orang menganggap pantun sudah ketinggalan zaman dan tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang. Padahal pantun banyak memberikan petuah-petuah yang
bermanfaat bagi masyarakat. Oleh sebab itu, pantun sudah merupakan budaya yang terus menerus dilestarikan keberadaanya bagi masyarakat Pesisir Sibolga.
Ketika marisik, maminang dan menghantarkan uang, maka penggunaan pantun sangat dominan digunakan dalam berkomunikasi.
6.2.3 Kearifan Menjaga Kesopansantunan
Teks yang menunjukkan nilai kearifan lokal yang berhubungan dengan kesopansantunan yakni:
Indak dikami manjaring ruso Kami manjaring si Aso-aso
Indak dikami mamandang rupo Kami mamandang budi bahaso
Mukasuik kami mambaok curano Mambari sirih kapu di tangan
Apa bulih kami bartanyo Adokah bungo dalam jambangan
Bungo lampuyung bacabang tigo Paluiknyo sarupo kapalo naga
Sirih tuan kami tarimo Ala dimakkan basamo-samo
Lurah samo ditimbun Gunung samo diratokan
Ko bajalan manapi-napi Ko mangeccek batenggang-tenggang
Masyarakat pesisir Sibolga selalu menjaga kesopanan dalam berbahasa maupun dalam berbuat. Dalam berkomunikasi misalnya pada acara meminang dan
penyerahan marapule selalu menggunakan pantun-pantun di atas untuk menyampaikan maksud. Dari pantun muncul makna yang harus dipahami oleh
Universitas Sumatera Utara
pendengar, baik makna terisarat maupun tersurat. Kesopanan berbahasa maksudnya masyarakat pesisir Sibolga menggunakan pilihan kata-kata yang baik
dalam berkomunikasi, sehingga tidak melukai perasaan orang lain. Kesopanan dalam berbuat, maksudnya masyarakat pesisir Sibolga dalam bertingkah laku
menunjukkan perbuatan yang baik dan dapat saling menghargai antar sesama. Bila melihat tahap-tahap yang harus dilalui sesuai dengan adat sumando,
maka jelas sekali masyarakat dalam berkomunikasi tetap menjaga kesopanan dalam berbahasa, dan bahkan dalam menentukan kriteria seorang calon menantu
pun lebih mengutamakan kesantunan berbahasa dari pada harta, jabatan ataupun kekayaanya.
Pengggunaan pantun menunjukkan bahwa masyarakat Sibolga mempunyai kesopanan dalam berbahasa, karena dari pantun dapat dipahami apa maksud dan
tujuan. Pantun di atas menunjukkan kesopansantunan masyarakat Sibolga dalam menghormati orang lain.
6.2.4 Kearifan Menjaga Nilai Kejujuran
Dari data yang telah diperoleh maka teks yang memiliki nilai kearifan lokal yang berhungan dengan nilai kejujuran yaitu:
Anak cino babaju sitin Ala sitin cukolat pulo
Ambo miskin lagipun hino Ala miskin mularat pulo
Abis-abis pipilan kambelu Baok manyasa katapian
Abis-abis pikki daulu Jangan manyasal kamudian
Apo dirandang dalam kauali Padi sipulut tambun tolang
Apa dipandang kapado kami
Universitas Sumatera Utara
Rupo buruk bangsopun kurang Masyarakat pesisir Sibolga terkenal dengan masyarakat yang rendah hati.
Setiap masyarakat yang rendah hati pasti menunjukkan nilai-nilai kejujuran, nilai- nilai yang disampaikan apa adanya. Mengungkapkan nilai kejujuran pasti
menunjukkan keluhuran pribadi masyarakatnya. Sama halnya dengan masyarakat pesisir Sibolga dalam mencari jodoh
untuk anak keturunannya. Sebelum menentukan jodoh anak-anaknya, biasanya keluarga pihak laki-laki mengadakan pengamatan tentang calon menantunya
dengan beberapa syarat menurut ukuran dari pihak keluarga lelaki. Setelah cocok dan sesuai maka langkah selanjutnya adalah mengadakan merisik. Disaat marisik
ini, muncullah pantun-pantun di atas, di mana pantun-patun itu memiliki nilai- nilai kejujuran, yang sampai saat ini masih tetap dilestarikan oleh masyarakat
pesisir Sibolga Dalam proses peminangan antara pihak lelaki dan pihak perempuan, maka
pihak perempuan menyampaikan maksudnya hatinya secara jujur tentang keadaan anak perempuannya baik keadaan fisik, harta dan pendidikannya. Maksud ini
disampaikan agar pihak kelaurga lelaki tidak menjadi malu dan menyesal dikemudian hari. Pantun-pantun di atas menunjukkan makna apa adanya, makna
kejujuran, menyampaikan kejujuran di awal pertunangan sangat diperlukan, supaya apabila terjadi sesuatu jangan menyesal dikemudian hari.
6.2.5 Kearifan Mendidik