2.1.1 Konsep Tradisi Lisan
Tradisi lisan merupakan berbagai pengetahuan dan adat istiadat yang secara turun  temurun  disampaikan  secara  lisan  pada  masyarakat  tertentu.  Menurut
Pudentia  2008:184.  Tradisi  lisan  bukan  hanya  mengandung  cerita  mitos  dan dongeng, akan tetapi juga mengandung berbagai hal-hal yang menyangkut hidup
dan  kehidupan  komunitas  pemiliknya,  seperti  kearifan  lokal,  sistem  nilai, pengetahuan tradisional, sejarah, hukum, pengobatan, sistem kepercayaan religi,
hasil seni dan upacara adat, seperti adat perkawinan yang dimiliki komunitas adat sebagai pemilik tradisi lisan tersebut adalah bagian dari tradisi lisan.
Tradisi  lisan  itu  sendiri  dapat  dilihat  sebagai  suatu  peristiwa  budaya  atau sebagai  suatu  bentuk  kebudayaan  yang  diciptakan  kembali  untuk  dimanfaatkan,
dikembangkan, dan dilestarikan sebagai suatu bentuk kebudayaan, oleh karena itu perlu  dijaga  agar  tetap  lestari.  Salah  satu  usaha  untuk  menggali  dan
mengembangkan potensi tradisi lisan, termasuk perlindungan kekayaan intelektual budaya  Indonesia,  yakni  melalui  penelitian  yang  terstruktur  dan  berkelanjutan.
Sumber  utama  kajiannya  adalah  penutur,  nara  sumber  pemilik  tradisi  lisan  yang diteliti  yang  meliputi  masyarakat  pemilik  atau  pendukung  yang  berkaitan.  Di
samping  tradisi  dan  narasumber  utamanya  yang  masih  hidup  atau  merupakan living  traditions,  ingatan  kolektif  yang  tersimpan  dalam  masyarakat  dan  tradisi
tersebut  memory  traditions  juga  dimasukkan  dalam  kategori  tradisi  lisan Pudentia, 2008:259.
Sementara menurut Sibarani 2012:47 Tradisi lisan adalah kegiatan budaya tradisional suatu komunitas yang diwariskan secara turun temurun dengan media
lisan dari satu generasi kegenerasi lain baik tradisi lisan itu berupa susunan kata-
Universitas Sumatera Utara
kata  lisan  verbal  maupun  tradisi  lisan  yang  bukan  lisan  non  verbal.  Oral traditions  are  the  Community‟s  traditionally  cultural  activities  inheritied  orally
from one generation to the other generations either the tradition is verbal or non- verbal.
Lebih lanjut Sibarani 2012:43-46 mengemukakan ada beberapa ciri Tradisi lisan yaitu:
1. Merupakan  kegiatan  budaya,  kebiasaan  atau  kebudayaan
berbentuk lisan,   sebagian lisan, dan bukan lisan. 2.
Memiliki kegiatan atau peristiwa sebagai konteks penggunaanya. 3.
Dapat diamati dan ditonton. 4.
Bersifat tradisional. Ciri tradisi lisan ini harus mengandung unsur warisan etnik baik murni  bersifat etnik maupun kreasi  baru yang
ada unsur etnik. 5.
Diwariskan secara turun temurun. Tradisi lisan itu diwariskan dari satu generasi kegenerasi lain.
6. Proses  penyampain  dari  mulut  ke  telinga.  Ciri  inilah  yang
menjadikan  kebiasaan  atau  budaya  bukan  lisan  non-verbal culture  tergolong  tradisi  lisan  karena  budaya  bukan  lisan  itu,
seperti  adat  istiadat,  disampaikan  orang  tua  dari  mulut  melalui berbicara sampai ketelinga anak-anaknya melalui mendengar.
7. Mengandung nilai-nilai dan norma-norma budaya.
8. Memiliki versi-versi.
9. Milik  bersama  komunitas  tertentu  atau  milik  semua  masyarakat
secara kolektif.
Universitas Sumatera Utara
10. Berpotensi  direvitalisasi  dan  diangkat  sebagai  sumber  industri
budaya. Dari  penjelasan  di  atas  maka  perlu  sekali  membangun  sebuah  paradigma  yang
melihat tradisi lisan sebagai sebuah kekuatan, dapat dibuktikan di mana sebagian masyarakat  kita  mampu  berdialog  secara  baik  dengan  kekuatan-kekuatan  lain
termasuk  kekuatan  hegemoni  dan  kekuatan  di  luar  dirinya.  Paradigma  ini terbangun  dari  suatu  pandangan  bahwa  tradisi  lisan  merupakan  perwujudan
kegiatan sosial budaya sebuah komunitas masyarakat pemakainya. Pada  tradisi  lisan  tidak  dapat  dipisahkan  antara  produk  budaya  dan
masyarakat  penghasilnya.  Keduanya  sangat  tergantung  satu  sama  lain.  Tanpa masyarakat  pendukungnya,  tradisi  tidak  akan  pernah  dapat  dihadirkan  apalagi
diteruskan.  Sebaliknya,  tanpa  tradisi,  masyarakat  pemiliknya  akan  kehilangan identitas  kemanusiaannya  dan  kehilangan  banyak  hal  penting,  khususnya
pengetahuan  tradisional,  kearifan  lokal,  dan  nilai-nilai  yang  pernah  hidup  dan sudah menyatu pada komunitas tersebut.
Memahami  nilai-nilai  dengan  baik,  maka  perlu  dilakukan  perbandingan dengan  fakta  pada  konteks  tradisi  lisan  agar  unsur  nilai  tradisi  yang  ada  pada
tradisi  tersebut  dapat  diretas,  sehingga  nilai  tradisi  lisan  dapat  diterima  setiap orang, walaupun menurut apresiasi setiap orang nilai tersebut dapat berbeda-beda.
Pengetahuan  tradisional  memungkinkan  masyarakat  pemilik  dan  atau pendukung  tradisi  mengatasi  tantangan  alam  dan  lingkungan  sekitarnya  dengan
menghasilkan  teknologi  untuk  menguasinya.  Sedangkan  kearifan  lokal memungkinkan
masyarakat yang
bersangkutan memahami
alam dan
lingkungannya.  Begitu  pula  halnya  dengan  tradisi  kelisanan  pada  masyarakat
Universitas Sumatera Utara
pesisir  Sibolga,  walaupun  sudah  mengalami  perkembangan,  tetapi  tetap  tidak melepaskan diri dari norma-norma tradisi yang telah berlaku turun temurun.
Tradisi  kelisanan  pada  masyarakat  Sibolga  memiliki  tatanan  atau  aturan yang  tertib  dipimpin  oleh  seseorang  yang  disebut  talangke.  Talangke  berfungsi
sebagai  pemandu  jalannya  upacara  perkawinan  adat  sumando  masyarakat  pesisir Sibolga.  Keputusan  akhir  upacara  adat  yang  berwujud  tradisi  lisan  diputuskan
oleh tokoh adat dan diketahui kepala desa. Upacara  perkawinan  khususnya  dan  pada  upacara  adat  pada  umumnya,
setiap  keputusan  yang  diambil  oleh  tokoh  adat  bersama  dengan  kepala  desa melalui  proses  upacara  adat  istiadat  yang  panjang  dan  bertele-tele,  tetapi  tetap
dengan jalan musyawarah dan merupakan keputusan bersama. Pada upacara adat istiadat ini juga setiap orang diposisikan sesuai dengan hubungan kekerabatanya.
Sehingga  tidak  jarang  sesorang  yang  tidak  diberi  kesempatan  untuk  menempati posisi  yang  selayaknya  dia  peroleh  pada  acara  adat  istiadat  tersebut,  dia  merasa
kurang dihargai Pasaribu, 2011:5 Tradisi  kelisanan  baralek  gadang  pada  upacara  perkawinan  adat  sumando
masyarakat  pesisir  Sibolga  yang  dianalisis  dalam  wujud  teks  lisan,  teks  lisan tersebut  dituliskan,  kemudian  yang  dianalisis  adalah  makna  semiotik  dan  nilai-
nilai  kearifan  lokal  yang  terdapat  pada  upacara  perkawinan  adat  masyarakat pesisir Sibolga, dengan pendekatan semiotik sosial.
Dihadapkan  pada  kenyataan  ini,  satu-satunya  yang  penting  dalam  upaya menjaga  tradisi lisan  sebagai sumber  pengetahuan  pada  masa  sekarang  dan  yang
akan  datang  adalah  perubahan  dalam  sistem  pewarisannya.  Sistem  pewarisan pembentukan identitas, perlu dilakukan pengelolaan tradisi seperti: perlindungan,
Universitas Sumatera Utara
preservasi,  dan  revitalisasi  tradisi  lisan,  yaitu  tradisi  lisan  pada  pada  upacara perkawinan adat sumando masyarakat pesisir Sibolga.
Hal  ini  menurut  Fortes  dalam  Tilaar,  2000:  54-55  dari  pewarisan  budaya ada  variabel-variabel  yang  perlu  dicermati  yakni;  unsur-unsur  yang
ditransmisikandiwariskan,  proses  pewarisan,  dan  cara  pewarisannya.  Dalam  hal ini  unsur-unsur  yang  diwariskan  adalah  nilai-nilai  budaya,  tradisi-tradisi
masyarakat,  dan  pandangan-pandangan  hidup  masyarakat  yang  mengandung kearifan, kebenaran esensial, dan ide.
2.1.2 Konsep Kearifan lokal