Kearifan Menjaga Budaya Kearifan Lokal Dalam Tradisi Lisan Baralek Gadang Pada Upacara

AllahSWT. Oleh karena itu setiap manusia dalam mengambil kesepakatankeputusan dalam setiap urusannya, semuanya harus diserahkan kepada Allah SWT, dengan mengucapkan kata insya Allah. Teks di bawah ini juga menunjukkan kearifan lokal yang berhubungan dengan ketuhanan sebagai berikut; „Cukup sakianlah kato penerimaanko dari kami, samoga nandakanyo sumando kami biso memakluminyo. Akhirul kalam wabillahi taufik walhidayah, Wassalammu alaikum waroh matullahi wabarakatuh‟ Teks di atas adalah ungkapan penutup yang disampaikan oleh talangke pada saat marisik, yang mana maksud dan tujuannya adalah penyerahan diri kepada Allah SWT, agar semua yang dikerjakan, semoga Allah SWT berkenan menerimanya. Dari uraian di atas telah menunjukkan bahwa, masyarakat Pesisir Sibolga adalah masyarakat yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai keimanan yang kuat kepada Allah SWT, dan nilai kearifal lokal ini sampaikan sekarang masih tetap dilestarikan dan digunakan oleh masyarakat Pesisir Sibolga pada setiap upacara. Setiap acara atau upacara yang sedang berlangsung tidak terlepas dari seorang yang sangat berperan yaitu talangke.

6.2.2 Kearifan Menjaga Budaya

Dari data yang sudah diperoleh teks pantun yang menunjukkan adanya nilai kearifan lokal BG berhubungan dengan budaya yakni: Tumbuh padi di dalam dulang Barurek ketek jail bajali Duduk kami duduk babilang Ado mukasuik mambari sirih Limau purut jatuh ka lurah Tibo di lurah kanei duri Pinang dipaluik rasa manyambah Jari sappuluh di dalam hati Universitas Sumatera Utara Mukasuik kami mambaok carano Mambari sirih kapu di tangan Apo bulih kami batanyo adokah bungo dalam jambangan Teks di atas menunjukkan bahwa masyarakat Pesisir Sibolga merupakan masyarakat yang sangat mencintai budaya. Budaya asli daerah atau lebih dikenal budaya lokal masih tetap hidup subur ditengah-tengah masyarakat. Salah satu budaya yang masih dipertahankan adalah memberi sirih kepada tamu pada setiap proses peminangan oleh pihak lelaki kepada pihak perempuan. Pemberian sirih dilaksanakan dengan maksud untuk menghormati tamu. Makan sirih tidak lengkap bila tidak ditambah dengan Pinang dan Gambir sucukpnya. Makan sirih menandakan hubungan saling menghargai dan saling menghormati antara tamu dan tuan rumah. Setelah selesai makan sirih, maka terjalin hubungan yang baik dan saling menghargai antara pihak lelaki dan pihak perempuan. Dalam acara meminang perempuan, maka pihak keluarga lelaki dan pihak keluarga perempuan saling tukar menukar kampi sirh, dengan menggunakan simbol jari sepuluh yang menandakan penghargaan kepada masing-masing pihak. Saling Menghargai dan menghormati merupakan salah satu bagian budaya masyarakat Pesisir Sibolga. Kearifan lokal seperti ini dapat menjalin hubungan komunikasi yang baik dan saling menghargai antara kedua belah pihak, khusunya dalam acara peminangan. Pelaksanaan baralek gadang pada pesta pernikahan sesuai dengan adat sumando yang berlaku di daerah Pesisir SibolgaTapanuli Tengah. Di daerah Pesisir SibolgaTapanuli Tengah, ada tradisi lisan yang tetap hidup dalam masyarakat, bukan hanya bagi masyarakat, pejabat pemerintah, tetapi juga talangke selalu menggunakan pantun dalam setiap acara perkawinan. Pantun termasuk sastra lisan yang tetap eksis sampai saat ini, walaupun kebanyakan Universitas Sumatera Utara orang menganggap pantun sudah ketinggalan zaman dan tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang. Padahal pantun banyak memberikan petuah-petuah yang bermanfaat bagi masyarakat. Oleh sebab itu, pantun sudah merupakan budaya yang terus menerus dilestarikan keberadaanya bagi masyarakat Pesisir Sibolga. Ketika marisik, maminang dan menghantarkan uang, maka penggunaan pantun sangat dominan digunakan dalam berkomunikasi.

6.2.3 Kearifan Menjaga Kesopansantunan