metafora, aliterasi, perulangan, hiperbola, repetisi, dan sebagainya. Komunikasi lisan ini juga menjadi bahagian yang terintegrasi dengan aspek-aspek bukan lisan seperti
nada, irama, rentak, melodi, gerak-gerik, dinamika, mimesis, dan sebagainya. Komunikasi lisan selalu distilisasi untuk menarik perhatian penonton, dan menambah
unsur estetika pertunjukan. Komunikasi lisan ini menggunakan puisi tradisional Gayo. Teks dalam lagu-lagu saman Gayo, biasanya mengekspresikan tema yang akan
dikomunikasikan oleh pencipta, seniman, kepada para penontonnya, begitu juga dengan makna gerak yang dipertunjukkan oleh penari saman. Teks ini ada yang sifatnya
eksplisit, yaitu mudah dicerna dan ditafsir secara langsung, dan ada pula teks lagu-lagu saman Gayo yang sulit untuk dicerna dan ditafsir, karena penciptanya sengaja membuat
teks yang bersifat rahasia, diberi gaya bahasa, dan sifatnya lebih tertutup implisit. Oleh karena itu, teks dalam lagu-lagu saman Gayo ini perlu diresapi, dipahami, dan
ditafsir oleh penonton berdasarkan nilai-nilai budaya yang hidup di dalam kebudayaan Gayo secara umum. Walau bagaimanapun, secara umum teks lirik lagu-lagu saman
Gayo, memainkan peran utama dalam budaya Gayo. Sehingga dapat dikatakan bahwa lagu-lagu Gayo sebenarnya dalam pertunjukan mengutamakan sajian teks, yang dalam
studi etnomusikologi lazim disebut dengan logogenik.
5.2 Logogenik
Menurut pengalaman penulis, salah satu aspek yang sangat penting dalam lagu- lagu atau musik vokal saman Gayo ialah peranan teks atau lirik yang sangat menonjol.
Garapan teks ini mendapat kedudukan yang utama dalam pertunjukan lagu-lagu saman Gayo. Tari saman kesemuanya selalu diiringi lagu. Lagu-lagu saman dalam budaya
Universitas Sumatera Utara
Gayo, umumnya berdasarkan kepada aturan-aturan puisi Gayo. Dengan kedudukan sedemikian rupa, maka penulis bisa mengkategorikan musik saman Gayo sebagai
musik yang logogenik. Artinya bahwa musik Gayo sangat mengutamakan wujud verbal atau bahasa, dalam pertunjukannya lihat Malm, 1977. Dengan demikian,
komunikasi lisan dalam musik saman Gayo memegang peranan utama. Komunikasi lisan ini umumnya dinyanyikan dengan melodi tertentu, dan iringan rentak tertentu,
disertai berbagai norma dan aturan, menurut tradisi pertunjukan tradisional Gayo. Dalam Bab V ini, penulis akan mengkaji teks lirik dan makna teks dalam
lagu-lagu saman Gayo khususnya dari Blangkejeren Aceh. Kajian ini menggunakan teori semiotik, kajian mengenai tanda-tanda lagu itu sendiri, seperti kualitas nyanyian,
aktualisasi lagu, dan pengorganisasian lagu. Kemudian melangkah kepada referensi lagu, yaitu kajian tanda-tanda nyanyian dengan berbagai objek yang mungkin, yang
memfokuskan kepada signifikasi nyanyian dengan objek yang lebih luas. Sesudah itu adalah interpretasi musikal atau kajian tanda-tanda musikal yang
berhubungan dengan berbagai interpretasinya, yang memfokuskan perhatian kepada aksi tanda-tanda musikal dalam pikiran manusia yang menerimanya. Kajian terakhir
ini terdiri dari: persepsi musik, pertunjukan, dan intelektualisasi.
5.3 Kata-kata Nasehat Keketar
Dalam setiap pertunjukan kesenian saman di Balngkejeren, Nangroe Aceh Darussalam, selain lagu-lagu, secara verbal di awal persembahan digunakan kata-kata
nasehat dari keketar para tetua adat, yang biasanya memiliki ilmu keagamaan dan
Universitas Sumatera Utara
saman yang relatif luas dan dalam. Kata-kata nasehat yang disampaikan keketar yang sering diucapkan adalah sebagai berikut ini.
Su derengku Si cemak enti amat-amat
Si kemali enti pe-peri Pulang si cemak we salah amat
Pulang si kemali we salah peri Utem – uyem, cekeh - beliung
Karung – sentong – serahan ku atas – ne Artinya:
Saudaraku Yang kotor jangan di pegang-pegang
Yang pemali jangan diungkap-ungkap Kalaulah yang kotor salah pegang
Kalaulah yang pemali terungkap Kayu api dan tusam, kapak beliung
Karung, sumpit, terbeban di atasmu Dari teks di atas tergambar maknanya dengan jelas, bahwa keketar
mengingatkan para penonton yang “pintar” dan memiliki ilmu-ilmu ghaib agar tidak mengganggu jalannya pertunjukan dengan diksi kata-kata yang penuh simbol. Su
derengku; Si cemak enti amat-amat ;Si kemali enti pe-peri Saudaraku; yang kotor jangan dipegang-pegang, yang pemali jangan diungkap-ungkap. Tiga baris teks di atas
menjelaskan bahwa janganlah melakukan perbuatan dosa dalam konteks pertunjukan
Universitas Sumatera Utara
ini. Jangan mengganggu jalannya pertunjukan. Kesemua diksi yang menyatakan kejahatan ini memakai simbol kata yang kotor, yaitu si cemak, si pemali. Si cemak
artinya adalah yang kotor dan si pemali adalah yang dipantangi. Kata-kata tersebut kemudian di teruskan dengan kalimat-kalimat nasehat atau
memberitahu bahwa Pulang si cemak we salah amat; Pulang si kemali we salah peri; Utem – uyem, cekeh – beliung; Karung – sentong – serahan ku atas – ne Kalaulah
yang kotor salah pegang; Kalaulah yang pemali terungkap; Kayu api dan tusam, kapak beliung; Karung, sumpit, terbeban di atasmu. Inti dari teks ini mempunyai makna
jangan mengganggu dan berbuat dosa dalam pertunjukan saman ini. Kalau berbuat dosa juga yakni mengganggu jalannya pertunjukn maka murka Tuhan kepada yang
melakukannya, yang disimbolkan dengan kayu api, tusam, kapak beliung, sumpit, terbeban di atasmu. Setelah tokoh keketar menyampaikan nasehat, saman Jalupun bisa
langsung di mulai dengan segera, yang dipimpin oleh juri yang dapat dipercaya.
5.4 Syair Lagu Muneging