar 0.41, sedangkan untuk berdiversifikasi pada komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi adalah sekitar 0.34. Faktor-faktor yang
berpengaruh positif terhadap probabilitas berdiversifikasi adalah jumlah anggota rumah tangga yang bekerja di usahatani, kemampuan permodalan,
kontribusi usahatani di lahan sawah terhadap ekonomi rumah tangga, tingkat kelangkaan air irigasi yang terjadi di lahan garapan, dan kepemilikan pompa
irigasi. Faktor yang tidak kondusif adalah fragmentasi lahan garapan. 10. Partisipasi petani dalam pembayaran iuran irigasi cukup baik. Probabilitas
tidak berpartisipasi hanya sekitar 0.14. Di sisi lain, probabilitas untuk berpartisipasi dengan kualitas partisipasi rendah, sedang, dan tinggi masing-
masing adalah sekitar 0.21, 0.35, dan 0.30. 11. Faktor-faktor yang kondusif untuk mendorong petani meningkatkan kualitas
partisipasinya dalam pembayaran iuran irigasi adalah penerapan pola tanam diversifikasi, kualitas lahan sawah garapan yang lebih baik, intensitas tanam,
kontribusi usahatani padi dalam ekonomi rumah tangga, dan kinerja pengurus asosiasi petani pemakai air irigasi yang lebih baik. Faktor-faktor
yang tidak kondusif adalah proporsi lahan sawah garapan bukan milik, jarak lahan garapan terhadap prasarana distribusi air irigasi, dan kepemilikan
pompa irigasi. 12. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diperkirakan bahwa prospek penerapan
iuran irigasi berbasis komoditas di suatu wilayah irigasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang dapat dikondisikan. Peluang keberhasilannya akan
lebih tinggi jika diterapkan di wilayah irigasi dengan karakteristik: lahan garapan usahatani lebih terkonsolidasi, rata-rata luas garapan tidak terlalu
kecil, tenaga kerja pertanian cukup tersedia, kemampuan permodalan petani memadai, peranan usahatani dalam ekonomi rumah tangga petani cukup
penting, dan kinerja pengurus asosiasi petani pemakai air irigasi cukup baik.
223
8.2. Implikasi Kebijakan