dari belakang. Suara gendang dan biola seolah tidak berhenti hingga sampai menjelang rumah anak daro. Sunting gadang yang berada paling depan dijunjung
oleh Oncu sebagai pembuka jalan terus saja dijunjung hingga sampai rombongan diterima dengan sepasukan penari gelombang XII yang ada dilokasi rumah anak
daro. Setelah sampai didepan rumah anak daro sepasang galombang XII telah
menunggu sebagai pasukan dari pihak perempuan. Maka bertemulah kedua pasukan marapule dan anak daro dan dipisahkan oleh Langgue. Kemudian
rombongan pihak laki-laki masuk ke halaman rumah anak daro yang di depannya terletak Sunting Gadang. Setelah itu barulah pertunjukkan Tarian Randai
dipertunjukkan, dan marapule masuk ke dalam rumah anak daro disambut dengan taburan beras kunyit. Marapule diterima ibu anak daro, dan kemudian kakinya
dicuci dengan air yang ada dalam Galeta oleh ibu anak daro. Selanjutnya ibu anak daro menggiring calon marapule ke atas kasur kain tingkah, utnuk selajutnya
dilaksanakan akad nikah.
4.1.1.6.3. Sub-Fase Upacara Akad Nikah
Ketika calon marapule sampai di rumah pihak calon anak daro, maka selanjutnya dilaksanakan acara akad nikah yang diselenggarakan oleh tuan kadi.
Akad nikah biasanya diadakan pada sore hari setelah shalat zhuhur menjelang Ashar. Pada saat akad nikah marapule dan anak daro terlebih dahulu melakukan
ritual mandi limo, waktunya kira-kira pada pukul 13.00 Wib. Pada saat akad nikah dilaksanakan maka pihak laki-laki biasanya memakai
pakaian adat, diganti dengan pakaian jas pada saat akad nikah. Pengantin laki-laki
Universitas Sumatera Utara
berada didepan mertua. Akad nikah dilaksanakan oleh tuan kadih dan disaksikan oleh dua orang saksi, tetapi sebelumnya tuan kadih memulai acara akad nikah
maka terlebih dahulu tuan kadih, menanyakan pihak wanita terlebih dahulu, apa sudah siap untuk menikah. Ketika akad dilaksanak terlebih dahulu calon
mempelai perempuan meminta izin kepada kedua orang tuanya, setelah itu tuan kadih mengadakan khotbah nikah, dan selanjutnya ayah pengantin perempuan
melaksanakan ijab Kabul nikah. Setelah akad nikah maka diadakan jamuan makan bersama atau sering disebut makan beradat dan penyerahan dan penerimaan
marapule.
4.1.1.6.4. Sub-fase Upacara Makan Beradat
Setelah selesai akad nikah maka diadakan jamuan makan beradat. Hidangan dilaksanakan secara adat. Nasi dalam dulung yang disuguhkan kepada
pihak laki-laki. Kemudian si Janang menghidangkan kepada induk inang dan dimulai kepala kambing dihidangkan kepada kepala desa, sembari kata-kata
sambutan dari pihak pengantin laki-laki, sebagai penyerahan kepada keluarga pengantin perempuan. Pelaksanaan upacara makan beradab pada masyarakat
Sibolga masih tetap dilestarikan. Pada saat makan beradab orang-orang yang mengantar dan masuk dalam
rombongan pengarak haruslah orang yang mengerti adat, dan diharuskan kepada kaum laki-laki yang sudah berumah tangga. Tahapan-tahapan pelaksanaan acara
dilaksanakan sesuai adat yang berlaku. Setelah akad nikah maka pengantin kembali memakai pekaian kebesarannya dan disandingkan di pelaminan,
rombongan kaum bapak yang ikut duduk melingkar didepan pelaminan. Menurut
Universitas Sumatera Utara
adat kaum bapak dihidangi makan oleh pihak pengantin perempuan, dan orang yang menghidang ini di sebut dengan Janang.
Janang adalah orang yang mengerti tentang bagaimana cara menghidang sesuai dengan adat yang berlaku, karena makan beradab beda dengan makan
biasa. Setelah para tamu sudak nampak duduk sempurna maka janang dengan langkah yang diatur seperti langkah silat membawa talam yang berisi mangkuk
yang berisi air untuk mencuci tangan, dengan memegang pinggir talam, tangan kanan diposisi depan sedangkan tangan kiri diposisi belakang antara talam dengan
dada, dengan langkah diseret secara perlahan dengan sedikit merundukkan badan, si Janang seolah menari dengan berputar kearah kanan setelah memutar dua belas
derajat, seraya menukar posisi tangan, kalau yang tadi posisi tangan kanan di depan sedangkan tangan kiri berada diantara pinggir talam dengan dada, pada saat
memutar kekanan posisi tangan kiri pindah ke depan dan tangan kanan di posisi antara pinggir talam dengan dada, Janang membalas putaran sambil melangkah
dengan menyeret kaki. Pada bagian ini dijelaskan juga seorang Janang pada saat menghidang
makanan tidak diperbolehkan mengangkat kaki melebihi batas matahari kaki, dan ini sudah menjadi aturan yang berlaku, dan apabila Janang melakukan kesalahan
maka para tamu akan mencuci tangan dan kemudian akan berpamitan untuk pulang.Pada saat menghidang janang harus melangkah kesana kemari, dengan
tujuan untuk mengetahui dimana posisi ahli bait, dan seandainya Janang mengetahui tempat duduk si ahli bait maka dia juga harus memutar satu atau dua
kali.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian Janang pada saat berdiri sedikit agak merunduk dengan gaya seolah membelakangi ahli bait, dan seketika membalikkan tubuhnya dan langsung
duduk bersimpuh dihadapan ahli bait. Hukum adat pesisir menyatakan meskipun kedudukan dan derajat orang yang duduk pada saat makan beradat sama
tingginya, namun yang paling pertama dihidang adalah bapak ahli bait, karena dialah yang paling berhak atas acara tersebut, dan merupakan sajian
penghormatan pada ahli bait. Tatacara hendak mengambil posisi duduk juga diatur oleh adat, si Janang
tidak boleh asal duduk seperti memulai duduk biasa. Tetapi Janang mengambil sikap duduk harus dengan posisi kaki kanan agak maju ke depan seraya dengan
perlahan sambil merunduk mengambil posisi duduk dengan posisi tangan kanan memegang pinggiran talam, tangan kiri berada di depan dada memegang
pinggiran talam. Setelah posisi sudah keadaan duduk bersila meletakkan talam di hadapan bapak ahli bait lalu memberi hormat kepada bapak si perempuan.
Setelah ada balasan dari bapak si perempuan, barulah mangkuk cuci tangan yang ada di dalam talam diletakkan dihadapan bapak si perempuan. Setelah itu
barulah si Janang dengan posisi merunduk mundur lalu berputar kearah sebelah kanan bapak sambil meletakkan mangkuk yang lain kepada tamu yang lain pula,
dan begitu seterusnya. Setelah semuanya terhidang, maka kalau tidak ada instruksi dari bapak si
perempuan, maka tidak ada satupun tamu yang dapat menyentuh hidangan yang telah disediakan, dan setelah ahli bait mempersilahkan para tamu untuk mencicipi
hidangan, maka para tamu terlebih dahulu mencuci tangan, dan dikhususkan orang yang paling tua terlebih dahulu.
Universitas Sumatera Utara
Pada saat makan tidak diperbolehkan ada suara, tidak terkecuali suara mulut saat menguyah. Seandainya dalam keadaan sedang makan kita merasa sudah
kenyang, sementara kawan yang lain masih sedang lahapnya makan, atau bahkan ada satu orang yang belum selesai makan, maka kita tidak diperbolehkan cuci
tangan, sampai mereka selasai makan. Setelah selasai makan, si Janang mulai mengambil piring hidangan, dimulai
dengan mengambil makanan yang masih utuh dari hadapan para tamu, diawali dari hadapan ahli bait bapak si perempuan dan membawanya dengan cara
melangkah seperti langkah menghidang semula. Setelah selesai makan beradat, maka diadakan acara serah terima pengantin oleh pihak rombongan pengantin
laki-laki.
4.1.1.6.5. Sub-Fase-penyerahan dan penerimaan Marapule