63 Data ketersediaan air irigasi di level tertier masing-masing Sub DAS
diperoleh dari nilai rata-rata debit air irigasi pada petak-petak terier contoh. Untuk memperoleh tingkat ketersediaan air irigasi di level usahatani, angka-angka
tersebut dikalikan dengan tingkat efisiensi irigasi di level usahatani on-farm use efficiency – FUEF. Rata-rata FUEF di Sub DAS Hulu, Sub DAS Tengah, dan
Sub DAS Hilir SAPS, 1982 masing-masing adalah 0.75, 0.70, dan 0.65. Dalam penelitian ini, kebutuhan minimum untuk masing-masing Sub DAS
diasumsikan setara dengan rata-rata debit air irigasi pada petak-petak tertier yang terjadi pada tahun-tahun kering dari data deret waktu sepuluh tahun 1989 – 1999
dan untuk Sub DAS Tengah dan Hilir diasumsikan mengandalkan sebagian besar pasokan air irigasi dari sumber setempat. Data ini dikumpulkan dari Seksi Cabang
Pengairan dimana petak-petak terteir contoh berada dan dilengkapi dengan informasi dari Juru Pengairan di petak-petak tertier yang bersangkutan.
3.4.3. Distribusi Temporal Air Irigasi dan Implikasinya
Nilai ekonomi sumberdaya ditentukan oleh tingkat kelangkaannya. Semakin langka semakin tinggi nilai ekonominya. Konsep kelangkaan adalah
relatif terhadap kebutuhan. Oleh karena itu jika sumberdaya yang tersedia lebih banyak dari yang dibutuhkan maka didefiniskan sebagai tidak langka dan
karenanya nilai ekonominya nol. Air yang tersedia untuk usahatani terutama berasal dari dua sumber yaitu
air hujan dan air irigasi. Pada sistem irigasi permukaan, pasokan air yang berasal dari irigasi juga dipengaruhi oleh curah hujan. Pada musim hujan, total pasokan
air yang tersedia untuk tanaman sangat berlebih karena: 1 pasokan air dari curah hujan yang jatuh di lahan petani sangat banyak, 2 pasokan air dari irigasi
meningkat. Sebaliknya pada musim kemarau curah hujan sangat sedikit, bahkan pada bulan-bulan tertentu tidak ada. Pada musim ini pasokan air irigasi juga
menurun. Dengan demikian, total air yang tersedia untuk tanaman menjadi sangat terbatas. Secara hipotetis pola sebaran temporal ketersediaan air untuk pertanian
dan implikasinya terhadap nilai ekonomi air irigasi dapat diilustrasikan pada Gambar 7.
64
Gambar 7. Implikasi pola distribusi temporal kebutuhan dan pasokan air irigasi terhadap harga bayangannya
Lazimnya jika curah hujan berlangsung normal, musim penghujan terjadi pada Bulan Oktober – Maret, sedangkan musim Kemarau pada Bulan April –
September. Dengan pola sebaran temporal seperti itu, air yang tersedia di lahan pesawahan pada Bulan November – Maret lebih tinggi dari kebutuhan, sedangkan
Okt Nov
Des Jan
Feb Mar
Apr Mei
Jun Jul
Ags Sep
Pasokan air irigasi Curah hujan
Total irigasi + curah hujan
Kebutuhan air irigasi
Nilai ekonomi air irigasi
S
MH
S
MK
D
AI
E
MH
E
MK
Qw
MH
Qw
MK
Pw
MK
Pw
MH
Q
air irigasi
m
3
Musim Hujan Musim Kemarau
Kuantitas Air
Rp. m
3
65 pada Bulan April – akhir September air yang dibutuhkan lebih banyak daripada
yang tersedia. Oleh karena itu pada bulan November – Maret harga bayangan air irigasi sangat rendah sedangkan pada April – September cukup tinggi. Harga
bayangan air irigasi semakin meningkat seiring dengan kelangkaannya dan diperkirakan puncaknya terjadi pada Bulan Agustus atau September.
Jika disederhanakan maka penawaran air irigasi pada musim hujan dan musim kemarau dapat diilustrasikan sebagaimana gambar terbawah. Misalkan
S
MH
dan S
MK
masing-masing menggambarkan penawaran air irigasi pada musim hujan dan musim kemarau. Selanjutnya jika diasumsikan bahwa bentuk fungsi
permintaan air irigasi serupa dengan masukan usahatani lainnya sehingga elastisitasnya negatif, maka bentuk sederhana grafik fungsi permintaannya adalah
D
AI
. Dengan asumsi pasar air irigasi berlaku, maka keseimbangan pada musim hujan terjadi pada E
MH
dimana jumlah yang diminta adalah Q
WMH
dengan harga P
wMH
. Pada musim kemarau, keseimbangan terjadi pada E
MK
dimana jumlah yang diminta adalah Q
WMK
, sedangkan harganya adalah P
wMK
. Pelajaran terpenting yang dapat ditarik dari pembahasan di atas adalah
bahwa dalam membangun model yang akan digunakan untuk melakukan valuasi air irigasi pola maka sebaran temporal harus diperhitungkan dengan baik. Secara
umum dapat dinyatakan bahwa model yang dikembangkan semakin mendekati fenomena empiris apabila distribusi temporal kebutuhan dan ketersediaan air
irigasi dapat didisagregasikan sampai pada tingkat yang sangat rinci.
3.5. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prospek Penerapan Iuran Irigasi Berbasis Komoditas