5.1.1  Makna Teks Risik-risik Baralek Gadang
Langkah selanjutnya menentukan makna teks BG dan makna konteks sosial dari masing-masing situasi dan budaya Baralek gadang pada upacara pernikahan
adat sumando masyarakat pesisisr Sibolga. Bentuk teks bahasa dalam tradisi lisan baralek  gadang,  meliputi  berpidato,  berpantun,  bergurindam  dan  bertalibun.
Pemaknaan teks dilakukan terhadap masing-masing bait pantun ataupun gurindam yang diujarkan mengandung nilai budaya masyarakat pesisir dan makna semiotik.
Pada saat risik-risik terjadi dialog dalam bentuk pantun antara kedua belah pihak diawali dengan pihak perempuan.
Bahasa pesisir:  Siri lisuik pinangnyo kote Mani kale kulit bintungan
Manomu kasuik nankan sampe Ikko jinonyo paruntungan
Anak cino babaju sitin Ala sitin cukolat pulo
Ambo miskin lagipun hino Ala miskin mularat pulo
Bahasa Indonesia: Sirih layu pinangnya kecil
Manis kelat kulit bintungan Manamungkin maksud akan sampai
Ini hinanya keberuntungan Anak cina berpakaian kilau
Sudah berkilau coklat pula Aku miskin lagipula hina
Sudah miskin melarat pula
Dari teks pantun di atas dapat dilihat makna  interpersonal yang meliputi subjek,
predikator dan keterangan. Dalam hal ini yang termasuk  subjek dari teks di atas
adalah sirih, anak cino, ambo. Ke tiga subjek yang terdapat pada  2 bait pantun
di  atas  mengacu  kepada  keluarga  pihak  perempuan.  Selanjutnya  yang  termasuk
Universitas Sumatera Utara
pridikator  dari  teks  di  atas  adalah  babaju,  bakilau,  miskin  yang  mengacu
kepada  perbuatan  dan  tingkah  laku  yang  diperankan  oleh  pihak  perempuan.
Sementara  yang  menjadi  keterangan  dari  teks  di  atas  adalah  cukolat  pulo, melarat pulo, jinonya paruntungan. Ke dua bait pantun di atas di gunakan Pada
saat  risik-risik,  di  mana  pantun  tersebut  disampaiakn  oleh  talangke  perempuan. Talangke  merupakan  orang  yang  bertugas  untuk  menyampaikan  maksud  dan
tujuan, di mana maksud dan tujuan itu di ungkapkan dengan berpantun. Menurut bapak Fahrudin Sinaga selaku tokoh adat pesisir Sibolga pantun di atas memiliki
makna  bahwa  pada  saat  risik-risik  dilaksanakan  oleh  talangke  ke  rumah perempuan,  maka  pihak  perempuan  memposisikan  diri  sebagai  orang  yang
berekonomi  rendah,  hina,  dan  tidak  pantas  untuk  dipersunting.  Teks  di  atas  bila dikaitkan  dengan  konteks  masyarakat  menunjukkan  bahwa  masyarakat  pesisir
Sibolga  memiliki  sikap  rendah  hati  yang  sudah  menjadi  bagian  dari  kehidupan sehari-hari.
Teks  pantun  berikutnya  disampaikan  oleh  pihak  lelaki  pada  saat  marisik
sebagai berikut:
Bahasa pesisir Indak baruba nibung ditabang
Asalkan condong katapian Indak baruba dagang ditampang
Asal selamat kamudian Indak dikami manjaring ruso
Kami manjaring si aso-aso Indak dikami mamandang rupo
Kami mamandang budi bahaso Bahasa Indonesia:
Tidak berubah pohon nibung ditebang Asalkan miring ketepian
Tidak berubah dagang ditampung Asal selamat kemudian
Universitas Sumatera Utara
Kami tidak menjaring rusa Kami menjaring ikan aso-aso
Tidak kami memandang rupa Kami memandanh budi bahasa
Dari  teks  di  atas  dapat  dilihat  makna  interpersonal  yang  meliputi  subjek,
predikator  dan  keterangan.  Subjek  dari  konteks  di  atas  adalah    kata
“kami”
menunjukkan pihak laki-laki pada saat marisik. Dalam hal ini pantun disampaikan
oleh talangke. Predikatornya adalah manjaring, mamandang, ditabang, baruba
kata-kata tersebut mengacu kepada perlakuan yang dilakukan oleh pihak laki-laki
dalam marisik.. Sementara yang menjadi keterangan dari teks di atas adalah asal selamat  kamudian,  indak  baruba,  asalkan  condong  katapian,  indak  barubah
dagang  ditampang .  Ke  dua  bait  pantun  di  atas    memiliki  maksud  dan  makna,
yakni menyatakan bahwa pihak laki-laki pada saat risik-risik mencari jodoh, tidak memandang rupa ataupun harta, melainkan budi pekerti yang yang menjadi tujuan
utama. Biasanya masyarakat Sibolga lebih mengutamakan budi pekerti dari pada rupa dan harta, karena menurut masyarakat Sibolga budi pekerti merupakan faktor
pendukung utama untuk mewujutkan keselamatan dan kebahagian. Teks  pantun  berikutnya  disampaikan  oleh  pihak  perempuan  pada  saat
risik-risik:
Bahasa pesisir:
Abis-abis pipilan kambelu Bao manyasa katapian
Abis-abis pikkki dahulu Jangan manyasal kamudian
Indak guno santan durian Cacalah garam di malako
Indak guno sasal kudian Alamat badan kan binaso
Apo dirandang dalam kuali Padi sipulut tambun talang
Universitas Sumatera Utara
Apo dipandang kepado kami Rupa buruk bangsopun kurang
Bahasa Indonesia:
Habis-habis pipilan kembelu Bawa menyuci ketepian
Habis-habis piker dahulu Jangan menyesal kemudian
Tidak guna santan durian Berserak garam dimalaka
Tidak guna menyesal kemudian Nantinya badan yang akan sengsara
Apa direndang didalam kuali Padi pulut dalam talang
Apa dipandang kepada kami Rupa jelek kurang terpandang
Dari  teks  di  atas  dapat  diambil  makna  interpersonal  yang  meliputi  subjek, predikator  dan  keterangan.  Subjek    dari  teks  di  atas  adalah  kata  kami,kambelu,
garam, padi yang mengacu kepada pihak perempuan. Dalam hal ini disampaikan
oleh  talangke  perempuan.  Predikator  pada  teks  di  atas  adalah  kata  manyasa, cacalah, dirandang, dipandang
. Sementara  yang menjadi keterang dari teks di
atas  adalah  katapian,  jangan  masalah  kemudian,  indak  guno  santan  durian, indak guno sasal kudian, rupo buruk bangsopun kurang.
Maksud dan tujuan dari  pantun di  atas  adalah  menyatakan  bahwa  pihak perempuan  meminta kepada
pihak lelaki agar memikirkan terlebih  dahulu maksud  dan tujuan mereka, karena sesuatu  hal  yang  tidak  di  inginkan  terjadi  hanya  menimbulkan  penyesalan  dan
merugikan diri sendiri di kemudian hari. Selain itu, teks di atas juga menunjukkan kerendahan hati dari pihak perempuan.
Universitas Sumatera Utara
5.1.2 Makna teks Marisik