213 Tabel 62. Sebaran petani menurut partisipasinya dalam iuran irigasi dan status
garapan usahatani, 19992000 Status lahan usahatani yang digarap
Partisipasi dalam iuran irigasi 100 milik Campuran
100 non milik Tidak berpartisipasi
9.9 20.3
22.6 Hanya membayar IPAIR
24.1 21.8
11.3 Hanya membayar Iuran HIPPA
31.6 30.8
50.9 Membayar IPAIR dan Iuran HIPPA
34.4 27.1
15.1 Pearson
6
2
24.5070 Pr = 0.000
Jadi, pada wilayah pesawahan irigasi yang pemilikan tanahnya timpang sehingga sebagian besar petani hanyalah penggarap maka secara umum partisipasi
petani dalam membayar iuran irigasi adalah rendah. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa secara umum prospek penerapan iuran irigasi akan lebih baik
pada wilayah yang distribusi pemilikan tanahnya lebih merata sehingga sebagian besar petani memiliki lahan garapan usahatani sendiri.
7.3.7. Jarak Persil Sawah Garapan Dari Pintu Tertier
Hasil estimasi menunjukkan bahwa semakin jauh persil lahan sawah garapan dari pintu tertier semakin rendah partisipasi petani yang menggarap lahan
tersebut untuk membayar iuran irigasi. Ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada umumnya persil-persil sawah garapan yang berdekatan dengan pintu
tertier memiliki akses terhadap sumber air irigasi yang lebih baik. Posisinya yang berada di depan menyebabkan persil-persil sawah tersebut merupakan sasaran
utama evaluasi kinerja irigasi secara visual, dan karenanya memperoleh perhatian yang lebih tinggi dari aparat pengairan maupun pengurus HIPPA. Dengan kata
lain, secara umum ketersediaan air irigasi pada persil-persil lahan tersebut lebih baik dari pada yang letaknya lebih jauh dari pintu tertier. Kondisi seperti ini
mendorong petani untuk berpartisipasi lebih baik dalam membayar iuran irigasi. Sebaliknya, lahan-lahan sawah garapan yang lokasinya jauh dari pintu-pintu
tertier lebih besar peluangnya untuk terlantar. Akibatnya, petani yang menguasai lahan sawah garapan yang lokasinya seperti itu juga cenderung lebih rendah
partisipasinya untuk membayar iuran irigasi.
214
7.3.8. Pemilikan Pompa Irigasi
Partisipasi petani yang memiliki pompa irigasi dalam membayar iuran irigasi cenderung lebih rendah daripada petani yang tidak memiliki pompa irigasi.
Ini logis mengingat bahwa salah satu penyebab utama petani memiliki pompa irigasi adalah karena lahan garapan usahataninya sering mengalami kekeringan.
Dalam praktek, persil-persil garapan seperti itu bukan merupakan prioritas sasaran IPAIR maupun Iuran HIPPA. Di sisi lain, dengan memiliki pompa irigasi maka
ketergantungan petani yang bersangkutan terhadap irigasi permukaan juga semakin rendah sehingga merasa tidak relevan untuk diwajibkan membayar iuran
irigasi. Gambaran tentang partisipasi petani pemilik pompa irigasi dan yang tidak memiliki pompa irigasi dalam membayar iuran irigasi dapat dilihat dari Tabel 63.
Tabel 63. Sebaran petani menurut partisipasinya dalam pembayaran iuran irigasi pemilikan pompa irigasi
Pemilikan pompa irigasi Partisipasi dalam iuran irigasi
Memiliki Tidak memiliki
Tidak berpartisipasi 14.96
11.49 Hanya membayar IPAIR
20.21 29.89
Hanya membayar Iuran HIPPA 36.22
21.84 Membayar IPAIR dan Iuran HIPPA
28.61 36.78
Pada tahun 19992000, sekitar 19 petani memiliki pompa irigasi. Meskipun sebagian besar petani membeli pompa irigasi untuk memenuhi
kebutuhan sendiri, tetapi cukup banyak pula yang menyewakan pompa irigasinya kepada petani lain. Bahkan irigasi pompa merupakan salah satu aktivitas bisnis
yang dijalankan oleh beberapa penduduk di pedesaan di wilayah ini. Pada tahun 19992000 harga sewa pompa irigasi untuk ukuran discharge 1.5 inch adalah
sekitar Rp. 3 500 – Rp. 4 000 per jam pemompaan.
7.3.9. Probabilitas Petani Berpartisipasi Dalam Iuran Irigasi