Pasokan Air Irigasi SUMBERDAYA AIR, PENGELOLAAN IRIGASI DAN KERAGAAN USAHATANI DI DAERAH IRIGASI BRANTAS

132 terbesar adalah untuk irigasi yaitu sekitar 80 persen. Penggunaan non pertanian yang terpenting adalah untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sekitar 7 dan industri sekitar 5 . Perikanan budidaya terutama tambak memanfaatkan air return flow dari irrigasi sekitar 1.4 . Selain penggunaan tersebut, setiap tahun dibutuhkan sekitar 7 untuk penggelontoran sungai Tabel 12. Tabel 12. Rata-rata penggunaan air yang dikelola Perum Jasa Tirta I di DAS Brantas Kuantitas Penggunaan 10 6 m 3 tahun Pangsa 1. Irigasi 2 400 80.2 2. Domestik 209 7.0 3. Industri total pasokan 139 4.6 4. Penggelontoran sungai maintenance flow 204 6.8 5. Perikanan irrigation return flow 41 1.4 Total 2 993 100.0 Sumber: Sunaryo, 2002; Rogers et al, 2002.

5.3. Pasokan Air Irigasi

Total luas lahan irigasi di DAS Brantas adalah sekitar 309 ribu hektar. Dari jumlah itu sekitar 242.5 ribu hektar atau sekitar 78 adalah sawah beririgasi teknis. Deskripsi lebih rinci adalah sebagai berikut Tabel 13. Tabel 13. Luas areal irigasi di DAS Brantas, 19992000. Teknis Semi teknis Non teknis Cabang Dinas Irigasi Hektar Persen Hektar Persen Hektar Persen Total Hektar Malang 13 623 86.2 1 433 9.1 745 4.7 15 801 Kepanjen 16 493 60.6 5 420 19.9 5 303 19.5 27 216 Blitar 23 984 72.8 2 880 8.7 6 086 18.5 32 950 Tulungagung 15 585 66.6 6 072 25.9 1 747 7.5 23 404 Trenggalek I 6 257 50.6 2 395 19.4 3 721 30.1 12 373 Kediri 20 547 67.8 2 060 6.8 7 680 25.4 30 287 Pare 18 700 94.6 - - 1 072 5.4 19 772 Nganjuk 33 725 87.2 2 864 7.4 2 079 5.4 38 668 Mojoagung 22 070 93.6 - - 1 509 6.4 23 579 Jombang 22 785 96.6 - - 810 3.4 23 595 Mojokerto 27 073 71.7 7 353 19.5 3 315 8.8 37 741 Sidoarjo 20 877 93.9 765 3.4 602 2.7 22 244 Surabaya 744 50.6 725 49.4 - - 1 469 Total 242 463 78.4 31 967 10.3 34 669 11.2 309 099 Sumber: Perum Jasa Tirta I dan Dinas Pengairan Jawa Timur 133 Alokasi air irigasi bervariasi antar tahun dan dipengaruhi oleh curah hujan. Sementara itu karena kapasitas tampung efektif waduk semakin menurun dan alokasi air untuk keperluan domestik dan industri meningkat maka secara rata-rata alokasi air untuk irigasi cenderung semakin menurun dari tahun ke tahun. Rata- rata penurunan memang hanya sekitar 0.67 persen per tahun tetapi dalam ukuran volume, angka ini setara dengan 16.2 juta m 3 tahun. Pada tahun-tahun 1978, 1979, dan 1980 alokasinya mencapai angka lebih dari 3 milyar m 3 tahun. Tetapi sesudah itu selalu lebih kecil dari angka tersebut. Rata-rata berkisar antara 2.7 – 2.9 milyar m 3 tahun ; bahkan pada tahun 1987 kurang dari 2.3 milyar m 3 Gambar 13. Gambar 13. Perkembangan alokasi air untuk irigasi 1978 – 1996 Pola sebaran temporal alokasi air irigasi juga sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Pasokan air irigasi sangat tinggi pada bulan Desember – April, dimana puncaknya terjadi pada Bulan Januari. Fluktuasi curah hujan memang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan pasokan air irigasi. Koefisien variasi bulanan untuk curah hujan adalah sekitar 85 persen, sedangkan pasokan irigasi adalah sekitar 8.4 persen Gambar 14. Jika risiko usahatani berbanding lurus dengan fluktuasi pasokan air maka berdasarkan fenomena tersebut dapat disimpulkan bahwa secara teoritis kontribusi irigasi dalam mengurangi risiko gagal panen yang diakibatkan oleh kekurangan air adalah sekitar 90 persen. Kontribusi terbesar terjadi pada saat curah hujan sangat rendah yaitu antara Juni – September. 2000.0 2500.0 3000.0 3500.0 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 10 6 m 3 134 Gambar 14. Pola curah hujan bulanan dan alokasi air irigasi Ketersediaan air irigasi untuk tanaman tidak hanya dipengaruhi oleh volume pasokan tetapi juga efisiensi sistem irigasi tersebut. Efisiensi irigasi dipengaruhi oleh kondisi prasarana irigasi, pengelolaan penyaluran conveyance dan distribusi, serta aplikasi irigasi di sawah. Doorenbos and Prit 1977 mendefinisikan efisiensi irigasi sebagai penggandaan dari 3 komponen efisiensi yaitu: conveyance efficiency, distribution efficiency, dan field application efficiency. Dalam rangka menyesuaikan dengan kondisi di lapangan pemilahan yang dilakukan oleh Team Studi Special Assistant for Project Sustainability II – SAPS II 1992 adalah: 1. Intake efficiency IEF, yaitu ratio antara air irigasi yang aktual masuk di titik intake bangunan terhadap inflow yang dijadwalkan. Ini merupakan indikator pengukuran efisiensi secara tidak langsung pengelolaan suatu sistem irigasi skala makro Armitage, 1999. Dapat juga dimaknai sebagai intake aktual yang diterima di salah satu saluran berikutnya terhadap volume intake yang dijadwalkan pada saluran di level atasnya main canal. Disain jaringan dari saluran induk – tertier irigasi yang kurang terkonsolidasi merupakan salah satu faktor yang menentukan IEF. 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 300.00 350.00 400.00 Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Discharge juta m3 Rataan CH mm 135 2. System operation efficiency SOEF, yaitu ratio antara volume alir yang diterima di inlet di lapangan terhadap inflow pada saluran utama main canal. Faktor yang paling menentukan SOEF adalah kebocoran dan evaporasi selama penyaluran dan kehilangan air akibat kesalahan dalam pengoperasian fasilitas kontrol distribusi air irigasi. 3. On-farm use efficiency FUEF, yaitu ratio antara volume air yang secara langsung tersedia untuk tanaman terhadap volume air yang diterima di hamparan field inlet. Faktor-faktor yang menentukan FUEF antara lain adalah teknik aplikasi air di lapangan dan kondisi tanah. FUEF di sistem irigasi Brantas adalah berkisar antara 65 – 75 persen. Hasil penelitian Team Studi SAPS II 1992 juga menunjukkan bahwa secara keseluruhan tingkat efisiensi irigasi system irrigation efficiency – SIEF di DAS Brantas masih relatif rendah Tabel 14. Meskipun demikian penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa tingkat efisiensi tersebut relatif lebih tinggi dari pada rata-rata nasional yang berkisar antara 45 – 65 persen. Tabel 14. Efisiensi irigasi pada sistem irigasi teknis di DAS Brantas, 1992 Tingkat Efisiensi Region Skema irigasi IEF SOEF FUEF SIEF Hulu Lodoyo 90 88.3 75 60 1. Warujayeng-Kertosono Mrican 90 57.5 70 36 Tengah 2. Turi-Tunggorono 90 58.8 70 37 Hilir Delta Brantas 70 57.8 65 26 Sumber: Tim Studi Special Assistant for Project Sustainability SAPS, 1992. FUEF SOEF IEF SIEF   

5.4. Kelembagaan Pengelolaan Irigasi