92
4.2.4. Kebutuhan Sumberdaya
4.2.4.1. Lahan Kebutuhan terhadap sumberdaya koefisien teknologi pada persamaan
kendala lahan adalah sama dengan 1 satu karena satuan untuk koefisien fungsi tujuan maupun koefisien teknologi untuk semua persamaan kendala adalah per
hektar. Sebagaimana dibahas pada konteks ketersediaan sumberdaya Sub Bab 4.2.2, dalam satu tahun kalender pertanian terdapat tiga musim tanam MT yaitu
MT I yang biasanya berimpit dengan sebagian besar dari periode yang tercakup pada musim hujan MH, MT II atau musim kemarau-1 MK-1 dan MT III atau
musim kemarau-2 MK2. Pemilahan menjadi tiga musim tanam karena secara teoritis maupun secara empiris dalam satu tahun dapat dilakukan tiga kali
pengusahaan komoditas dominan padi di lahan sawah. Mengacu pada fenomena empiris, usahatani dikategorikan termasuk
periode MH jika awal pengusahaan tanaman dilakukan pada Bulan-bulan Oktober, November, Desember, atau Januari. Dikategorikan termasuk periode MK-1 jika
awal pengusahaannya terjadi pada Bulan-Bulan Februari, Maret, April, atau Mei; dan dikategorikan termasuk periode MK-2 jika awal pengusahaannya dilakukan
pada Bulan-bulan Juni, Juli, Agustus, atau September. 4.2.4.2. Kebutuhan air Irigasi
Estimasi koefisien teknologi yang merefleksikan kebutuhan air irigasi per kelompok komoditas mengadopsi hasil penelitian Ban 1984 yang dimodifikasi.
Peneliti tersebut mengestimasi kebutuhan air irigasi pada sistem irigasi pompa air tanah sehingga air yang berasal dari irigasi permukaan dan curah hujan
diklasifikasikan air dari sumber lain. Dalam penelitian ini, yang diestimasi adalah kebutuhan air irigasi permukaan sehingga yang diklasifikasikan air dari
sumber lain adalah air dari curah hujan curah hujan efektif. Air dari irigasi pompa tidak diperhitungkan karena: i sumber sadapannya dari air tanah dangkal
yang ketersediaannya sangat dipengaruhi oleh air irigasi permukaan yang meresap ke dalam tanah, ii proporsi pasokan air dari irigasi pompa sangat kecil.
93 Koefisien kebutuhan air irigasi yang dihasilkan dalam penelitian Ban
1984 adalah: 1 kebutuhan bulanan untuk usahatani padi November – Februari MT I dan Maret – Juni MT II, 2 kebutuhan bulanan untuk usahatani palawija
Juni – September MT III, dan 3 untuk usahatani tebu Oktober – September. Untuk memperoleh koefisien bulanan pada periode-periode pengusahaan yang
lain, dilakukan penyesuaian dengan memanfaatkan pola kebutuhan air irigasi bulanan dari konsep yang dikembangkan oleh Dinas Pengairan. Jadi besarannya
mendekati hasil penelitian Ban 1984, sedangkan pola sebaran temporalnya menyerupai distribusi temporal kebutuhan air irigasi yang dikembangkan oleh
Dinas Pengairan. Hasil estimasi tertera pada Lampiran 4, 5, dan 6. Mengacu pada konsep pengembangan komoditas, maka konsep yang
dikembangkan dalam mengestimasi kebutuhan air irigasi diderivasi dari pola tanam yang akan diterapkan Ban, 1984. Dalam konteks itu, pemahamannya
harus memperhitungkan tiga aspek pokok berikut: 1. Konsep-konsep pengembangan pola tanam. Dalam konteks ini perlu dipahami
kecenderungan perubahannya
maupun konstelasinya
dalam konsep
pembangunan pertanian dalam arti luas. 2. Aspek sosial ekonomi wilayah. Ini dapat digali dari studi agroekonomi secara
komprehensif. Dalam konteks ini, ada dua gugus informasi yang harus diketahui yaitu: 1 keragaan sosial ekonomi rumah tangga petani penguasaan
tanah, struktur pendapatan, aplikasi teknologi usahatani, teknik irigasi yang diterapkan, dan lain-lain, dan 2 struktur perekonomian wilayah, baik kondisi
aktual maupun perkiraan tentang arah perkembangannya di masa mendatang. 3. Kondisi sumberdaya alam, terutama iklim curah hujan, suhu rata-rata,
kelembaban, dan sebagainya dan kondisi tanah. Selanjutnya, dengan memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi
kebutuhan air untuk tanaman evapotranspirasi, laju perkolasi, koefisien tanaman, dan sebagainya ditentukan kebutuhan air irigasi neto maupun total. Secara
ringkas, konstelasi hubungan antar faktor tersebut dapat disimak dari skema yang tertera pada Gambar 8.
94
Gambar 8. Skema konsep estimasi kebutuhan air irigasi
Konsep tersebut merupakan landasan untuk menyusun prosedur kalkulasi kebutuhan air irigasi. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang
estimasi kebutuhan air irigasi, disajikan prosedur kalkulasi yang ditempuh Ban 1984 sebagaimana tertera pada Gambar 9.
Kebutuhan air irigasi total GR untuk suatu areal tertentu ditentukan oleh luas areal A, kebutuhan neto di lapangan NR, dan efisiensi irigasi IE.
Formulasinya adalah:
1
IE
NR A
GR Sedangkan kebutuhan air irigasi neto di lapangan net field irrigation requirement
= NR dipengaruhi oleh kebutuhan air untuk pengolahan tanah LR, kebutuhan tanaman crop consumptive use of water = Cu, laju perkolasi PR, kebutuhan air
untuk pesemaian Nr, dan curah hujan efektif ER dengan formula: ER
PR Nr
Cu LR
NR
Konsep pembangunan pertanian Studi agroekonomi
Kondisi iklim Evapotranspirasi
Koefisien tanaman Laju perkolasi
Pudding water Curah hujan efektif
Efisiensi irigasi
Air dari sumber lain
= kebutuhan air netoefisiensi irigasi
= diversi kebutuhan air – air dari sumber lain Mulai
Rancangan Pola Tanam
Kebutuhan air neto
Diversi kebutuhan air
Permintaan air di area irigasi
Selesai
95
Gambar 9. Prosedur kalkulasi kebutuhan air irigasi untuk tanaman
Evapotranspirasi Potensial ETo
Rencana Pola tanam Koefisien Tanaman KC
Penggunaan oleh tanaman Cu
Kebutuhan Air untuk Pesemaian Nr Data Meteorologi
Estimasi kalkulasi dengan metode yang
tepatsesuai
1. Curah hujan harian 2. Suhu rata-rata
3. Rata-rata kelembaban relatif 4. Rata-rata kecepatan angin
5. Rata-rata sinar matahari jam 6. Rata-rata evaporasi A-pan
=
Curah Hujan Efektif ER
Kebutuhan Air Neto NR = [ Cu danatau Nr + LR +PR – ER] Kondisi Lahan
Kebutuhan Air untuk Pengolahan Tanah LR
Laju Perkolasi PR
Keb u tu han A ir Total Divers i GR = NRI E Efisiensi Irigasi IE
- Efisiensi penyaluran - Efisiensi pengoperasian
- Efisiensi aplikasi di hamparan
=
96 Laju perkolasi dipengaruhi oleh jenis tanah, terutama faktor-faktor yang
mempengaruhi porositas tanah kadar liat tanah, kadar pasir, bahan organik. Untuk sistem irigasi teknis di DAS Brantas, laju perkolasi yang selama ini
dijadikan acuan adalah sekitar 2.2 mmhari – 4.4 mmhari. Kebutuhan air untuk pengolahan tanah, dipengaruhi oleh kondisi tanah dan
cara pengolahan tanah. Kalkulasi kebutuhan air irigasi untuk pengolahan tanah yang dipergunakan di Indonesia pada umumnya menggunakan metode berikut
Nippon Koei and JICA, 1993:
1 1
S T
M S
T M
k k
e e
P Eo
e e
M LR
dimana: M
= kebutuhan air untuk mengkompensasi evaporasi dan perkolasi
hamparan dalam keadaan jenuh E
= evaporasi untuk pengolahan tanah disetarakan = 1 x ET
P =
perkolasi T
= periode pengolahan tanah untuk usahatani padi dihitung 20 hari
S =
kebutuhan untuk penjenuhan 200 mm ditambah dengan 50 mm untuk lapisan tanah sehingga S = 200 mm + 50 mm = 250 mm
Kebutuhan air untuk pengolahan tanah yang selama ini dijadikan acuan dalam sistem irigasi teknis di Indonesia adalah sekitar 16 mmhasi – 20 mmhari.
Kebutuhan tanaman Cu ditentukan oleh evapotranspirasi dan koefisien tanaman crop coefficient = Kc. Evapotranspirasi potensial dipengaruhi oleh
iklim, yaitu suhu, kelembaban, angin, dan lama penyinaran matahari sunshine hours; sedangkan koefisien tanaman tergantung pada jenis atau kelompok jenis
tanaman. Pada dasarnya Cu merupakan perkalian antara ETo dengan Kc. Jadi, Kc
ETo Cu
. Terkecuali jika pesemaian dilakukan di tempat lain yang terpisah dari
hamparan yang akan dijadikan lahan penanaman, kebutuhan air untuk pesemaian lazimnya telah termasuk dalam kalkulasi kebutuhan air untuk pengolahan tanah.
97 Curah hujan efektif yang sering dijadikan acuan dalam sistem irigasi teknis
di DAS Brantas adalah sekitar 50 persen kisaran 48 - 55 persen yang dihitung berdasarkan persamaan:
R f
15 1
Re dimana:
f = tingkat curah hujan efektif
Re = curah hujan efektif dalam mmhari
R = curah hujan tengah bulanan minimum pada siklus lima tahunan
4.2.4.3. Modal Tunai Untuk Usahatani Modal tunai diperlukan petani untuk memenuhi biaya usahatani yang
secara riil dikeluarkan petani untuk membeli sarana produksi yang tidak dihasilkan sendiri oleh petani, untuk membayar tenaga kerja luar keluarga buruh
tani, untuk membayar sewa lahan, dan sebagainya. Berbeda dengan konsep biaya total untuk menghitung keuntungan bersih usahatani pada estimasi koefisien
fungsi tujuan dimana nilai setiap komponen biaya adalah imputed, dalam biaya tunai nilai setiap komponen biaya tersebut adalah yang secara riil dikeluarkan oleh
petani. Sebagai contoh, pada konsep biaya total estimasi rata-rata nilai sewa lahan menggunakan asumsi bahwa semua petani adalah penyewa lahan; sedangkan pada
konsep biaya tunai rata-rata nilai sewa lahan dihitung dari total nilai sewa lahan yang dikeluarkan oleh petani yang secara riil menyewa lahan dibagi dengan
seluruh populasi. Oleh karena itu secara umum nilai untuk setiap komponen biaya imputed lebih besar daripada nilai tunai sehingga biaya total pada umumnya besar
daripada biaya tunai. Data yang digunakan untuk mengestimasi biaya tunai berupa data primer
dari hasil survey di tingkat petani. Estimasi koefisien kebutuhan modal tunai usahatani per hektar untuk masing-masing aktivitas kelompok komoditas
menggunakan rata-rata terbobot weighted average dimana pembobotnya adalah skala pengusahaan komoditas yang bersangkutan. Hasil estimasi tertera pada
Lampiran 7.
98 4.2.4.4. Tenaga Kerja
Kebutuhan tenaga kerja untuk usahatani adalah total tenaga kerja yangt dibutuhkan sejak penyiapan lahan sampai dengan panen. Tenaga kerja dipilah
menjadi dua: 1 tenaga kerja mekanis, dan 2 tenaga kerja manusia. Penggunaan tenaga kerja mekanis terutama adalah untuk pengolahan tanah. Pada umumnya
yang digunakan adalah traktor roda dua, bukan traktor roda empat karena petakan sawah pada umumnya kecil-kecil. Penggunaan tenaga kerja ternak sangat kecil
kurang dari 4 sehingga dalam penelitian ini dikelompokkan dalam tenaga kerja manusia dengan cara mengkonversinya ke tenaga kerja manusia. Basis
konversi adalah ongkos tenaga kerja yang dikeluarkan untuk tenaga kerja ternak. Lazimnya tenaga kerja manusia dalam usahatani ada tiga kategori: 1 pria,
2 wanita, dan 3 anak-anak. Tenaga kerja kategori 3 tidak diperhitungkan karena dalam pasar tenaga kerja tidak ada tidak ada upah untuk tenaga kerja
anak-anak. Satuan untuk tenaga kerja manusia adalah dalam setara pria HOKP. Dengan asumsi tingkat upah mencerminkan produktivitasnya, maka konversi Hari
Orang Kerja Wanita HOKW maupun Hari Kerja Ternak ke HOKP menggunakan perbandingan tingkat upah. Tingkat upah yang digunakan adalah
dalam nilai upah per jam kerja, dimana didalam upah tersebut tercakup pula upah yang berbentuk natura makanan, minuman, rokoktembakau. Bawon, yakni upah
panen padi dikonversikan dalam rupiah berdasarkan harga gabah kering panen karena bawon diberikan dalam bentuk gabah kering panen. Hasil estimasi
kebutuhan tenaga kerja masing-masing peubah keputusan aktivitas tertera pada Lampiran 8.
4.3. Spesifikasi Model