116 dimana:
x
1
= Fragmentasi lahan sawah, diproksi dari jumlah persil garapan x
2
= Luas sawah garapan hektar x
3
= Proporsi luas garapan yang berstatus bukan milik x
4
= Jumlah tenaga kerja yang bekerjamembantu bekerja di pertanian x
5
= Kemampuan permodalan, diproksi dengan ratio antara total pendapatan terhadap total pengeluaran rumah tangga
x
6
= Peranan sawah dalam ekonomi rumah tangga, diproksi dari pangsa pendapatan yang diperoleh dari usahatani di lahan sawah
x
7
= Intensitas tanam x
8
= Kelangkaan air irigasi, diproksi dari hasil perkalian antara rasio luas sawah garapan yang mengalami kekeringan dengan durasi hari
lahan tersebut mengalami kekeringan x
9
= Kelas lahan sawah, diproksi dari nilai pajak lahan sawah garapan x
10
= Peubah boneka pemilikan pompa irigasi, 0= tidak memiliki, 0 = memiliki
x
11
= Kinerja Pengurus HIPPA 1=sangat buruk, 2=buruk, 3=sedang, 4=baik, 5=sangat baik
4.5.4. Pemilihan Variabel Penjelas.
Sasaran akhir dari serangkaian analisis ini adalah untuk menemukan variabel-variabel kunci yang dibutuhkan untuk merumuskan strategi penerapan
dari sistem pembayaran iuran irigasi berbasis komoditas. Oleh karena itu, pemilihan variabel-variabel penjelas explanatory variable yang mempengaruhi
probabilitas petani dalam konteks pemilihan pola usahatani monokultur versus berdiversifikasi maupun dalam konteks partisipasi pembayaran iuran irigasi
harus dikaitkan dengan kebutuhan untuk perumusan strategi tersebut di atas. Secara teoritis sangat banyak variabel yang harus dipertimbangkan dalam
merumuskan strategi penerapan sistem iuran irigasi berbasis komoditas baik yang mencakup aspek teknis maupun sosial ekonomi. Aspek teknis mencakup variabel-
variabel yang menentukan kelayakan teknis penerapan, misalnya: teknik distribusi air, teknik pengukuran luas pengusahaan suatu komoditas tertentu, dan
sebagainya. Penelitian ini difokuskan pada aspek sosial ekonomi.
117 Dalam aspek sosial ekonomi, himpunan variabel penjelas mencakup
variabel yang sifatnya eksternal maupun internal. Aspek sosial ekonomi yang sifatnya eksternal misalnya kebijaksanaan pemerintah di bidang harga masukan
dan keluaran usahatani, kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pengembangan irigasi, dan lain sebagainya. Aspek yang sifatnya internal berada dalam kendali
petani seringkali terkait karakteristik intrinsik petani. Secara hipotetis, faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku petani dalam pengambilan keputusan dalam
penerapan pola tanam dan partisipasi dalam pembayaran iuran irigasi adalah: 1.
kapabilitas managerial usahatani 2.
keuntungan usahatani di lahan sawah per unit luas garapan per tahun. 3.
kemampuan permodalan untuk usahatani 4.
penguasaan lahan untuk usahatani 5.
kontribusi usahatani di lahan sawah terhadap ekonomi rumah tangga 6.
kontribusi pendapatan di luar pertanian terhadap ekonomi tumah tangga 7.
karakteristik rumah tangga petani Selain faktor-faktor tersebut di atas, terdapat pula faktor-faktor lain yang
mempengaruhi katersediaan air irigasi di lahan petani jarak dari pintu terhadap pintu tertier, akses terhadap saluran kwarter, luas persil lahan garapan yang sering
kekurangan air, intensitas kekeringan, kualitas lahan, penguasaan peralatan yang dibutuhkan untuk mengatasi kekurangan air, dan kinerja organisasi yang menjadi
wadah petani dalam pengelolaan irigasi Organisasi P3A – di Jawa Timur disebut Himpunan Petani Pemakai Air yang disingkat HIPPA. Faktor-faktor ini tidak
sepenuhnya berada dalam kendali petani tetapi mempengaruhi keputusan petani dalam usahatani; dan karenanya diinkorporasikan dalam model.
4.5.4.1. Kapabilitas managerial petani dalam usahatani padi Kapabilitas managerial adalah suatu konsep yang merefleksikan
kemampuan seseorang atau lembaga dalam mengorganisasikan informasi, pengetahuan, teknologi, dan sumberdaya
yang dapat dikendalikannya internalized dalam rangka mencapai tujuan. Dengan asumsi petani bertujuan
memaksimumkan keuntungan maka pengambilan keputusan petani mencakup aspek-aspek: 1 apa yang akan diusahakan, 2 seberapa banyak, 3 kapan, 4
118 dimana 5 dengan cara apa, dan 6 akan dijual kapan dan dalam bentuk apa serta
dimana. Aspek 1 sampai dengan 4 lazimnya menentukan pola tanam, aspek 5 berkaitan dengan teknik budidaya pra panen dan pasca panen, sedangkan aspek
6 berkaitan dengan masalah pemasaran produk yang dihasilkannya. Perolehan keuntungan maksimum berkaitan erat dengan efisiensi dalam
berproduksi. Proses produksi tidak efisien karena dua hal berikut. Pertama, karena secara teknis tidak efisien. Ini terjadi karena ketidak berhasilan mewujudkan
produktivitas maksimal; artinya per unit paket masukan input bundle tidak dapat menghasilkan produksi maksimal. Kedua, secara alokatif tidak efisien karena pada
tingkat harga-harga masukan dan keluaran tertentu, proporsi penggunaan masukan tidak optimum. Ini terjadi karena produk penerimaan marginal marginal revenue
product tidak sama dengan biaya marginal marginal cost masukan yang digunakan. Efisiensi ekonomi mencakup efisiensi teknis maupun efisiensi alokatif.
Sebagai individu, petani adalah price taker pasar masukan maupun keluaran usahatani sehingga cara petani untuk memaksimumkan keuntungan
adalah melalui peningkatan efisiensi teknis dalam usahataninya. Dengan demikian tingkat efisiensi teknis dapat digunakan sebagai proksi kapabilitas managerial.
Metode estimasi tingkat efisiensi teknis TE yang banyak digunakan adalah pendekatan stochastic production frontier SPF. Metode ini diperkenalkan
oleh Aigner, Lovell and Schmidt 1977 maupun Meeusen dan van den Broek 1977. Pengembangan berikutnya banyak dilakukan antara lain oleh Greene
1993 dan Coelli 1996. Elaborasi pengaruh risiko dalam pemodelan dan estimasinya dapat disimak misalnya pada Kumbhakar 2002. Estimasi TE dengan
model SPF yang digunakan dalam penelitian ini dapat disimak pada Lampiran 10. Kapabilitas managerial dalam usahatani padi dapat berpengaruh positif
maupun berpengaruh negatif terhadap peluang berdiversifikasi. Pengaruh positif terjadi jika kapabilitas managerial dalam usahatani yang dicapainya merupakan
landasan untuk mengembangkan kapabilitas managerialnya dalam usahatani secara umum. Sebaliknya, berpengaruh negatif terhadap peluang berdiversifikasi
apabila tingkat pencapaian kapabilitas managerial dalam usahatani padi merupakan wujud dari dari upaya spesialisasi dalam usahatani padi.
119 4.5.4.2. Keuntungan usahatani di lahan sawah per unit luas garapan per tahun
Keuntungan usahatani padi merupakan salah satu tolok ukur dari tingkat keberhasilan petani dalam mengelola usahatani dalam mencapai tujuannya untuk
memaksimalkan pendapatan yang diperoleh dari usahatani padi. Jika petani hanya mengusahakan komoditas padi maka secara teoritis ada korelasi yang kuat antara
tingkat efisiensi teknis TE tersebut di atas dengan keuntungan usahatani. Akan tetapi secara empiris sangat banyak petani yang tidak hanya berusahatani padi
tetapi juga komoditas lainnya. Dalam satu tahun keuntungan yang diperoleh petani bukan hanya berasal
dari usahatani padi tetapi juga usahatani komoditas yang lain; dan merupakan hasil penjumlahan dari 2, 3, atau bahkan 4 siklus usahatani, tergantung pada
intensitas tanam yang diterapkan petani. Secara tunai, keuntungan usahatani per unit luas garapan per tahun adalah sama dengan total penerimaan yang diperoleh
dari usahatani itu selama satu tahun dikurangi dengan total biaya tunai usahatani yang dikeluarkan untuk usahatani tersebut.
Dalam batas-batas tertentu total keuntungan usahatani per luas garapan per tahun dapat dipandang sebagai produktivitas usahatani komposit lahan sawah.
Oleh karena itu diduga berpengaruh positif terhadap probabilitas petani untuk berdiversifikasi; dan merupakan berpengaruh positif pula terhadap tingkat
partisipasi petani dalam membayar iuran irigasi. 4.5.4.3. Kemampuan permodalan petani
Modal yang dibutuhkan petani untuk melakukan usahatani berasal dari modal sendiri maupun pinjaman. Secara empiris akses petani terhadap sumber
modal dari lembaga perkreditan terutama lembaga perkreditan formal sangat rendah sehingga sebagian besar petani mengandalkan modal sendiri swadana.
Pendapatan rumah tangga petani bukan hanya berasal dari usahatani di lahan sawah tetapi juga dari usahatani di lahan lainnya, dari usaha ternak, dari
berburuh tani, kegiatan ekonomi di luar pertanian, bahkan juga dari pendapatan yang diperoleh tanpa mencurahkan tenaga kerja kiriman dari anggota
keluarganya yang bekerja di di kota, dari pensiun, dan sebagainya.
120 Sebagian dari pendapatan tersebut dipergunakan untuk memenuhi
kebutuhan rumah tangga, dan sebagian lainnya dialokasikan untuk usahatani. Dengan asumsi bahwa ketersediaan modal untuk usahatani berbanding lurus
dengan surplus pendapatan, maka kemampuan permodalan petani dapat diproksi dari rasio total pendapatan terhadap total pengeluaran.
Kemampuan permodalan usahatani diduga berpengaruh positif terhadap probabilitas berdiversifikasi pada komoditas pertanian bernilai ekonomi tinggi,
tetapi berpengaruh negatif untuk berdiversifikasi pada komoditas pertanian yang tidak bernilai ekonomi tinggi. Variabel ini diduga juga berpengaruh positif
terhadap partisipasi petani dalam pembayaran iuran irigasi. 4.5.4.4. Penguasaan lahan usahatani
Terdapat tiga variabel penting yang tercakup dalam konteks penguasaan lahan yang diduga berpengaruh terhadap pola usahatani maupun partisipasi dalam
pembayaran iuran irigasi. Ketiga variabel tersebut adalah: 1 luas garapan, 2 status garapan milik versus bukan milik, dan 3 jumlah persil lahan garapan.
Diduga luas garapan merupakan faktor positif terhadap probabilitas petani memilih pola tanam berdiversifikasi maupun maupun probabilitasnya untuk
berpartisipasi aktif dalam iuran irigasi. Jumlah persil lahan garapan diduga merupakan faktor negatif terhadap probabilitas terhadap kedua hal tersebut di atas.
Petani dengan status garapan milik diduga cenderung memilih pola tanam berdiversifikasi. Variabel ini diduga merupakan faktor positif pula untuk
mendorong partisipasi petani dalam membayar iuran irigasi. Konfigurasi lahan garapan berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan
tenaga kerja maupun efektivitas kontrol dalam pengelolaan usahatani. Secara teoritis, pengelolaan usahatani pada hamparan lahan garapan yang terkonsolidasi
tidak terpencar-pencar relatif lebih mudah. Oleh karena itu, diduga semakin banyak jumlah persil sawah garapan semakin rendah probabilitas petani untuk
memilih pola tanam berdiversifikasi. Variabel ini diduga juga berpengaruh negatif terhadap partisipasi petani dalam membayar iuran irigasi.
121 4.5.4.5. Kontribusi usahatani di lahan sawah terhadap ekonomi rumah tangga
Tidak banyak berbeda dengan petani Indonesia pada umumnya, sumber pendapatan rumah tangga petani di daerah pertanian beririgasi juga beragam. Per
definisi, usahatani di lahan sawah merupakan salah satu sumber pendapatan yang selalu ada pada setiap rumah tangga petani lahan sawah. Meskipun demikian,
kontribusinya beragam, tergantung dari jumlah pendapatan yang diperoleh dari usahatani di lahan sawah maupun pendapatan dari sumber lain. Secara teoritis,
semakin luas lahan garapan usahataninya maka semakin besar kontribusi pendapatan yang dapat diperoleh dari lahan sawah.
Diduga kontribusi pendapatan dari usahatani di lahan sawah merupakan faktor positif terhadap probabilitas petani untuk berdiversifikasi, baik diversifikasi
dengan mengusahakan komoditas usahatani bernilai ekonomi tinggi maupun lainnya. Variabel ini diduga berpengaruh positif terhadap probabilitas petani untuk
berpartisipasi lebih tinggi dalam membayar iuran irigasi. 4.5.4.6. Kontribusi pendapatan dari luar pertanian
Kontribusi sektor luar pertanian dalam ekonomi rumah tangga petani cukup penting. Bahkan bagi sebagian besar rumah tangga yang luas garapan
usahataninya sempit merupakan sumber pendapatan utama. Jika kontribusi pendapatan dari luar pertanian mencerminkan peranannya
dalam ekonomi rumah tangga, maka variabel ini diduga merukapan faktor negatif terhadap probabilitas petani memilih pola tanam berdiversifikasi maupun terhadap
probabilitas petani untuk berpartisipasi lebih baik dalam pembayaran iuran irigasi. 4.5.4.7. Karaktersitik rumah tangga petani
Karakteristik rumah tangga petani yang diduga berpengaruh terhadap probabilitas petani dalam memilih pola tanam maupun tingkat partisipasi dalam
iuran irigasi adalah: 1 jumlah anggota rumah tangga yang bekerja termasuk yang statusnya hanya membantu pada kegiatan usahatani di lahan sawah, 2
umur kepala keluarga rumah tangga petani, dan 3 tingkat pendidikan petani.
122 Jumlah anggota rumah tangga yang bekerja pada kegiatan usahatani
diduga merupakan faktor positif. Umur kepala rumah tangga diduga merupakan faktor negatif, sedangkan tingkat pendidikan diduga merupakan faktor positif.
4.5.4.8. Akses lahan garapan terhadap saluran irigasi di blok tertier Di tingkat usahatani, akses lahan garapan terhadap saluran irigasi dimana
pasokan air didistribusikan terutama ditentukan oleh posisi lahan garapan dari pintu tertier dan saluran kwarter. Sebenarnya ada faktor-faktor lain seperti kualitas
saluran-saluran irigasi tersebut maupun topografi hamparan. Akan tetapi dalam penelitian ini data yang berhasil digali dengan baik adalah jarak lahan dari pintu
tertier dan tingkat aksesibilitas kualitatif lahan terhadap saluran kwarter. Diduga semakin baik aksesibilitas lahan sawah garapan terhadap saluran
irigasi semakin tinggi pula probabilitas petani untuk memilih pola tanam yang dianggap paling menguntungkan berdiversifikasi. Jadi merupakan faktor positif.
Kedua variabel tersebut diharapkan juga merupakan faktor positif terhadap tingkat partisipasi petani dalam membayar iuran irigasi.
4.5.4.9. Tingkat kecukupan air irigasi Tingkat kecukupan air irigasi di suatu lahan garapan dipengaruhi oleh: 1
aksesibilitasnya terhadap saluran irigasi, 2 kondisi pasokan air irigasi di saluran tertier maupun kuarter, 3 posisi vertikal relatif lahan tersebut terhadap hamparan
lahan garapan petani lain maupun permukaan air di saluran pemasok air irigasi, dan 3 sistem distribusi air irigasi. Ada dua variabel yang dapat digunakan
sebagai proksi tingkat kecukupan air irigasi di lahan garapan yaitu: 1.
Luas lahan garapan yang sering mengalami kekurangan air. Ini diproksi dari luas bagian hamparan lahan yang pada musim kemarau-1 kebutuhan air
irigasinya tidak dapat terpenuhi dari pasokan air irigasi permukaan. Diduga pangsa luas lahan cukup air irigasi merupakan faktor negatif terhadap
probabilitas memilih pola tanam berdiversifikasi, tetapi merupakan faktor positif terhadap partisipasi petani dalam pembayaran iuran irigasi.
123 2.
Intensitas kekeringan. Ini diproksi dari durasi berapa hari lahan garapan tersebut tidak memperoleh pasokan air irigasi yang cukup sehingga petani
harus menanggulanginya dengan cara lain, misalnya dengan menggunakan irigasi pompa. Diduga variabel ini merupakan faktor negatif terhadap
probabilitas petani untuk berdiversifikasi, maupun partisipasi petani untuk membayar iuran irigasi yang berkualitas.
4.5.4.10. Kualitas lahan Kualitas lahan tidak hanya ditentukan oleh tingkat kecukupan air tetapi
juga kesuburannya, aksesibilitasnya terhadap prasarana transportasi dan sebagainya. Di wilayah agraris, untuk tipe lahan yang sejenis maka kualitas lahan
berkorelasi positif dengan harga lahan tersebut. Akan tetapi dalam penelitian ini data tentang harga lahan garapan tidak lengkap sebagian besar petani hampir 50
persen tidak dapat menaksir dengan baik harga lahan garapannya, sedangkan data harga lahan dari sistem administrasi desa tidak tersedia. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini kualitas lahan diproksi dari nilai pajak lahan tersebut. Diduga, nilai lahan merupakan faktor positif terhadap probabilitas petani dalam memilih pola
tanam berdiversifikasi maupun tingkat partisipasi dalam pembayaran iuran irigasi.
4.6. Lokasi Penelitian dan Prosedur Pengambilan Contoh 4.6.1. Lokasi Penelitian