170 Tabel 28. Pengaruh perubahan luas tanam padi terhadap keuntungan usahatani
Keuntungan bersih Rp.10
6
tahun Luas tanam padi dibanding
kondisi optimal Total
Per hektar Selisih terhadap
kondisi optimal Lebih rendah 20
108 581.4 1 583.1
-8.30 Lebih rendah 15
112 132.6 1 634.9
-5.31 Lebih rendah 10
114 871.0 1 674.8
-2.99 Lebih rendah 5
117 209.2 1 708.9
-1.02
Optimal 118 414.8
1 726.5 -
Lebih tinggi 5 116 779.4
1 702.6 -1.38
Lebih tinggi 10 112 555.3
1 641.1 -4.95
Lebih tinggi 15 107 857.7
1 572.6 -8.92
Lebih tinggi 20 101 426.8
1 478.8 -14.35
Total luas sawah adalah 68 587 hektar.
Pelajaran yang dapat dipetik dari analisis tersebut adalah: jika luas tanam padi yang dilakukan petani saat itu lebih kecil dari pola optimal maka peningkatan
produksi padi sinergis dengan peningkatan pendapatan. Akan tetapi jika luas tanam padi yang diterapkan petani lebih besar dari pola optimal maka peningkatan
luas tanam padi justru menyebabkan keuntungan usahatani yang diperoleh menurun. Persoalannya adalah bahwa secara empiris proporsi luas tanam optimal
itu tidak diketahui sehingga secara pragmatisme yang dapat ditempuh hanyalah fenomena yang sifatnya ekstrim. Dalam kaitan itu, jelas bahwa potensi kerugian
akibat penerapan IP Padi 300 cukup besar.
6.6. Fungsi Penawaran Normatif Komoditas Padi
Perilaku penawaran padi sangat dibutuhkan dalam perumusan kebijakan harga gabah. Pendekatan yang paling lazim ditempuh untuk memperoleh fungsi
penawaran adalah ekonometrik. Secara teoritis pendekatan ini sangat elegan karena memperhitungkan pengaruh faktor-faktor yang sifatnya stochastic dan
validasi empirisnya lebih mudah dilakukan. Akan tetapi pendekatan ekonometrik membutuhkan data yang jumlah observasinya memadai agar derajat bebas yang
diperlukan untuk uji nyata terpenuhi. Selain itu, jika pengaruh perubahan ketersediaan sumberdaya terhadap spektrum pilihan komoditas diperhitungkan
maka modelnya menjadi sangat rumit. Sebagai contoh adalah ketersediaan air untuk usahatani. Secara empiris perubahan ketersediaan air tidak hanya
171 mempengaruhi total produksi yang dihasilkan tetapi juga jumlah jenis komoditas
yang layak diproduksi. Artinya pengaruh ketersediaan sumberdaya sumberdaya ini tidak hanya sebatas pada perubahan besaran tetapi juga perubahan jumlah
anggota himpunan keluaran. Persoalan seperti ini lebih mudah dipecahkan dengan pendekatan normatif. Sudah barang tentu, sebagai implikasi dari asumsinya yang
ketat maka penerapan hasil pendekatan normatif relatif lebih terbatas. Fungsi penawaran padi dapat diperoleh melalui post optimality analisis
perubahan harga padi. Dalam hal ini, skenario kenaikan ataupun penurunan harga padi dalam bentuk Gabah Kering Panen GKP dibuat sampai 10 . Agar
memperoleh hasil yang teliti, analisis dilakukan untuk setiap perubahan 1 persen. Hasil analisis menunjukkan bahwa elastisitas penawaran padi tidak tetap
dan karenanya kurva penawaran padi tidak linier Gambar 24. Pada skenario penurunan harga ternyata fungsi penawarannya elastis, sedangkan pada skenario
kenaikan harga adalah bersifat tidak elastis. Dengan metode komputasi elastisitas busur diskrit rata-rata elastisitas untuk skenario penurunan harga adalah 1.32.
Artinya, setiap penurunan harga 1 ceteris paribus mengakibatkan produksi turun 1.32 . Di sisi lain, rata-rata elastisitas untuk skenario kenaikan harga
adalah 0.29. Artinya, setiap kenaikan harga gabah sebesar 1 hanya meningkatkan produksi 0.29 . Secara keseluruhan, rata-rata elastisitas untuk
rentang perubahan harga gabah – 10 sampai dengan + 10 adalah sekitar 0.82.
Gambar 24. Fungsi penawaran normatif komoditas padi
440 460
480 500
520 540
560 580
600 890
940 990
1040 1090
Ribu ton GKP Rp.Kg GKP
172 Secara umum fungsi penawaran padi adalah kurang elastis. Dengan
metode pengukuran elastisitas busur diskrit rata-rata elastisitasnya adalah 0.82. Artinya, peningkatan harga gabah sepuluh persen mendorong petani untuk
menanam lebih banyak padi sehingga produksi padi meningkat sekitar 8.2 . Sebagaimana tampak pada Gambar 23, ada tiga segmen dalam kurva
penawaran padi yaitu: 1 segmen inelastis pada tingkat harga rendah, 2 segmen yang lebih elastis pada selang harga di atasnya, dan 3 segmen inelastis pada
tingkat harga tinggi. Pada tingkat harga di bawah Rp. 1020Kg GKP elastisitas penawaran adalah sekitar 0.14. Pada selang harga Rp.1020Kg – Rp.1055Kg
elastisitasnya adalah sekitar 0.42, artinya jika harga naik 10 maka produksi padi meningkat 4.2 . Di atas tingkat harga Rp.1055Kg GKP elastisitasnya menurun
kembali menjadi hanya 0.13. Perilaku penawaran pada segmen ini sangat menarik karena secara teoritis keuntungan komparatif padi semakin meningkat seiring
dengan meningkatnya harga. Akan tetapi secara empiris ada beberapa jenis komoditas yang lebih sedikit mengkonsumsi air irigasi tetapi keuntungan
relatifnya lebih tinggi daripada padi, bahkan seandainya harga padi meningkat dua kali lipat. Dengan demikian logis jika elastisitasnya turun kembali dan kemudian
sama sekali inelastis karena air irigasi tidak cukup tersedia untuk menambah luas tanam padi tanpa mengorbankan jenis-jenis komoditas bernilai ekonomi tinggi
yang lebih menguntungkan daripada padi.
6.7. Iuran Irigasi Berbasis Komoditas